Sudah lumrah orang memiliki nama depan yang sama, bahkan pasaran alias banyak dipakai di segala penjuru negeri. Ngga usah jauh-jauh, artis muda Indonesia, sebut saja yang sedang naik daun, BCL alias Bunga Citra Lestari dan Bunga Zaenal, juga Indra Bekti, Indra Lesmana, dan Indra Lesmana Brugman. Sedang para artis mancanegara aja banyak juga kok yang begitu. Paling gampang sih sebut nama Jennifer, langsung deh berderet nama muncul, mulai JLo yang seksi, Jennifer Aniston, Jennifer Gardner, de el el. Senasib dengan para artis, aku pernah mengalami ketidaknyamanan dan kekonyolan karena namaku. Aku yakin tidak pernah terbersit sedikitpun di benak bapakku untuk membuatku merasa ngga sreg dengan namaku, wong arti namaku aja indaaah sekali (ge-er banget yah?), Diana yang (insya Allah) hidupnya diridhai.
Dulu ketika aku masih duduk di SD, hingga kelas 5, aku tenang, tidak punya saingan nama yang sama. ‘Masalah’ mulai muncul saat ada murid baru yang keturunan indo, cantik jelita deh pokoknya. Namanya Diana Eduarita. Naah, untuk menghindari salah panggil, guru wali kelas membuat kebijakan baku, aku diberi ‘nama baru’ yaitu Diana A, dia Diana B. Tapi dasar karena merasa sudah berkuasa selama 5 tahun, sulit sekali rasanya menerima kondisi baru ini. Belum lagi saat teman-teman memanggil “Diana!”, aku langsung nengok, padahal yang dimaksud adalah Diana yang satu lagi! Yaa, aku langsung menengok balik arah dong, melengos sambil menahan malu maksudnya, haha…
Kisah ini berlanjut di SMP. Suatu saat aku akan berganti baju renang di GOR Bulungan. Biasalah, namanya perempuan, sambil ngantri di depan kamar ganti, iseng-iseng teman baru yang ngantri kamar sebelah menyapaku sok akrab. “Kenalan dong, nama kamu siapa?” Aku menyambut uluran tangannya dengan antusias, sambil tersenyum, “Diana. Kamu siapa?” Lha, ngga angin ngga ada badai, tahu-tahu dia menarik tangannya lagi. Penasaran aku bertanya,”lho, kenapa?” Eeh, tahu apa jawabnya? ”Ah, ngapain kenalan, wong namaku juga Diana.” Asli, aku bengong! Apa salah bunda mengandung sampai-sampai aku batal kenalan gara-gara nama yang serupa?
Di SMA, story kayak begini sempat vakum, tidak berlanjut. Tapi jangan dikira namaku tidak diutak-utik orang usil. Salah satu kakak kelasku, panggil saja Ucrit, jahil mengubah namaku menjadi “Dewi Bulan”. Waktu aku protes, sambil nyengir dia memberi alasan, “Diana itu kan nama dewi bulannya orang Yunani. Menurut gue, nama loe lebih oke gitu daripada Diana, pasaran tau ngga?” Lha, enak bener ya, bokap-nyokap bukan, seenak udelnya aja ganti-ganti nama orang? Tapi dasar bebal, dia terus saja teguh kukuh berlapis baja memanggilku dengan “Dewi Bulan”, bahkan sampai kami sama-sama kuliah di UI.
Yang lucu bin menggelikan, akhirnya dia ketemu batunya. Karena beda fakultas, jarang sekali kami ketemu. Nah, pas ketemu di halte depan waktu sama-sama nunggu bus kampus, kami pun ngobrol. Ujung-ujungnya dia teringat sesuatu, telunjuknya diketuk-ketuk ke keningnya. “Mm, gue kan manggil loe Dewi Bulan. Tapi, nggg… sebenarnya nama loe tuh siapa?” Haiyya, aku langsung ketawa terbahak-bahak deh, rasain, siapa suruh ganti nama orang? Ketempuan sendiri kan? Kubalas aja sambil ngacir ke halaman parkir fakultasku, “Crit, itu kuis dari gue ya. Ntar kapan ketemu, loe harus bisa jawab. Kalau ngga, loe harus traktir bakso ya!” Hahaha…
Kalau tadi kisahku, sekarang tentang anakku, Kuni. Namanya merupakan hadiah dari bapakku, dan karena sebelumnya jarang sekali ada yang bernama demikian, kami suka cita menerimanya, terkesan unik. Masalah baru timbul ketika uwa dari suami datang dari kampung dan menginap beberapa hari di rumah. Orangnya sungguh baik dan ramah, namun pelupa. Waktu pertama kali datang, dia sudah langsung menanyakan nama anakku. “Aduh cantiknya, siapa namanya Sayang?” Kunipun dengan malu-malu menjawab. Esoknya ketika sore-sore ingin jalan-jalan, dia mengajak anakku,”Yuk, Kinu, kita jalan-jalan.” Karena merasa bukan namanya, dia asyik saja dengan mainannya. Baru ketika kujelaskan bahwa namanya keliru, uwapun meminta maaf. Aku baru mulai curiga saat besok-besoknya uwa selalu salah menyebut dengan “Uni”, “Uci”, dan terakhir ketika hendak pamit, uwa seraya melambai-lambaikan tangannya dengan semangat 45 dan memanggil Kuni dengan,”Dadaaah Kunil!” Wadduh, anakku disamakan dengan tokoh kuda nil di Buncil, itu lho sisipan cerita anak-anak di Ayahbunda. Jauuuh beneerr deh…
Dipikir-pikir, mungkin kami memang keluarga dengan masalah nama. Suami juga tidak bisa menghindar dengan nama uniknya. Berhubung tinggal bertetangga dengan orang-orang Betawi di Rawa Belong sana, jadilah namanya yang apik menjelma menjadi “Juki” (itu lho, seperti tokoh di sinetron Para Pencari Tuhan-nya Deddy Mizwar), dan nama adiknya dari “Rahmat” jadi “Mat” atau “Mamat”.
Tapi siapa bilang orang berpendidikan tinggi tidak memaksakan plus menggampangkan nama sebagai trade-mark seseorang? Suatu hari suami sedang mengurus dokumen penting. Saat dia menyebutkan namanya “Zuki”, enak saja si mbak menuliskannya sambil bergumam, “Marzuki ya Pak?”, buru-buru suami meralatnya,”bukan mbak, Zuki aja, ngga pake Mar”, ndilalah si mbak malah ngeyel,” ooh, Juki”. Lah, salah lagi. Untunglah dia ketemu jurus ampuh,”itu lho mbak, kayak merek motor, Suzuki, tapi su-nya dihilangkan.” Alhamdulillah, akhirnya diapun faham. Fiuh, rebes deh.
Kejadian konyol juga pernah kualami terkait dengan nama suami. Suatu kali, ada tukang yang mengerjakan kitchen set di rumah. Hatiku sedang berbunga-bunga, maklumlah, kami harus rajin menabung selama 5 tahun baru bisa mewujudkan mimpi memiliki kitchen set yang layak. Setelah 1 bulan menanti, tiba hari H-nya dan si tukang berjanji untuk menelpon dulu sebelum mengantar ke rumah. Dia bingung karena waktu untuk mengantar hanya berselisih sehari dengan hari pencoblosan Pemilu 2004, padahal dia harus pulang kampung untuk mencoblos di sana. Dia minta waktu untuk menimbang-nimbang, nanti dia akan menelponku lagi. Yang bikin aku kaget adalah saat dia berucap,”assalamu’alaikum, Bu. Ini Pak Juki.” Ya, aku heran aja, lha kenapa suamiku nelpon pake memperkenalkan diri segala sih? Hampir saja aku keceplosan mau mencandainya,”iya, di sini bu Zuki”. Untung saja di tengah jeda keherananku itu, pak Jukinya menyahut,”saya pak Juki, tukang kitchen set, Bu. Anu, saya bisa ngantar kitchen set-nya hari ini.” Oalah, untung aku ngga kebablasan ngomong tadi, kalau ngga, bisa runyam kan? Si tukang bengong dan suami bisa-bisa cemburu berat! Piss man!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
10 comments:
qiqiqi...kisah yang aneh..., untung nama saya gak pasaran2 amat ya,Di.
Tapinya gak tahu kenapa banyak yang belum ketemu muka begitu tahu nama panggilan saya disangkanya nama laki2, apalagi kalu nama saya diembel2i nama misua...lengkap deh, kecannya lakik banget...
Asyik juga ya. Jadi terinspirasi untuk nulis tentang pengalaman tentang nama saya juga nih mbak. Diah kan banyak banget ya? Bertaburan!
nTar deh, insya Alah kisahnya dipaparkan di blog saya ya mbak. Nyontek ide mbak Dewi Bulan eh... Diana, boleh kan...? ;)
Nama Pasaran namun saya bangga terhadap nama ini adalah "Muhammad" selain karena nama awal saya tapi juga Nama Makhluk paling mulia dihadapan Allah
Salam kenal dari http://gubugsurya.wordpress.com
diana..diana kekasihku..bilang pada orang tuamu...(nyanyi)
Ha.ha.ha. kisahnya lucu-lucu mbak.
Memang salah panggil suka membuat kejadiannya jadi menggelikan.
Btw, waktu saya SD saya punya temen namanya Diana. Denger namanya kok rasanya bagus banget.
ah siapa sih kita ... :)
wah .. ceritanya seru mbak, kenapa nama Diana diganti dengan dewi bulan ? memang sudah minta ijin dulu sama pemiliknya ? ^_^
wah, cerita nama doang bisa jadi tulisan menghibur gini:D Kapan bikin buku Mbak?
Diana dalam berita.....
Rapelan ngejawab ah :)
* mbak Diah: Hayu atuh nulis, boleh kok nyontek utk yg baek kan?
* Surya: Slm kenal balik Mas, senang py teman baru, subhanallah...
* mbak ernut: Hehe, ojo ngamen mbake... Eh, swarane apik je (mana kedengeran??)
* bang Zuki: Horas! Iya ya Bang,ge-er aja kita, artis bukan, presiden bukan, pesinden mgk aja, hehe...
* mbak Ely+Bang erik: maacih... Dewi Bulan bikin sewot emang,krn ga pk izin. Ah, insya Allah semua nama bagus Bang :)
* Melati: Asyik, ada penerbit yg berminat? Malah nuduh ya ;p
Post a Comment