sumber: http://www.portalinfaq.org
Suatu hari, Imam Al-Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al-Ghozali bertanya, pertama, "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.(QS:Ali-Imran 185)
Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua, "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?". Murid -muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "MASA LALU". Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU" (QS:Al-A'Raf 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.
Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?". Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawapan hampir benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH" (QS:Al-Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.
Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?". Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "MENINGGALKAN SHALAT".. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan solat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat.
Lantas pertanyaan ke enam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?". Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA". Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.
Sahabatku, selamat merenung, semoga banyak hikmah sanggup kita timba dari riiak-riak kehidupan fana ini...
Sunday, November 30, 2008
Friday, November 28, 2008
PESONA LAIN SINGAPURA
Mungkin bagi sebagian besar orang, Singapura identik dengan surga belanja. Apalagi ajang promosi belanja besar-besaran sudah mentradisi setiap tahunnya melalui “Singapore Great Sale”. Namun perjalanan kami membuktikan bahwa di luar ‘trade-mark’ itu, Singapura juga menyimpan pesona lain, yaitu surga wisata pendidikan bagi anak-anak.
Kami ingin sekali kunjungan ini untuk mengisi liburan sekaligus membuka wawasan tentang Singapura dengan segala keunikannya, seperti museum, pusat sains, maupun wisata budaya yang memperlihatkan keragaman etnisnya. Alhasil, setelah banyak membongkar info dari media cetak, internet, juga dari Singapore Tourism Board (STB), kami putuskan untuk mengunjungi Singapore Science Centre, Snow City, Clarke Quay, Asian Civilisation Museum, China Town, Little India, selain menyisihkan waktu mencicipi aneka hidangan khas Singapura dan berbelanja ke Mustafa Centre.
Singapore Science Centre (SSC) bisa dikategorikan sebagai pusat pembelajaran ilmu sains praktis bagi keluarga. Sejak dari pintu masuk, banyak percobaan yang bebas diutak-atik dan dicoba pengunjung. Sangat banyak galeri yang tersedia dengan ‘keajaibannya’ masing-masing, dari adu cepat menekan berpuluh tombol merah yang saling berpencaran dan menyala dengan acak, pura-pura jadi penjaga gawang, aneka permainan tipu-mata di galeri The Eye Minds hingga robot anjing Aibo yang bisa beraksi saat kita berseru “Hallo!” serta dokumentasi lengkap kehidupan Einstein.
Bagi anak-anak, yang paling berkesan di SSC adalah monitor yang bisa memfoto wajah kita dan kemudian menyajikannya saat bayi, remaja, dewasa, dan tua. Kami terbahak-bahak hingga mengucurkan air mata ketika menyaksikan foto bayi papanya anak2. Anak2 protes, masak bayi lahir sudah jenggotan sih, hehe…
Anak-anak sangat betah di sini, dan empat jam berlalu tanpa terasa, itupun belum seluruhnya kami jelajahi.
Salah satu kepolosan anak-anak adalah ketika kami mencoba Mass Rapid Transportation (MRT). Niat memperkenalkan transportasi baru kepada anak-anak ini membawa dampak lain yaitu betapa hebohnya mereka! Beberapa kali mereka berlari usai meletakkan kartu MRTnya di layar dekat pintu masuk/keluar serta berebut memencet tombol area tujuan di mesin otomatis. Saat ditanya, keduanya serempak menjawab yang paling seru waktu naik-turun MRT! Hahaha, pantas saja mereka selalu kembali ceria ketika naik MRT meski sedetik sebelumnya mengeluh capek!
Kami sempat juga mencoba ‘river taxi’ alias kapal tongkang di Clarke Quay. Suasana sungai menjelang malam, tenda-tenda kafe sepanjang sungai, lampu-lampu meja yang cantik, patung Merlion yang terus memuntahkan air dari mulutnya, teater Esplanade di seberang serta Asian Civilisation Museum di sisi lainnya, sungguh pemandangan eksotis! Dipikir-pikir, bisakah Sungai Ciliwung disulap menjadi wisata seperti ini?
Mau cari kain, mix-nut, barang elektronik, jam bermerek, emas, boneka dan permainan anak-anak? Jangan cemas, semua bisa kita jumpai di Mustafa Centre, pusat perbelanj aan 24 jam yang ‘kagak ada matinye’. Jika lapar, tak perlu jauh-jauh. Di seberang Mustafa, banyak bertebaran resto a la Asia Selatan yang menyajikan menu populernya, yaitu nasi ayam briyani, murtabak telur, dan aneka jus. Porsinya pun sangat memuaskan perut, malah bisa-bisa kita yang shock dengan ukuran jumbo piring ataupun gelas jusnya! Jika ingin porsi yg ‘lebih beradab’ bisa ke pasar di Little India, di situ ada nasi ayam plus udang goreng tepung yang garing, juga nasi goreng kampong yang yummy…
Salah satu kelebihan Singapura adalah betapa mudahnya kita menjumpai resto kecil/menengah yg memampangkan sertifikat halal dari MUI Singapura. Kalaupun tak tampak, dengan jujur para pelayannya bilang “No halal” seraya menyuruh ke resto/food-court di sebelahnya. Buat kami yang muslim, sikap ini sangat menumbuhkan respek, karena kami merasa nyaman menyantap makanan yg kami pilih. Padahal Singapura bukan negara mayoritas muslim, sementara di Jakarta sendiri sulit rasanya kita jumpai penjual sejujur itu.
Kami ingin sekali kunjungan ini untuk mengisi liburan sekaligus membuka wawasan tentang Singapura dengan segala keunikannya, seperti museum, pusat sains, maupun wisata budaya yang memperlihatkan keragaman etnisnya. Alhasil, setelah banyak membongkar info dari media cetak, internet, juga dari Singapore Tourism Board (STB), kami putuskan untuk mengunjungi Singapore Science Centre, Snow City, Clarke Quay, Asian Civilisation Museum, China Town, Little India, selain menyisihkan waktu mencicipi aneka hidangan khas Singapura dan berbelanja ke Mustafa Centre.
Singapore Science Centre (SSC) bisa dikategorikan sebagai pusat pembelajaran ilmu sains praktis bagi keluarga. Sejak dari pintu masuk, banyak percobaan yang bebas diutak-atik dan dicoba pengunjung. Sangat banyak galeri yang tersedia dengan ‘keajaibannya’ masing-masing, dari adu cepat menekan berpuluh tombol merah yang saling berpencaran dan menyala dengan acak, pura-pura jadi penjaga gawang, aneka permainan tipu-mata di galeri The Eye Minds hingga robot anjing Aibo yang bisa beraksi saat kita berseru “Hallo!” serta dokumentasi lengkap kehidupan Einstein.
Bagi anak-anak, yang paling berkesan di SSC adalah monitor yang bisa memfoto wajah kita dan kemudian menyajikannya saat bayi, remaja, dewasa, dan tua. Kami terbahak-bahak hingga mengucurkan air mata ketika menyaksikan foto bayi papanya anak2. Anak2 protes, masak bayi lahir sudah jenggotan sih, hehe…
Anak-anak sangat betah di sini, dan empat jam berlalu tanpa terasa, itupun belum seluruhnya kami jelajahi.
Salah satu kepolosan anak-anak adalah ketika kami mencoba Mass Rapid Transportation (MRT). Niat memperkenalkan transportasi baru kepada anak-anak ini membawa dampak lain yaitu betapa hebohnya mereka! Beberapa kali mereka berlari usai meletakkan kartu MRTnya di layar dekat pintu masuk/keluar serta berebut memencet tombol area tujuan di mesin otomatis. Saat ditanya, keduanya serempak menjawab yang paling seru waktu naik-turun MRT! Hahaha, pantas saja mereka selalu kembali ceria ketika naik MRT meski sedetik sebelumnya mengeluh capek!
Kami sempat juga mencoba ‘river taxi’ alias kapal tongkang di Clarke Quay. Suasana sungai menjelang malam, tenda-tenda kafe sepanjang sungai, lampu-lampu meja yang cantik, patung Merlion yang terus memuntahkan air dari mulutnya, teater Esplanade di seberang serta Asian Civilisation Museum di sisi lainnya, sungguh pemandangan eksotis! Dipikir-pikir, bisakah Sungai Ciliwung disulap menjadi wisata seperti ini?
Mau cari kain, mix-nut, barang elektronik, jam bermerek, emas, boneka dan permainan anak-anak? Jangan cemas, semua bisa kita jumpai di Mustafa Centre, pusat perbelanj aan 24 jam yang ‘kagak ada matinye’. Jika lapar, tak perlu jauh-jauh. Di seberang Mustafa, banyak bertebaran resto a la Asia Selatan yang menyajikan menu populernya, yaitu nasi ayam briyani, murtabak telur, dan aneka jus. Porsinya pun sangat memuaskan perut, malah bisa-bisa kita yang shock dengan ukuran jumbo piring ataupun gelas jusnya! Jika ingin porsi yg ‘lebih beradab’ bisa ke pasar di Little India, di situ ada nasi ayam plus udang goreng tepung yang garing, juga nasi goreng kampong yang yummy…
Salah satu kelebihan Singapura adalah betapa mudahnya kita menjumpai resto kecil/menengah yg memampangkan sertifikat halal dari MUI Singapura. Kalaupun tak tampak, dengan jujur para pelayannya bilang “No halal” seraya menyuruh ke resto/food-court di sebelahnya. Buat kami yang muslim, sikap ini sangat menumbuhkan respek, karena kami merasa nyaman menyantap makanan yg kami pilih. Padahal Singapura bukan negara mayoritas muslim, sementara di Jakarta sendiri sulit rasanya kita jumpai penjual sejujur itu.
Thursday, November 27, 2008
LIRIK LAGU CINTA? BOMBASTIS MAN!
kau begitu sempurna
di mataku kau begitu indah
na na na na na...
Siapa yang ngga hafal lagu Andra & The Backbone ini? Mungkin bisa diitung sama jari orang yang ngga suka en hafal lagu ini?
Sahabat, pernahkah engkau mengamati lirik lagu-lagu cinta yang beredar di pasaran, entah lagu made in lokal atau buatan luar sana? Itu lho, ada yang bikinan Andra dkk, Sheila on 7, Ungu, Raja, atau bahkan Michael Bubble dan Josh Groban. Soal judulnya, wadduh maap-maap aja, ngga inget semua, tapi ada sih sekelebat, "Sempurna"-nya lagu milik Andra tadi, "Me and Mrs Jones"-nya si Bubble dan "Broken Vow"-nya Mas Groban.
It's ok lah kalau jatuh cinta atau patah hati yang biasa, sesederhana dan sebiasanya lagu cinta zaman nenek moyang kita dulu itu lho, semacam lagunya Bob Tutupoly yang ... di wajahmu kulihat bulan, (nyanyi dong!). Cuma mungkin entah dengan alasan selera atau ada pergeseran makna cinta pada anak muda zaman sekarang, kok ya ide lagunya kian aneh-aneh aja. Entah yang begitu mendewakan dan menganggap wajar jika selingkuh, punya kekasih gelap (berarti ada dong ya kekasih terang-benderangnya je??), cinta yang laksana pedang ketajamannya sampe-sampe bisa membunuh (halah, segitu amat yaa...), atau 'sekedar' tetap memendam cintanya meski tak bisa/harus bersatu, et cetera.
Sah-sah aja orang bilang musik itu kan bahasa universal, terserah orang dong kalo doi gemar lagu-lagu begituan. Tapi pernah ngga mikir, saat melodi itu merasuk raga (hehe, bahasanya amboi...), tanpa disadari, liriknya pun ikut-ikutan menyelinap. Padahal siapa sih yang diagung-agungkan dan dicerca dalam lirik itu? Makhluk juga kan, senasib dengan diri kita, dan sadar ngga bahwa kita ini tiada yang sempurna? Sejenius apapun kita, setampan apapun, sekaya-raya yang waktu kita kecil bilang, hartanya sedunia, kita tetaplah makhluk Tuhan, tak berdaya, yang sebenarnya ngga punya apa-apa, yang nantinya mati terbujur kaku ngga berhak bawa apa-apa selain tabungan amalnya (terserah, mau amal baik atau amal buruk, wong dikasih 2 jalur kok, surga atawa neraka).
Sori man, mungkin kedengarannya super sewot ngebahas lagu-lagu cinta, tapi entah ya, belakangan ini, seiring dengan banyak peristiwa yang terjadi di lingkaran (no no, bukan lingkaran istananya pak SBY, hehe...) alias seputar diriku, orang-orang yang kukenal maupun tidak (let me share the stories later, okay?), aku makin disadarkan tentang pentingnya kita hanya mengagungkan yang satu itu, the one and only, Allah SWT. Cinta manusia bisa berubah kadarnya, bergeser ke lain hati, berubah jadi benci setengah mati atau beneran wafat, karena apa? Ya karena sifat fana kita juga lah yaw, en hanya Dia yang cintanya hakiki, kekal abadi kan? Mm, makanya kenapa ada opini pro-kontra ulama terkait dengan masalah musik dan lirik, kemungkinan besar bersandar pada alasan dampak samping alunan dan isi musik yang bisa membius dan membuai alam sadar kita...
So, siapa sih kita? Siapa sih pasangan hidup kita, anak-anak, teman kita? Tak adalah yang patut disombongkan kawan, dan tak boleh ada.
Hidup cinta hakiki! Allah is the perfect one! Horas! (lirik kiri-kanan...)
... kita berasal dari tanah
dan akan kembali ke tanah
diinjak, terinjak-injak
diangkat derajat, dihinakan-Nya
sekehendak Dia...
di mataku kau begitu indah
na na na na na...
Siapa yang ngga hafal lagu Andra & The Backbone ini? Mungkin bisa diitung sama jari orang yang ngga suka en hafal lagu ini?
Sahabat, pernahkah engkau mengamati lirik lagu-lagu cinta yang beredar di pasaran, entah lagu made in lokal atau buatan luar sana? Itu lho, ada yang bikinan Andra dkk, Sheila on 7, Ungu, Raja, atau bahkan Michael Bubble dan Josh Groban. Soal judulnya, wadduh maap-maap aja, ngga inget semua, tapi ada sih sekelebat, "Sempurna"-nya lagu milik Andra tadi, "Me and Mrs Jones"-nya si Bubble dan "Broken Vow"-nya Mas Groban.
It's ok lah kalau jatuh cinta atau patah hati yang biasa, sesederhana dan sebiasanya lagu cinta zaman nenek moyang kita dulu itu lho, semacam lagunya Bob Tutupoly yang ... di wajahmu kulihat bulan, (nyanyi dong!). Cuma mungkin entah dengan alasan selera atau ada pergeseran makna cinta pada anak muda zaman sekarang, kok ya ide lagunya kian aneh-aneh aja. Entah yang begitu mendewakan dan menganggap wajar jika selingkuh, punya kekasih gelap (berarti ada dong ya kekasih terang-benderangnya je??), cinta yang laksana pedang ketajamannya sampe-sampe bisa membunuh (halah, segitu amat yaa...), atau 'sekedar' tetap memendam cintanya meski tak bisa/harus bersatu, et cetera.
Sah-sah aja orang bilang musik itu kan bahasa universal, terserah orang dong kalo doi gemar lagu-lagu begituan. Tapi pernah ngga mikir, saat melodi itu merasuk raga (hehe, bahasanya amboi...), tanpa disadari, liriknya pun ikut-ikutan menyelinap. Padahal siapa sih yang diagung-agungkan dan dicerca dalam lirik itu? Makhluk juga kan, senasib dengan diri kita, dan sadar ngga bahwa kita ini tiada yang sempurna? Sejenius apapun kita, setampan apapun, sekaya-raya yang waktu kita kecil bilang, hartanya sedunia, kita tetaplah makhluk Tuhan, tak berdaya, yang sebenarnya ngga punya apa-apa, yang nantinya mati terbujur kaku ngga berhak bawa apa-apa selain tabungan amalnya (terserah, mau amal baik atau amal buruk, wong dikasih 2 jalur kok, surga atawa neraka).
Sori man, mungkin kedengarannya super sewot ngebahas lagu-lagu cinta, tapi entah ya, belakangan ini, seiring dengan banyak peristiwa yang terjadi di lingkaran (no no, bukan lingkaran istananya pak SBY, hehe...) alias seputar diriku, orang-orang yang kukenal maupun tidak (let me share the stories later, okay?), aku makin disadarkan tentang pentingnya kita hanya mengagungkan yang satu itu, the one and only, Allah SWT. Cinta manusia bisa berubah kadarnya, bergeser ke lain hati, berubah jadi benci setengah mati atau beneran wafat, karena apa? Ya karena sifat fana kita juga lah yaw, en hanya Dia yang cintanya hakiki, kekal abadi kan? Mm, makanya kenapa ada opini pro-kontra ulama terkait dengan masalah musik dan lirik, kemungkinan besar bersandar pada alasan dampak samping alunan dan isi musik yang bisa membius dan membuai alam sadar kita...
So, siapa sih kita? Siapa sih pasangan hidup kita, anak-anak, teman kita? Tak adalah yang patut disombongkan kawan, dan tak boleh ada.
Hidup cinta hakiki! Allah is the perfect one! Horas! (lirik kiri-kanan...)
... kita berasal dari tanah
dan akan kembali ke tanah
diinjak, terinjak-injak
diangkat derajat, dihinakan-Nya
sekehendak Dia...
Wednesday, November 26, 2008
SANG PEMBELI CINTA/PERSAHABATAN...
Suatu hari,ketika masih SD, anakku pernah bercerita tentang temannya yang gemar sekali membagi-bagikan uang, termasuk kepadanya. Tidak banyak sih, hanya seribu rupiah, namun rutin,nyaris setiap hari. Untuk seorang anak yang tidak dibekali uang saku, diberi uang gratisan begitu tentu amat sangat menyenangkan. Namun yang membuat kutergelitik untuk menelisik lebih lanjut adalah apa alasan temannya begitu royal laksana Robin Hood, menghambur-hamburkan uang kepada khalayak ramai? Ada apa gerangan? (ah dasar psikolog kali ya, semua ditelaah dari kacamata psikologis, hehe...)
Selidik punya selidik, si A -- katakan saja begitu -- bukan seorang anak yang populer di kelas, justru dia termasuk anak penyendiri dan tertutup. Teman yang cukup dekat dengannya nyaris tak ada dan bisa dihitung dengan jari. Mungkin baru belakangan disadarinya tentng kondisi dirinya ini, dan dia melakukan upaya "membeli persahabatan" dengan bermurah hati berbagi uang jajannya yang mungkin lumayan besar untuk anak seusianya.
Aku kasihan, sangat kasihan, dengan si A. Tidakkah dia menyadari bahwa sebuah cinta yang tulus, persahabatan yang sejati, tidak akan pernah sanggup deibeli dengan sebuah 'kemurahan hati' palsu? Dan yang kian membuat trenyuh adalah bahwa fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi pada usia kanak-kanak, tetapi juga kemungkinan berkembang di saat seseorang sudah menginjak usia dewasa. Aku pernah beberapa kali menghadapi orang-orang seperti ini, menjejaliku dengan banyak hadiah, sementara rasanya aku tidak punya sekeping kecocokan cara pandang, hobi, atau apalah yang bisa kumunculkan untuk jadi respek dengan dirinya. So, hadiah-hadiahnya ya sekedar benda mati saja, memori tak bermakna dan tak bernyawa...
Adakah teman-teman punya pengalaman serupa? Ayo bagi dong ceritanya...
Selidik punya selidik, si A -- katakan saja begitu -- bukan seorang anak yang populer di kelas, justru dia termasuk anak penyendiri dan tertutup. Teman yang cukup dekat dengannya nyaris tak ada dan bisa dihitung dengan jari. Mungkin baru belakangan disadarinya tentng kondisi dirinya ini, dan dia melakukan upaya "membeli persahabatan" dengan bermurah hati berbagi uang jajannya yang mungkin lumayan besar untuk anak seusianya.
Aku kasihan, sangat kasihan, dengan si A. Tidakkah dia menyadari bahwa sebuah cinta yang tulus, persahabatan yang sejati, tidak akan pernah sanggup deibeli dengan sebuah 'kemurahan hati' palsu? Dan yang kian membuat trenyuh adalah bahwa fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi pada usia kanak-kanak, tetapi juga kemungkinan berkembang di saat seseorang sudah menginjak usia dewasa. Aku pernah beberapa kali menghadapi orang-orang seperti ini, menjejaliku dengan banyak hadiah, sementara rasanya aku tidak punya sekeping kecocokan cara pandang, hobi, atau apalah yang bisa kumunculkan untuk jadi respek dengan dirinya. So, hadiah-hadiahnya ya sekedar benda mati saja, memori tak bermakna dan tak bernyawa...
Adakah teman-teman punya pengalaman serupa? Ayo bagi dong ceritanya...
Tuesday, November 25, 2008
PELAJARAN DARI IBRAHIM...
Sebentar lagi kita jelang Iedul Adha, insya Allah jika Dia masih memberi kita umur... Kuteringat tausiyah Subuh yang pernah dibawakan ustadz Qomar di masjid DT Bandung, beberapa pekan lalu, yang mengupas tentang hal ini.
Menurut ustadz Qomar, banyak sekali ibroh/pelajaran yang bisa kita kutip dari Nabi Ibrahim. Beliau tergolong "Khalinullah" atau orang yang teramat mencintai Allah. Saking cintanya beliau kepada Allah, saat dihisab, beliau sempat merasa malu teramat sangat, karena pernah 1 kali berbohong, yaitu ketika ditanya oleh Raja NAmrud soal siapa yang yang menghancurkan berhala.
Subhanallah, untuk 'kebohongan putih' atau berbohong demi kebenaran saja beliau mampu merasa malu, bagaimana dengan kita, yang mungkin saja dengan ringan hati berbohong setiap saat, demi pencapaian nafsu-nafsu kita? Berbohong kepada istri, kepada anak, kepada orang tua, atau mungkin kepada atasan kita, karena malas, pusing, sedang bete di rumah, atau 1001 alasan lainnya? Padahal pernahkah kita menyadarai bahwa tidak ada satu detikpun waktu yang luput dari pengamatan Allah?
Ustadz Qomar mengingatkan kita untuk berhati-hati dengan pikiran kita karena pikiran bisa menjelma jadi ucapan, hati-hati dengan ucapan, sebab dapat berwujud menjadi perbuatan. Berhati-hatilah dengan perbuatan karena salah-salah bisa jadi kebiasaan, dan kemudian 'membesar' menjadi watak/karakter kita nantinya, dan semua itu pada akhirnya akan menentukan nasib kita. Naudzubillahi min dzaalik!
Adapun pelajaran dari perintah Allah untuk menyembelih Ismail:
1. Tidak ada dalam Islam, mencapai sukses/keberhasilan dengan mengorbankan orang lain (sikut kiri-kanan, menyakiti hati otang, merampas haknya), sekalipun dibungkus untuk tujuan Allah
2. Sifat-sifat kebinatangan harus dimusnahkan dari dalam diri, ini terkait dengan HALAL-HARAM
3. Untuk meraih keberhasilan, perlu dukungan keluarga, termasuk di dalamnya pola komunikasi, visi-misi, dan kesabaran.
Ada 4 tipe rumah tangga, yaitu suami saleh, istri durhaka (keluarga Nabi Luth dan Nuh); istri salehah, suami durhaka (keluarga Fir'aun); suami-istri durhaka/kafir (keluarga Abu Jahal); dan suami-istri saleh/ah (keluarga Nabi Ibrahim, Rasulullah).
4. Dalam melaksanakan kebaikan, sangat perlu doa yang kontinu dipanjatkan kepada-Nya, yaitu: "Laa hawla walaa quwwata illa billaah..."
"Barangsiapa yang hatinya merindukan untuk bersua dengan-Ku, maka suatu hari kelak akan Kuizinkan mereka untuk bersua dengan-Ku..."
Duh Gusti Allah, Sang Penggenggam Jiwa, kian bergema saja rindu ini di tiap hela nafasku, membuncah laksana bunga mekar sepanjang waktu...
Menurut ustadz Qomar, banyak sekali ibroh/pelajaran yang bisa kita kutip dari Nabi Ibrahim. Beliau tergolong "Khalinullah" atau orang yang teramat mencintai Allah. Saking cintanya beliau kepada Allah, saat dihisab, beliau sempat merasa malu teramat sangat, karena pernah 1 kali berbohong, yaitu ketika ditanya oleh Raja NAmrud soal siapa yang yang menghancurkan berhala.
Subhanallah, untuk 'kebohongan putih' atau berbohong demi kebenaran saja beliau mampu merasa malu, bagaimana dengan kita, yang mungkin saja dengan ringan hati berbohong setiap saat, demi pencapaian nafsu-nafsu kita? Berbohong kepada istri, kepada anak, kepada orang tua, atau mungkin kepada atasan kita, karena malas, pusing, sedang bete di rumah, atau 1001 alasan lainnya? Padahal pernahkah kita menyadarai bahwa tidak ada satu detikpun waktu yang luput dari pengamatan Allah?
Ustadz Qomar mengingatkan kita untuk berhati-hati dengan pikiran kita karena pikiran bisa menjelma jadi ucapan, hati-hati dengan ucapan, sebab dapat berwujud menjadi perbuatan. Berhati-hatilah dengan perbuatan karena salah-salah bisa jadi kebiasaan, dan kemudian 'membesar' menjadi watak/karakter kita nantinya, dan semua itu pada akhirnya akan menentukan nasib kita. Naudzubillahi min dzaalik!
Adapun pelajaran dari perintah Allah untuk menyembelih Ismail:
1. Tidak ada dalam Islam, mencapai sukses/keberhasilan dengan mengorbankan orang lain (sikut kiri-kanan, menyakiti hati otang, merampas haknya), sekalipun dibungkus untuk tujuan Allah
2. Sifat-sifat kebinatangan harus dimusnahkan dari dalam diri, ini terkait dengan HALAL-HARAM
3. Untuk meraih keberhasilan, perlu dukungan keluarga, termasuk di dalamnya pola komunikasi, visi-misi, dan kesabaran.
Ada 4 tipe rumah tangga, yaitu suami saleh, istri durhaka (keluarga Nabi Luth dan Nuh); istri salehah, suami durhaka (keluarga Fir'aun); suami-istri durhaka/kafir (keluarga Abu Jahal); dan suami-istri saleh/ah (keluarga Nabi Ibrahim, Rasulullah).
4. Dalam melaksanakan kebaikan, sangat perlu doa yang kontinu dipanjatkan kepada-Nya, yaitu: "Laa hawla walaa quwwata illa billaah..."
"Barangsiapa yang hatinya merindukan untuk bersua dengan-Ku, maka suatu hari kelak akan Kuizinkan mereka untuk bersua dengan-Ku..."
Duh Gusti Allah, Sang Penggenggam Jiwa, kian bergema saja rindu ini di tiap hela nafasku, membuncah laksana bunga mekar sepanjang waktu...
Monday, November 24, 2008
DI ATAS BATU
oleh: Sapardi Djoko Damono
ia duduk di atas batu dan melempar-lemparkan kerikil ke tengah kali
ia gerak-gerakkan kaki-kakinya di air sehingga memercik ke sana ke mari
ia pandang sekeliling : matahari yang hilang - timbul di sela goyang daun-daunan, jalan setapak yang mendaki tebing kali, beberapa ekor capung
-- ia ingin yakin bahwa benar-benar berada di sini
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
ia duduk di atas batu dan melempar-lemparkan kerikil ke tengah kali
ia gerak-gerakkan kaki-kakinya di air sehingga memercik ke sana ke mari
ia pandang sekeliling : matahari yang hilang - timbul di sela goyang daun-daunan, jalan setapak yang mendaki tebing kali, beberapa ekor capung
-- ia ingin yakin bahwa benar-benar berada di sini
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
Friday, November 21, 2008
CAHAYA DI ATAS CAHAYA...
kini
senantiasa ada rasa berbeda
tatkala kutatap berita duka cita atau jenazah terbaring
kapankah 'kan tiba waktuku?
karena belakangan ini
begitu semarak membuncah
rindu menyesaki pori
semesta nafasku
hanya berisikan
asma-Nya semata
tak ada nama lain
tak ada nikmat lain selain kenikmatan berdua dengan-Nya
di keheningan malam
takkan pernah tergantikan
takkan pernah sudi kugantikan
cahaya-Nya
adalah
cahaya di atas cahaya
yang paling benderang
yang pernah ada
dalam kalbuku...
cimanggis, 21 nov '08
senantiasa ada rasa berbeda
tatkala kutatap berita duka cita atau jenazah terbaring
kapankah 'kan tiba waktuku?
karena belakangan ini
begitu semarak membuncah
rindu menyesaki pori
semesta nafasku
hanya berisikan
asma-Nya semata
tak ada nama lain
tak ada nikmat lain selain kenikmatan berdua dengan-Nya
di keheningan malam
takkan pernah tergantikan
takkan pernah sudi kugantikan
cahaya-Nya
adalah
cahaya di atas cahaya
yang paling benderang
yang pernah ada
dalam kalbuku...
cimanggis, 21 nov '08
Thursday, November 20, 2008
KEUTAMAAN TAHAJJUD
(TAUSIYAH TEH NINIH DALAM MALAM MUHASABAH MUSLIMAH, 15 NOVEMBER 2008)
Ada 3 amalan yang menjamin seseorang masuk surga-Nya, yaitu mengucapkan salam, memberi makan kepada orang lain, serta mendirikan shalat malam ketika orang lain tertidur lelap. Insya Allah ia akan memperoleh surga dunia-akhirat, subhanallah!
Adapun waktu-waktu utama untuk shalat malam:
1. 1/3 malam pertama yaitu antara waktu sesudah Isya hingga pukul 10, disebut sebagai WAKTU SANGAT UTAMA,
2. 1/3 malam kedua, yaitu antara pukul 10 sampai jam 1, disebut WAKTU LEBIH UTAMA,
3. 1/3 malam ketiga/terakhir, yaitu antara pukul 1 malam hingga sebelum waktu Subuh, disebut WAKTU PALING UTAMA
Dari penjelasan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa waktu utama untuk shalat tahajjud sebaiknya dilaksanakan di atas pukul 1. Rasulullah dan para sahabat beliau umumnya shalat selama kurang lebih 2 jam, antara pukul setengah dua hingga setengah empat, diawali dengan 2 rakaat shalat iftitah (pembuka, surah-surah pendek yang dibaca, sebagai penyemangat), lalu dilanjutkan dengan 8 rakaat shalat tahjjud, dengan bacaan yang lebih panjang/berat, dan ditutup dengan 3 rakaat witir. Kadangkala, Rasulullah juga shalat sebanyak 11 rakaat atau 13 rakaat, dan 1 witir.
Kata Teteh, pernah ada penelitian terhadap anak-anak yang selama 45 hari istiqamah untuk qiyamullail, ternyata hasilnya menunjukkan mereka yang terus kontinu shalat malam selama 45 hari penuh tampak lebih tenang dan mampu mengendalikan diri. Artinya survei berhasil membuktikan bahwa shalat tahajjud memberi efek positif terhadap kesehatan jiwa seseorang. Bahkan dari segi medis, juga telah terbukti bahwa mereka yang menderita kanker dan tekun mendirikan shalat malam, pertumbuhan sel-sel kankernya berhasil diredam dan disembuhkan! Apalagi untuk kita yang selama ini sehat wal afiat ya, insya Allah akan kian bugar?
Surah yang terkait dengan anjuran untuk bertahajjud adalah QS Al-Israa', 79-81:
[17.79] Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.
[17.80] Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.
[17.81] Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
Selain itu juga QS Ali Imran: 190-200, di mana salah satu adab yang dianjurkan dilakukan sebelum bertahajjud adalah membacakan ayat-ayat surah Ali Imran ini seraya menatap langit...
[3.190] Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
[3.191] (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
[3.192] Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolongpun.
[3.193] Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.
[3.194] Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji."
[3.195] Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
[3.196] Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.
[3.197] Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahanam; dan Jahanam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.
[3.198] Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan-nya bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti.
[3.199] Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan-nya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.
[3.200] Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.
Beberapa tips supaya shalat malam kita terasa kenikmatannya antara lain:
- Khalifah Umar selalu shalat witir sebelum tidur
- Coba ditartilkan supaya lebih semangat,
- bersiwak dulu agar lebih khusyu',
- punya mihrab sendiri,sehingga shalat, muraja'ah, baca tafsir, maupun dzikir kian khusyu' dan tenang,
- senantiasa memanjatkan doa kepada Allah agar mengenyahkan ilah-ilah lain sehingga seluruh rongga hati dan pori-pori kita ini hanya berisi ingatan-ingatan tunggal kepada-Nya semata
-banyak mengingat mati, sehingga hati ini makin lembut dan mudah menangis, ingat dosa-dosa kita yang bertumpuk
- untuk ibu rumah tangga, bila terkendala dengan jadwal tamu bulanan, sebaiknya memaksimalkan dhuha 12 rakaat.
Subhanallah, insya Allah perjuangan berat untuk menghadiri Muhasabah ini sungguh teramat tak berarti dengan nilai kajian Teteh...
"Hati-hatilah dengan waktu, jangan terlena dengan kenikmatan dunia yang penuh tipu daya dan hanya fatamorgana..."
Ada 3 amalan yang menjamin seseorang masuk surga-Nya, yaitu mengucapkan salam, memberi makan kepada orang lain, serta mendirikan shalat malam ketika orang lain tertidur lelap. Insya Allah ia akan memperoleh surga dunia-akhirat, subhanallah!
Adapun waktu-waktu utama untuk shalat malam:
1. 1/3 malam pertama yaitu antara waktu sesudah Isya hingga pukul 10, disebut sebagai WAKTU SANGAT UTAMA,
2. 1/3 malam kedua, yaitu antara pukul 10 sampai jam 1, disebut WAKTU LEBIH UTAMA,
3. 1/3 malam ketiga/terakhir, yaitu antara pukul 1 malam hingga sebelum waktu Subuh, disebut WAKTU PALING UTAMA
Dari penjelasan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa waktu utama untuk shalat tahajjud sebaiknya dilaksanakan di atas pukul 1. Rasulullah dan para sahabat beliau umumnya shalat selama kurang lebih 2 jam, antara pukul setengah dua hingga setengah empat, diawali dengan 2 rakaat shalat iftitah (pembuka, surah-surah pendek yang dibaca, sebagai penyemangat), lalu dilanjutkan dengan 8 rakaat shalat tahjjud, dengan bacaan yang lebih panjang/berat, dan ditutup dengan 3 rakaat witir. Kadangkala, Rasulullah juga shalat sebanyak 11 rakaat atau 13 rakaat, dan 1 witir.
Kata Teteh, pernah ada penelitian terhadap anak-anak yang selama 45 hari istiqamah untuk qiyamullail, ternyata hasilnya menunjukkan mereka yang terus kontinu shalat malam selama 45 hari penuh tampak lebih tenang dan mampu mengendalikan diri. Artinya survei berhasil membuktikan bahwa shalat tahajjud memberi efek positif terhadap kesehatan jiwa seseorang. Bahkan dari segi medis, juga telah terbukti bahwa mereka yang menderita kanker dan tekun mendirikan shalat malam, pertumbuhan sel-sel kankernya berhasil diredam dan disembuhkan! Apalagi untuk kita yang selama ini sehat wal afiat ya, insya Allah akan kian bugar?
Surah yang terkait dengan anjuran untuk bertahajjud adalah QS Al-Israa', 79-81:
[17.79] Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.
[17.80] Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.
[17.81] Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
Selain itu juga QS Ali Imran: 190-200, di mana salah satu adab yang dianjurkan dilakukan sebelum bertahajjud adalah membacakan ayat-ayat surah Ali Imran ini seraya menatap langit...
[3.190] Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
[3.191] (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
[3.192] Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolongpun.
[3.193] Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.
[3.194] Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji."
[3.195] Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
[3.196] Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.
[3.197] Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahanam; dan Jahanam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.
[3.198] Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan-nya bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti.
[3.199] Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan-nya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.
[3.200] Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.
Beberapa tips supaya shalat malam kita terasa kenikmatannya antara lain:
- Khalifah Umar selalu shalat witir sebelum tidur
- Coba ditartilkan supaya lebih semangat,
- bersiwak dulu agar lebih khusyu',
- punya mihrab sendiri,sehingga shalat, muraja'ah, baca tafsir, maupun dzikir kian khusyu' dan tenang,
- senantiasa memanjatkan doa kepada Allah agar mengenyahkan ilah-ilah lain sehingga seluruh rongga hati dan pori-pori kita ini hanya berisi ingatan-ingatan tunggal kepada-Nya semata
-banyak mengingat mati, sehingga hati ini makin lembut dan mudah menangis, ingat dosa-dosa kita yang bertumpuk
- untuk ibu rumah tangga, bila terkendala dengan jadwal tamu bulanan, sebaiknya memaksimalkan dhuha 12 rakaat.
Subhanallah, insya Allah perjuangan berat untuk menghadiri Muhasabah ini sungguh teramat tak berarti dengan nilai kajian Teteh...
"Hati-hatilah dengan waktu, jangan terlena dengan kenikmatan dunia yang penuh tipu daya dan hanya fatamorgana..."
Wednesday, November 19, 2008
RENUNGAN INDAH
oleh: W.S. Rendra
Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya : mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ???
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua
"derita" adalah hukum bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh
dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja".....
Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya : mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ???
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua
"derita" adalah hukum bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh
dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja".....
Tuesday, November 18, 2008
10 LUBANG BIOPORI DI RUMAHKU...
Berubah! hehe, emangnya Power-Rangers yah ;p Eng, maksudku tuh taman di rumah. Sesudah kasak-kusuk sana-sini, investigasi kelas wahid perihal tukang taman yang sreg (sreg kelakuan plus harga gitu, hehe...), akhirnya bersualah kami dengan tukang taman tetangga yang cucoklah tarif harganya dengan isi kantong alias budget erte.
Singkat cerita, sepekan sesudah lebaran barulah dia berkesempatan menrenov tamanku. Pada zaman dahulu kala, tamanku berbentuk taman kering, kering banget malah alias lebih banyak hamparan batunya dibanding tanamannya (nih sebenernya niat ngga seeh punya taman??). Alasanku dulu yang utama adalah karena aku sangat sadar betul dengan diriku (halah, gayya banget diksinya mbok,hehe...) yang kurang hobi berkebun, include Abang, sementara ada taman lumayan luas di halaman muka rumah, yo wis kututup permukaannya dengan didominasi bebatuan. Naah, kemarin itu cakap punya cakap dengan bang Neli -- nama si tukang taman -- dihasilkanlah sebuah MoU untuk mengangkat mayoritas batu-batu itu untuk diganti dengan rumput gajah mini, menata ulang tanaman yang ada, mengecat lagi border atau pembatas dan batu injakan, dan sebagainya.
Nah, aku lantas teringat dengan himbauan untuk "Go Green" yang sedang marak belakangan ini, yang kupikir tidak ada salahnya diterapkan di lingkungan kita sendiri. Ya sudah, aku pesan sekalian ke bang Neli (bukan singkatan nenek lincah lho, wong ini bapak sejati, bukan mbok-mbok, apalagi mbah-mbah, hihi...) untuk bikin sepuluh lubang biopori di bagian yang ditanami rumput. Dan alhamdulillah, sekarang sudah ada sepuluh lubang, meski tidak bermakna banyak, paling tidak kita sudah berbuat, menyumbang sekecil upaya yang kita bisa demi bumi ini. Setuju?
Singkat cerita, sepekan sesudah lebaran barulah dia berkesempatan menrenov tamanku. Pada zaman dahulu kala, tamanku berbentuk taman kering, kering banget malah alias lebih banyak hamparan batunya dibanding tanamannya (nih sebenernya niat ngga seeh punya taman??). Alasanku dulu yang utama adalah karena aku sangat sadar betul dengan diriku (halah, gayya banget diksinya mbok,hehe...) yang kurang hobi berkebun, include Abang, sementara ada taman lumayan luas di halaman muka rumah, yo wis kututup permukaannya dengan didominasi bebatuan. Naah, kemarin itu cakap punya cakap dengan bang Neli -- nama si tukang taman -- dihasilkanlah sebuah MoU untuk mengangkat mayoritas batu-batu itu untuk diganti dengan rumput gajah mini, menata ulang tanaman yang ada, mengecat lagi border atau pembatas dan batu injakan, dan sebagainya.
Nah, aku lantas teringat dengan himbauan untuk "Go Green" yang sedang marak belakangan ini, yang kupikir tidak ada salahnya diterapkan di lingkungan kita sendiri. Ya sudah, aku pesan sekalian ke bang Neli (bukan singkatan nenek lincah lho, wong ini bapak sejati, bukan mbok-mbok, apalagi mbah-mbah, hihi...) untuk bikin sepuluh lubang biopori di bagian yang ditanami rumput. Dan alhamdulillah, sekarang sudah ada sepuluh lubang, meski tidak bermakna banyak, paling tidak kita sudah berbuat, menyumbang sekecil upaya yang kita bisa demi bumi ini. Setuju?
Monday, November 17, 2008
DALAM BUS
oleh: SAPARDI DJOKO DAMONO
langit di kaca jendela bergoyang
terarah ke mana
wajah di kaca jendela yang dahulu juga
mengecil dalam pesona
sebermula adalah kata
baru perjalanan dari kota ke kota
demikian cepat
kita pun terperanjat: waktu henti ia tiada
langit di kaca jendela bergoyang
terarah ke mana
wajah di kaca jendela yang dahulu juga
mengecil dalam pesona
sebermula adalah kata
baru perjalanan dari kota ke kota
demikian cepat
kita pun terperanjat: waktu henti ia tiada
Friday, November 14, 2008
DELAYED IMPOSSIBILITY!
oleh: MARIO TEGUH
Sesuatu yang tidak mungkin, sesungguhnya bukan fakta. Tapi hanya ada dalam pikiran. Pikiran kita sendiri yang memenjara diri kita, yang membatasi kemampuan diri.
Ketika berpikir kita tidak bisa, maka dengan sendirinya kita akan mencari pembenaran dari pola pikir yang kita tanam tadi. Tindakan yang kemudian diambil akan merupakan hasil dari ketidakmungkinan yang kita ciptakan sendiri.
Bila saja kita mampu mengikis rasa ketidakmungkinan dalam pikiran, maka potensi kita dengan sendirinya akan mengalir bagai air bah.
Ketidakmungkinan hanyalah masalah waktu. Yang tidak mungkin di masa lalu, menjadi harapan dan cita-cita dimasa kini. Dan harusnya menjadi kenyataan di masa depan.
Tidak ada ketidakmungkinan, kecuali kita ijinkan pikiran kita sendiri yang membatasi.
Sewaktu kita mengatakan, "ah tidak mungkin bagi saya untuk mencapai hal itu", ketika itupula kita mematikan api impian dan harapan.
Ada empat kekuatan yang bisa dicoba untuk menekan ketidak-mungkinan yang menggerogoti impian kita:
Imaginasi
Imaginasi adalah kekuatan kreatif untuk menggambarkan keadaan ideal yang kita inginkan.
Bayangkan seandainya hal yang menurut pikiran tadi tidak mungkin, menjadi hal yang sangat mungkin dan sudah terjadi. Rasakan perasaan bahagia yang ditimbulkan.
Hasrat kita akan timbul dan mendorong bagi pencapaian impian kita menjadi hal yang mungkin terjadi.
Kecintaan
Dengan kecintaan akan memunculkan kualitas terbaik dari kita. Cintai pekerjaan Anda saat ini. Cintai kondisi keluarga Anda saat ini. Cintai semua anugerah yang telah Tuhan berikan bagi kita.
Tidak ada yang tidak mungkin bila kekuatan cinta bicara
Tindakan
Lakukan satu upaya yang akan menentukan langkah Anda selanjutnya. Anda tidak akan berubah bila tidak ada tindakan yang dilakukan.
Mulai dari yang paling mungkin dapat Anda lakukan, sekecil apapun.
Setiap tindakan kecil yang kita ambil akan menghapus jejak ketidakmungkinan menjadi sesuatu yang mungkin.
Kesabaran
Kesabaran akan menghantarkan kita kearah lebih baik. Sebesar apapun hasil yang didapat, hormati diri Anda sendiri.
Beri penghargaan pada kekuatan sabar yang Anda kelola. Sayangi diri Anda, sesungguhnya Tuhan beserta orang-orang yang sabar. Sabar setelah melakukan suatu ikhtiar.
Jangan pernah hapus impian. Karena orang yang tidak punya mimpi, tidak mungkin mempunyai rencana. Sedang rencana yang masuk akal adalah proses untuk membangun kekuatan.
Sesuatu yang tidak mungkin, sesungguhnya bukan fakta. Tapi hanya ada dalam pikiran. Pikiran kita sendiri yang memenjara diri kita, yang membatasi kemampuan diri.
Ketika berpikir kita tidak bisa, maka dengan sendirinya kita akan mencari pembenaran dari pola pikir yang kita tanam tadi. Tindakan yang kemudian diambil akan merupakan hasil dari ketidakmungkinan yang kita ciptakan sendiri.
Bila saja kita mampu mengikis rasa ketidakmungkinan dalam pikiran, maka potensi kita dengan sendirinya akan mengalir bagai air bah.
Ketidakmungkinan hanyalah masalah waktu. Yang tidak mungkin di masa lalu, menjadi harapan dan cita-cita dimasa kini. Dan harusnya menjadi kenyataan di masa depan.
Tidak ada ketidakmungkinan, kecuali kita ijinkan pikiran kita sendiri yang membatasi.
Sewaktu kita mengatakan, "ah tidak mungkin bagi saya untuk mencapai hal itu", ketika itupula kita mematikan api impian dan harapan.
Ada empat kekuatan yang bisa dicoba untuk menekan ketidak-mungkinan yang menggerogoti impian kita:
Imaginasi
Imaginasi adalah kekuatan kreatif untuk menggambarkan keadaan ideal yang kita inginkan.
Bayangkan seandainya hal yang menurut pikiran tadi tidak mungkin, menjadi hal yang sangat mungkin dan sudah terjadi. Rasakan perasaan bahagia yang ditimbulkan.
Hasrat kita akan timbul dan mendorong bagi pencapaian impian kita menjadi hal yang mungkin terjadi.
Kecintaan
Dengan kecintaan akan memunculkan kualitas terbaik dari kita. Cintai pekerjaan Anda saat ini. Cintai kondisi keluarga Anda saat ini. Cintai semua anugerah yang telah Tuhan berikan bagi kita.
Tidak ada yang tidak mungkin bila kekuatan cinta bicara
Tindakan
Lakukan satu upaya yang akan menentukan langkah Anda selanjutnya. Anda tidak akan berubah bila tidak ada tindakan yang dilakukan.
Mulai dari yang paling mungkin dapat Anda lakukan, sekecil apapun.
Setiap tindakan kecil yang kita ambil akan menghapus jejak ketidakmungkinan menjadi sesuatu yang mungkin.
Kesabaran
Kesabaran akan menghantarkan kita kearah lebih baik. Sebesar apapun hasil yang didapat, hormati diri Anda sendiri.
Beri penghargaan pada kekuatan sabar yang Anda kelola. Sayangi diri Anda, sesungguhnya Tuhan beserta orang-orang yang sabar. Sabar setelah melakukan suatu ikhtiar.
Jangan pernah hapus impian. Karena orang yang tidak punya mimpi, tidak mungkin mempunyai rencana. Sedang rencana yang masuk akal adalah proses untuk membangun kekuatan.
Thursday, November 13, 2008
SLIDING WITH STYLE
Jumat kemarin sungguh hari yang penuh romantika, selayaknya sebuah kehidupan utuh itu sendiri. Sepagian aku sudah menggenjot sepeda kesayangan, lengkap dengan helm kuning kemuning, hendak rapat di sekolah anakku. Ternyata teman-teman sudah tiba lebih dahulu, dan mereka mengomentariku yang menikmati betul wara-wiri dengan sepedaku itu. Seingatku, aku hanya tersenyum-senyum saja. Sejam kemudian, rapat selesai dan akupun langsung kabur ke kolam renang, mengejar matahari yang kian meninggi.
Bermunajat dalam doa, sekaligus menghafal surah, tugasku hari ini untuk kusetor pada guru tahfidzku, alhamdulillah dimudahkan Allah SWT. Saat kembali ke laptop eh ke sekolah karena harus membayar SPP anak-anak, hujan mulai mengguyur. Bersicepat dengan waktu jumatan, segera kukayuh sepeda ke saung lokasi guru tahfidzku berada. Di sana lagi-lagi salah satu guru ngajiku bertanya ini-itu tentang "semangat gowes"-ku dengan kendaraan favoritku ini. Begitu pula ketika berteduh di tukang gado-gado, sang ibu juga berkomentar sama.
Mungkin ujian, mungkin sudah 'jatahku' hari Jumat itu, siang itu jam 12, ketika aku tergesa ingin sampai di rumah dan menghindari berpapasan dengan kaum bapak yang pulang dari masjid (untuk ke rumahku, jalur sepeda harus melewati masjid besar di kompleks), aku dan sepedaku meluncur dengan anggunnya dari turunan curam itu. Yang terekam di kepalaku, sepedaku rebah lebih dulu, miring ke kanan, dan aku merasa, seolah diletakkan di sisi kanan sepedaku dengan lembut, merosot ke ujung jalanan bawah dengan biasa saja, padahal logikanya bisa saja aku terpelanting keras menuju selokan. Dan percaya atau tidak, sama sekali tidak ada memar dan luka gores, so far so good until today...
Subhanallah, ada malaikatkah yang menjagaku? Apa karena tadi aku sempat berinfaq *** di masjid itu sehingga Allah meringankan insiden ini? Wallahu'alam bishshawab...
Aku jadi teringat bapakku. 2 kali beliau terkena musibah, pertama kali terjatuh dari atap asbes rumah dengan ketinggian 3 meter seraya memeluk putri pertamaku, dan beliau baik-baik saja. Padahal 2 orang tetangga Bapak harus digips dan memakai kruk selama berbulan-bulan, sementara satunya lagi harus rutin ke dukun patah tulang. Kejadian lainnya, saat beliau ditabrak motor dengan kecepatan tinggi ketika menyeberang jalan menuju gang rumahnya. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa ini menuturkan bahwa meski terkena benturan keras dan terkapar di aspal jalan, tubuh bapak seolah selembar daun kering, melayang dan mendarat dengan lembut. Memang ada cukup banyak luka jahitan di kepala dan goresan di lengannya, tapi selebihnya, beliau dalam kondisi stabil.
Ibuku menduga mungkinkah ini karena bapakku tidak pernah meninggalkan shalat malamnya, meski di saat lelah sekalipun, meski beliau baru tidur pukul 12 malam? Ah rahasia Allah, siapatah juga yang bisa mengungkapnya, manusia hanya bisa menduga-duga...
Bermunajat dalam doa, sekaligus menghafal surah, tugasku hari ini untuk kusetor pada guru tahfidzku, alhamdulillah dimudahkan Allah SWT. Saat kembali ke laptop eh ke sekolah karena harus membayar SPP anak-anak, hujan mulai mengguyur. Bersicepat dengan waktu jumatan, segera kukayuh sepeda ke saung lokasi guru tahfidzku berada. Di sana lagi-lagi salah satu guru ngajiku bertanya ini-itu tentang "semangat gowes"-ku dengan kendaraan favoritku ini. Begitu pula ketika berteduh di tukang gado-gado, sang ibu juga berkomentar sama.
Mungkin ujian, mungkin sudah 'jatahku' hari Jumat itu, siang itu jam 12, ketika aku tergesa ingin sampai di rumah dan menghindari berpapasan dengan kaum bapak yang pulang dari masjid (untuk ke rumahku, jalur sepeda harus melewati masjid besar di kompleks), aku dan sepedaku meluncur dengan anggunnya dari turunan curam itu. Yang terekam di kepalaku, sepedaku rebah lebih dulu, miring ke kanan, dan aku merasa, seolah diletakkan di sisi kanan sepedaku dengan lembut, merosot ke ujung jalanan bawah dengan biasa saja, padahal logikanya bisa saja aku terpelanting keras menuju selokan. Dan percaya atau tidak, sama sekali tidak ada memar dan luka gores, so far so good until today...
Subhanallah, ada malaikatkah yang menjagaku? Apa karena tadi aku sempat berinfaq *** di masjid itu sehingga Allah meringankan insiden ini? Wallahu'alam bishshawab...
Aku jadi teringat bapakku. 2 kali beliau terkena musibah, pertama kali terjatuh dari atap asbes rumah dengan ketinggian 3 meter seraya memeluk putri pertamaku, dan beliau baik-baik saja. Padahal 2 orang tetangga Bapak harus digips dan memakai kruk selama berbulan-bulan, sementara satunya lagi harus rutin ke dukun patah tulang. Kejadian lainnya, saat beliau ditabrak motor dengan kecepatan tinggi ketika menyeberang jalan menuju gang rumahnya. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa ini menuturkan bahwa meski terkena benturan keras dan terkapar di aspal jalan, tubuh bapak seolah selembar daun kering, melayang dan mendarat dengan lembut. Memang ada cukup banyak luka jahitan di kepala dan goresan di lengannya, tapi selebihnya, beliau dalam kondisi stabil.
Ibuku menduga mungkinkah ini karena bapakku tidak pernah meninggalkan shalat malamnya, meski di saat lelah sekalipun, meski beliau baru tidur pukul 12 malam? Ah rahasia Allah, siapatah juga yang bisa mengungkapnya, manusia hanya bisa menduga-duga...
Wednesday, November 12, 2008
SEBUAH TAMAN SORE HARI
oleh: SAPARDI DJOKO DAMONO
Dari sayap-sayap burung kecil itu
Berguguran sepi, sepiku
Saat terhenti di sebuah taman kota ini
Daun jatuh di atas bangku, bagai mimpi
Di antara datang dan suatu kali pergi
Beribu lonceng berbunyi
Kekal sewaktu bercakap kepada hati
Lalu kepada bumi. Di sini aku menanti
1967
Dari sayap-sayap burung kecil itu
Berguguran sepi, sepiku
Saat terhenti di sebuah taman kota ini
Daun jatuh di atas bangku, bagai mimpi
Di antara datang dan suatu kali pergi
Beribu lonceng berbunyi
Kekal sewaktu bercakap kepada hati
Lalu kepada bumi. Di sini aku menanti
1967
Tuesday, November 11, 2008
KASIH SAYANG TERAKHIR...
Malam itu, jari-jemarinya lembut mengusap rambut ibunda tercinta. dibasuhnya shampoo itu dengan hati-hati, seolah takut melukai dan menyakiti beliau. Sementara tak jauh, berdiri sang isteri yang juga tengah menyabuni sela-sela jemari kaki sang ibunda yang terbujur kaku. Tatapan matanya, bahasa tubuhnya, berbicara melebihi kata-kata yang minim terucapkan, menyiratkan kasih sayang seorang anak dan anak menantu... Ya, Ahad malam kemarin aku jadi saksi acara pemandian jenazah, dan baru kali ini aku menyaksikannya sejak awal hingga selesai.
Pelajaran tak ternilai yang kuamati malam itu adalah betapa tulus kasih sayang sang anak dan terutama menantu, terhadap mertuanya, seolah tak ada lagi jarak bahwa yang dimandikan 'hanyalah' ibu mertuanya. Sudah lebur jadi satu pemikiran bahwa ibu dari sang suami notabene juga ibundanya sendiri, sebagaimana ibu kandungnya, ibu yang melahirkannya. Penghormatan, cinta, dan kasih yang dicurahkan pada detik-detik terakhir jelang dikafani, dishalatkan, dan dibawa ke tempat peristirahatan yang abadi sungguh teraba hingga denyut kalbuku... Subhanallah, mendengar tekadnya untuk membahagiakan sang ibu mertua hingga ajal menjemput, laksana mengingatkanku akan keindahan tiada tara hubungan harmonis dua anak manusia yang selama ini acapkali lazim berseteru. Ah, aku jadi merenung, sudah seberapa jauh darma baktiku kepada ibu mertuaku seorang, sudah seberapa menyatunya hati kami...
Satu hal pasti, Allah sedemikian bijak merancang skenario malam itu untukku, untuk kami berdua, untuk kami semua...
***
If you are ever going to love me
Love me now while I can know
The sweet and tender feelings
Which from true affection flow
If you have tender thoughts of me
Please tell me now
If you wait until I am sleeping
Never will be death between us
And I won't hear you then
Love me now while I am living
Do not wait until I am gone
And then have it chiseled in marble
Sweet words on ice-cold stone
So if you love me, even a little bit
Let me know while I am living
So that I can treasure it
Pelajaran tak ternilai yang kuamati malam itu adalah betapa tulus kasih sayang sang anak dan terutama menantu, terhadap mertuanya, seolah tak ada lagi jarak bahwa yang dimandikan 'hanyalah' ibu mertuanya. Sudah lebur jadi satu pemikiran bahwa ibu dari sang suami notabene juga ibundanya sendiri, sebagaimana ibu kandungnya, ibu yang melahirkannya. Penghormatan, cinta, dan kasih yang dicurahkan pada detik-detik terakhir jelang dikafani, dishalatkan, dan dibawa ke tempat peristirahatan yang abadi sungguh teraba hingga denyut kalbuku... Subhanallah, mendengar tekadnya untuk membahagiakan sang ibu mertua hingga ajal menjemput, laksana mengingatkanku akan keindahan tiada tara hubungan harmonis dua anak manusia yang selama ini acapkali lazim berseteru. Ah, aku jadi merenung, sudah seberapa jauh darma baktiku kepada ibu mertuaku seorang, sudah seberapa menyatunya hati kami...
Satu hal pasti, Allah sedemikian bijak merancang skenario malam itu untukku, untuk kami berdua, untuk kami semua...
***
If you are ever going to love me
Love me now while I can know
The sweet and tender feelings
Which from true affection flow
If you have tender thoughts of me
Please tell me now
If you wait until I am sleeping
Never will be death between us
And I won't hear you then
Love me now while I am living
Do not wait until I am gone
And then have it chiseled in marble
Sweet words on ice-cold stone
So if you love me, even a little bit
Let me know while I am living
So that I can treasure it
Friday, November 7, 2008
NAMA PASARAN? NASIB NASIB…
Sudah lumrah orang memiliki nama depan yang sama, bahkan pasaran alias banyak dipakai di segala penjuru negeri. Ngga usah jauh-jauh, artis muda Indonesia, sebut saja yang sedang naik daun, BCL alias Bunga Citra Lestari dan Bunga Zaenal, juga Indra Bekti, Indra Lesmana, dan Indra Lesmana Brugman. Sedang para artis mancanegara aja banyak juga kok yang begitu. Paling gampang sih sebut nama Jennifer, langsung deh berderet nama muncul, mulai JLo yang seksi, Jennifer Aniston, Jennifer Gardner, de el el. Senasib dengan para artis, aku pernah mengalami ketidaknyamanan dan kekonyolan karena namaku. Aku yakin tidak pernah terbersit sedikitpun di benak bapakku untuk membuatku merasa ngga sreg dengan namaku, wong arti namaku aja indaaah sekali (ge-er banget yah?), Diana yang (insya Allah) hidupnya diridhai.
Dulu ketika aku masih duduk di SD, hingga kelas 5, aku tenang, tidak punya saingan nama yang sama. ‘Masalah’ mulai muncul saat ada murid baru yang keturunan indo, cantik jelita deh pokoknya. Namanya Diana Eduarita. Naah, untuk menghindari salah panggil, guru wali kelas membuat kebijakan baku, aku diberi ‘nama baru’ yaitu Diana A, dia Diana B. Tapi dasar karena merasa sudah berkuasa selama 5 tahun, sulit sekali rasanya menerima kondisi baru ini. Belum lagi saat teman-teman memanggil “Diana!”, aku langsung nengok, padahal yang dimaksud adalah Diana yang satu lagi! Yaa, aku langsung menengok balik arah dong, melengos sambil menahan malu maksudnya, haha…
Kisah ini berlanjut di SMP. Suatu saat aku akan berganti baju renang di GOR Bulungan. Biasalah, namanya perempuan, sambil ngantri di depan kamar ganti, iseng-iseng teman baru yang ngantri kamar sebelah menyapaku sok akrab. “Kenalan dong, nama kamu siapa?” Aku menyambut uluran tangannya dengan antusias, sambil tersenyum, “Diana. Kamu siapa?” Lha, ngga angin ngga ada badai, tahu-tahu dia menarik tangannya lagi. Penasaran aku bertanya,”lho, kenapa?” Eeh, tahu apa jawabnya? ”Ah, ngapain kenalan, wong namaku juga Diana.” Asli, aku bengong! Apa salah bunda mengandung sampai-sampai aku batal kenalan gara-gara nama yang serupa?
Di SMA, story kayak begini sempat vakum, tidak berlanjut. Tapi jangan dikira namaku tidak diutak-utik orang usil. Salah satu kakak kelasku, panggil saja Ucrit, jahil mengubah namaku menjadi “Dewi Bulan”. Waktu aku protes, sambil nyengir dia memberi alasan, “Diana itu kan nama dewi bulannya orang Yunani. Menurut gue, nama loe lebih oke gitu daripada Diana, pasaran tau ngga?” Lha, enak bener ya, bokap-nyokap bukan, seenak udelnya aja ganti-ganti nama orang? Tapi dasar bebal, dia terus saja teguh kukuh berlapis baja memanggilku dengan “Dewi Bulan”, bahkan sampai kami sama-sama kuliah di UI.
Yang lucu bin menggelikan, akhirnya dia ketemu batunya. Karena beda fakultas, jarang sekali kami ketemu. Nah, pas ketemu di halte depan waktu sama-sama nunggu bus kampus, kami pun ngobrol. Ujung-ujungnya dia teringat sesuatu, telunjuknya diketuk-ketuk ke keningnya. “Mm, gue kan manggil loe Dewi Bulan. Tapi, nggg… sebenarnya nama loe tuh siapa?” Haiyya, aku langsung ketawa terbahak-bahak deh, rasain, siapa suruh ganti nama orang? Ketempuan sendiri kan? Kubalas aja sambil ngacir ke halaman parkir fakultasku, “Crit, itu kuis dari gue ya. Ntar kapan ketemu, loe harus bisa jawab. Kalau ngga, loe harus traktir bakso ya!” Hahaha…
Kalau tadi kisahku, sekarang tentang anakku, Kuni. Namanya merupakan hadiah dari bapakku, dan karena sebelumnya jarang sekali ada yang bernama demikian, kami suka cita menerimanya, terkesan unik. Masalah baru timbul ketika uwa dari suami datang dari kampung dan menginap beberapa hari di rumah. Orangnya sungguh baik dan ramah, namun pelupa. Waktu pertama kali datang, dia sudah langsung menanyakan nama anakku. “Aduh cantiknya, siapa namanya Sayang?” Kunipun dengan malu-malu menjawab. Esoknya ketika sore-sore ingin jalan-jalan, dia mengajak anakku,”Yuk, Kinu, kita jalan-jalan.” Karena merasa bukan namanya, dia asyik saja dengan mainannya. Baru ketika kujelaskan bahwa namanya keliru, uwapun meminta maaf. Aku baru mulai curiga saat besok-besoknya uwa selalu salah menyebut dengan “Uni”, “Uci”, dan terakhir ketika hendak pamit, uwa seraya melambai-lambaikan tangannya dengan semangat 45 dan memanggil Kuni dengan,”Dadaaah Kunil!” Wadduh, anakku disamakan dengan tokoh kuda nil di Buncil, itu lho sisipan cerita anak-anak di Ayahbunda. Jauuuh beneerr deh…
Dipikir-pikir, mungkin kami memang keluarga dengan masalah nama. Suami juga tidak bisa menghindar dengan nama uniknya. Berhubung tinggal bertetangga dengan orang-orang Betawi di Rawa Belong sana, jadilah namanya yang apik menjelma menjadi “Juki” (itu lho, seperti tokoh di sinetron Para Pencari Tuhan-nya Deddy Mizwar), dan nama adiknya dari “Rahmat” jadi “Mat” atau “Mamat”.
Tapi siapa bilang orang berpendidikan tinggi tidak memaksakan plus menggampangkan nama sebagai trade-mark seseorang? Suatu hari suami sedang mengurus dokumen penting. Saat dia menyebutkan namanya “Zuki”, enak saja si mbak menuliskannya sambil bergumam, “Marzuki ya Pak?”, buru-buru suami meralatnya,”bukan mbak, Zuki aja, ngga pake Mar”, ndilalah si mbak malah ngeyel,” ooh, Juki”. Lah, salah lagi. Untunglah dia ketemu jurus ampuh,”itu lho mbak, kayak merek motor, Suzuki, tapi su-nya dihilangkan.” Alhamdulillah, akhirnya diapun faham. Fiuh, rebes deh.
Kejadian konyol juga pernah kualami terkait dengan nama suami. Suatu kali, ada tukang yang mengerjakan kitchen set di rumah. Hatiku sedang berbunga-bunga, maklumlah, kami harus rajin menabung selama 5 tahun baru bisa mewujudkan mimpi memiliki kitchen set yang layak. Setelah 1 bulan menanti, tiba hari H-nya dan si tukang berjanji untuk menelpon dulu sebelum mengantar ke rumah. Dia bingung karena waktu untuk mengantar hanya berselisih sehari dengan hari pencoblosan Pemilu 2004, padahal dia harus pulang kampung untuk mencoblos di sana. Dia minta waktu untuk menimbang-nimbang, nanti dia akan menelponku lagi. Yang bikin aku kaget adalah saat dia berucap,”assalamu’alaikum, Bu. Ini Pak Juki.” Ya, aku heran aja, lha kenapa suamiku nelpon pake memperkenalkan diri segala sih? Hampir saja aku keceplosan mau mencandainya,”iya, di sini bu Zuki”. Untung saja di tengah jeda keherananku itu, pak Jukinya menyahut,”saya pak Juki, tukang kitchen set, Bu. Anu, saya bisa ngantar kitchen set-nya hari ini.” Oalah, untung aku ngga kebablasan ngomong tadi, kalau ngga, bisa runyam kan? Si tukang bengong dan suami bisa-bisa cemburu berat! Piss man!!
Dulu ketika aku masih duduk di SD, hingga kelas 5, aku tenang, tidak punya saingan nama yang sama. ‘Masalah’ mulai muncul saat ada murid baru yang keturunan indo, cantik jelita deh pokoknya. Namanya Diana Eduarita. Naah, untuk menghindari salah panggil, guru wali kelas membuat kebijakan baku, aku diberi ‘nama baru’ yaitu Diana A, dia Diana B. Tapi dasar karena merasa sudah berkuasa selama 5 tahun, sulit sekali rasanya menerima kondisi baru ini. Belum lagi saat teman-teman memanggil “Diana!”, aku langsung nengok, padahal yang dimaksud adalah Diana yang satu lagi! Yaa, aku langsung menengok balik arah dong, melengos sambil menahan malu maksudnya, haha…
Kisah ini berlanjut di SMP. Suatu saat aku akan berganti baju renang di GOR Bulungan. Biasalah, namanya perempuan, sambil ngantri di depan kamar ganti, iseng-iseng teman baru yang ngantri kamar sebelah menyapaku sok akrab. “Kenalan dong, nama kamu siapa?” Aku menyambut uluran tangannya dengan antusias, sambil tersenyum, “Diana. Kamu siapa?” Lha, ngga angin ngga ada badai, tahu-tahu dia menarik tangannya lagi. Penasaran aku bertanya,”lho, kenapa?” Eeh, tahu apa jawabnya? ”Ah, ngapain kenalan, wong namaku juga Diana.” Asli, aku bengong! Apa salah bunda mengandung sampai-sampai aku batal kenalan gara-gara nama yang serupa?
Di SMA, story kayak begini sempat vakum, tidak berlanjut. Tapi jangan dikira namaku tidak diutak-utik orang usil. Salah satu kakak kelasku, panggil saja Ucrit, jahil mengubah namaku menjadi “Dewi Bulan”. Waktu aku protes, sambil nyengir dia memberi alasan, “Diana itu kan nama dewi bulannya orang Yunani. Menurut gue, nama loe lebih oke gitu daripada Diana, pasaran tau ngga?” Lha, enak bener ya, bokap-nyokap bukan, seenak udelnya aja ganti-ganti nama orang? Tapi dasar bebal, dia terus saja teguh kukuh berlapis baja memanggilku dengan “Dewi Bulan”, bahkan sampai kami sama-sama kuliah di UI.
Yang lucu bin menggelikan, akhirnya dia ketemu batunya. Karena beda fakultas, jarang sekali kami ketemu. Nah, pas ketemu di halte depan waktu sama-sama nunggu bus kampus, kami pun ngobrol. Ujung-ujungnya dia teringat sesuatu, telunjuknya diketuk-ketuk ke keningnya. “Mm, gue kan manggil loe Dewi Bulan. Tapi, nggg… sebenarnya nama loe tuh siapa?” Haiyya, aku langsung ketawa terbahak-bahak deh, rasain, siapa suruh ganti nama orang? Ketempuan sendiri kan? Kubalas aja sambil ngacir ke halaman parkir fakultasku, “Crit, itu kuis dari gue ya. Ntar kapan ketemu, loe harus bisa jawab. Kalau ngga, loe harus traktir bakso ya!” Hahaha…
Kalau tadi kisahku, sekarang tentang anakku, Kuni. Namanya merupakan hadiah dari bapakku, dan karena sebelumnya jarang sekali ada yang bernama demikian, kami suka cita menerimanya, terkesan unik. Masalah baru timbul ketika uwa dari suami datang dari kampung dan menginap beberapa hari di rumah. Orangnya sungguh baik dan ramah, namun pelupa. Waktu pertama kali datang, dia sudah langsung menanyakan nama anakku. “Aduh cantiknya, siapa namanya Sayang?” Kunipun dengan malu-malu menjawab. Esoknya ketika sore-sore ingin jalan-jalan, dia mengajak anakku,”Yuk, Kinu, kita jalan-jalan.” Karena merasa bukan namanya, dia asyik saja dengan mainannya. Baru ketika kujelaskan bahwa namanya keliru, uwapun meminta maaf. Aku baru mulai curiga saat besok-besoknya uwa selalu salah menyebut dengan “Uni”, “Uci”, dan terakhir ketika hendak pamit, uwa seraya melambai-lambaikan tangannya dengan semangat 45 dan memanggil Kuni dengan,”Dadaaah Kunil!” Wadduh, anakku disamakan dengan tokoh kuda nil di Buncil, itu lho sisipan cerita anak-anak di Ayahbunda. Jauuuh beneerr deh…
Dipikir-pikir, mungkin kami memang keluarga dengan masalah nama. Suami juga tidak bisa menghindar dengan nama uniknya. Berhubung tinggal bertetangga dengan orang-orang Betawi di Rawa Belong sana, jadilah namanya yang apik menjelma menjadi “Juki” (itu lho, seperti tokoh di sinetron Para Pencari Tuhan-nya Deddy Mizwar), dan nama adiknya dari “Rahmat” jadi “Mat” atau “Mamat”.
Tapi siapa bilang orang berpendidikan tinggi tidak memaksakan plus menggampangkan nama sebagai trade-mark seseorang? Suatu hari suami sedang mengurus dokumen penting. Saat dia menyebutkan namanya “Zuki”, enak saja si mbak menuliskannya sambil bergumam, “Marzuki ya Pak?”, buru-buru suami meralatnya,”bukan mbak, Zuki aja, ngga pake Mar”, ndilalah si mbak malah ngeyel,” ooh, Juki”. Lah, salah lagi. Untunglah dia ketemu jurus ampuh,”itu lho mbak, kayak merek motor, Suzuki, tapi su-nya dihilangkan.” Alhamdulillah, akhirnya diapun faham. Fiuh, rebes deh.
Kejadian konyol juga pernah kualami terkait dengan nama suami. Suatu kali, ada tukang yang mengerjakan kitchen set di rumah. Hatiku sedang berbunga-bunga, maklumlah, kami harus rajin menabung selama 5 tahun baru bisa mewujudkan mimpi memiliki kitchen set yang layak. Setelah 1 bulan menanti, tiba hari H-nya dan si tukang berjanji untuk menelpon dulu sebelum mengantar ke rumah. Dia bingung karena waktu untuk mengantar hanya berselisih sehari dengan hari pencoblosan Pemilu 2004, padahal dia harus pulang kampung untuk mencoblos di sana. Dia minta waktu untuk menimbang-nimbang, nanti dia akan menelponku lagi. Yang bikin aku kaget adalah saat dia berucap,”assalamu’alaikum, Bu. Ini Pak Juki.” Ya, aku heran aja, lha kenapa suamiku nelpon pake memperkenalkan diri segala sih? Hampir saja aku keceplosan mau mencandainya,”iya, di sini bu Zuki”. Untung saja di tengah jeda keherananku itu, pak Jukinya menyahut,”saya pak Juki, tukang kitchen set, Bu. Anu, saya bisa ngantar kitchen set-nya hari ini.” Oalah, untung aku ngga kebablasan ngomong tadi, kalau ngga, bisa runyam kan? Si tukang bengong dan suami bisa-bisa cemburu berat! Piss man!!
Thursday, November 6, 2008
DALAM DOA: II
oleh: SAPARDI DJOKO DAMONO
saat tiada pun tiada
aku berjalan (tiada
gerakan, serasa
isyarat) Kita pun bertemu
sepasang Tiada
tersuling (tiada
gerakan, serasa
nikmat): Sepi meninggi.
saat tiada pun tiada
aku berjalan (tiada
gerakan, serasa
isyarat) Kita pun bertemu
sepasang Tiada
tersuling (tiada
gerakan, serasa
nikmat): Sepi meninggi.
Wednesday, November 5, 2008
INTERPRETER EH...
Jodoh itu rahasianya Allah , mungkin nyaris 100 % setuju. Namun ketika upacara penyambutan harus butuh penterjemah jempolan, itu lain soal. Btw, ini ngomong apaan siih? Sabar neng, tuh di bawah ada lanjutannya...
Dua hari sesudah melangsungkan akad nikah dan resepsi, aku diboyong suami ke rumah orangtuanya (Pondok Mertua Indah, ceritanya) seraya dijemput oleh salah satu Ompung
kami. Yang mengejutkan sekaligus menyenangkan, saat memasuki halaman teras, tiba-tiba kami dilempari beras kuning (dengan lembut lah, hehe...) disusul kata-kata "horas!" berkali-kali oleh para tetua dari keluarga Abang (hm, kok jadi mesra banget ya manggil Abang, dah lamaaa pisan rasanya ;D). Tak lama, kami digiring untuk duduk di atas tikar khusus untuk upacara mangupa. Mungkin bisa dipadankan dengan syukuran di adat Jawa atau Sunda. Para tetua secara berurut berbicara, dan ini yang seru, beliau-beliau menuturkan nasehat dan wejangannya dalam bahasa batak. Jadilah aku asli bengong sodara-sodara! hh, agak menyesal juga ya, kenapa sebelum menikah ngga beli kamus bahasa batak ya, supaya ngertilah dikit-dikit.
Akhirnya dengan pasrah, akupun sibuk bolak-balik colak-colek dan tanya suamiku, itu si Ompung, Uda, atau Inang ngomong apa, ooh, iya ya (ngangguk-ngangguk deh, persis kayak si woody burung pelatuk hehe...). Syukurlah Abang lumayan faham, meski secara pasif (ya sama lah yaw kayak aku, coro jowo atau nyunda mah ngartos sitik-sitik, tapi pas diajak ngobrol yang dalem, langsung ambil langkah seribu!).
Btw busway, perlu juga kali ya kita mengenali budaya (calon) pasangan hidup kita supaya ngga syok-syok amat. So bukan cuma urusan kawin ama bule kan yang butuh adaptasi? Hayo bule pakle, horaaass!
Dua hari sesudah melangsungkan akad nikah dan resepsi, aku diboyong suami ke rumah orangtuanya (Pondok Mertua Indah, ceritanya) seraya dijemput oleh salah satu Ompung
kami. Yang mengejutkan sekaligus menyenangkan, saat memasuki halaman teras, tiba-tiba kami dilempari beras kuning (dengan lembut lah, hehe...) disusul kata-kata "horas!" berkali-kali oleh para tetua dari keluarga Abang (hm, kok jadi mesra banget ya manggil Abang, dah lamaaa pisan rasanya ;D). Tak lama, kami digiring untuk duduk di atas tikar khusus untuk upacara mangupa. Mungkin bisa dipadankan dengan syukuran di adat Jawa atau Sunda. Para tetua secara berurut berbicara, dan ini yang seru, beliau-beliau menuturkan nasehat dan wejangannya dalam bahasa batak. Jadilah aku asli bengong sodara-sodara! hh, agak menyesal juga ya, kenapa sebelum menikah ngga beli kamus bahasa batak ya, supaya ngertilah dikit-dikit.
Akhirnya dengan pasrah, akupun sibuk bolak-balik colak-colek dan tanya suamiku, itu si Ompung, Uda, atau Inang ngomong apa, ooh, iya ya (ngangguk-ngangguk deh, persis kayak si woody burung pelatuk hehe...). Syukurlah Abang lumayan faham, meski secara pasif (ya sama lah yaw kayak aku, coro jowo atau nyunda mah ngartos sitik-sitik, tapi pas diajak ngobrol yang dalem, langsung ambil langkah seribu!).
Btw busway, perlu juga kali ya kita mengenali budaya (calon) pasangan hidup kita supaya ngga syok-syok amat. So bukan cuma urusan kawin ama bule kan yang butuh adaptasi? Hayo bule pakle, horaaass!
Tuesday, November 4, 2008
TERBANG BERSAMA KEHENINGAN
Oleh: GEDE PRAMA
BERAT, itulah kata yang bisa mewakili tantangan hidup kekinian. Orang
miskin dihadang penyakit di sana-sini. Orang kaya alisnya dibikin
berkerut oleh berbagai masalah. Sebagian malah sudah dipenjara,
sebagian lagi menuggu giliran untuk beristirahat di tempat yang sama.
Manusia biasa menggendong berbagai beban ke sana ke mari (dari
mencari nafkah, menyekolahkan anak sampai dengan mempersiapkan hari
tua), pejabat maupun pengusaha juga serupa: senantiasa ditemani
masalah kemanapun ia pergi. Di desa banyak orang mengeluh, luas tanah
tetap namun jumlah manusia senantiasa tambah banyak. Sehingga setiap
tahun memunculkan tantangan penciptaan lapangan kerja. Bila tidak
terselesaikan ia bisa lari kemana-mana. Dari kejahatan sampai dengan
kekerasan.
Digabung menjadi satu, jadilah kehidupan berwajah serba berat di sana-
sini. Tidak saja di negara berkembang, di negara maju sekali pun
tantangannya serupa. Kemajuan ekonomi Jepang yang demikian fantastis
tidak bisa mengerem angka bunuh diri. Kemajuan peradaban Amerika
tidak membuat negara ini berhenti menjadi konsumen obat tidur per
kapita paling tinggi di dunia. Jangankan berbicara negeri Afrika
seperti Botswana. Rata-rata harapan hidup hanya 30-an tahun. Orang
dewasa di sana lebih dari 80 persen positif terjangkit HIV. Sehingga
menimbulkan pertanyaan, "Demikian beratkah beban manusia untuk hidup?"
Ada sahabat yang menghubungkan beratnya hidup manusia dengan hukum
gravitasinya Newton yang berpengaruh itu. Sudah menjadi pengetahuan
publik, kalau Newton menemukan hukum ini ketika duduk di bawah pohon
apel, dan tiba-tiba buahnya jatuh.
Sehingga Newton muda berspekulasi ketika itu, ada serangkaian hukum
berat (baca: gravitasi) yang membuat semua benda jatuh ke bawah.
Sahabat ini bertanya lebih dalam, "kalau gravitasi yang menarik apel
jatuh ke bawah, lantas hukum apa yang membawanya naik ke puncak pohon
apel?" Dengan jernih ia menyebut "The law of levitation" (hukum
penguapan). Kalau gravitasi menarik apel ke bawah, penguapan
menariknya ke arah atas.
Dalam bahasa yang lugas sekaligus cerdas, sahabat ini mengaitkan
kedua hukum fisika ini ke dalam dua hukum kehidupan: "Hate is under
the law of gravity, love is under the law of levitation."
Kebencian berkait erat dengan gravitasi karena mudah sekali membuat
manusia hidup serba berat dan ditarik ke bawah. Cinta berkaitan
dengan gerakan-gerakan ke atas. Karena hanya cinta yang membuat
manusia ringan dan terbang ke atas. Sungguh sebuah bahan renungan
kehidupan yang cerdas dan bernas.
Kembali ke soal hidup manusia yang serba berat, tidak ada manusia
yang bebas sepenuhnya dari masalah. Bahkan ada yang menyederhanakan
kehidupan dengan sebuah kata: penderitaan! Hanya saja kebencian
berlebihan yang membuat semua ini menjadi semakin berat dan semakin
berat lagi. Ada yang benci pada diri sendiri, ada yang membenci orang
tua, suami, istri, teman, tetangga, atasan kerja, sampai dengan ada
yang membenci Tuhan.
Perhatikan wajah-wajah manusia kekinian yang miskin senyum, yang
mudah tersinggung, yang senantiasa minta diperhatikan, penerimaan
bulanan yang serba kurang, dan masih bisa ditambah lagi dengan yang
lain. Semuanya berakar pada yang satu: kebencian! Sehingga mudah
dimengerti kalau perjalanan hidup seperti buah apel, semakin tua
semakin berat dan semakin ditarik ke bawah.
Terinspirasi dari sinilah, kemudian sejumlah guru mengurangi
sesedikit mungkin berjalan dalam hidup dengan beban-beban kebencian.
Dan mencoba menarik kehidupan ke atas menggunakan sayap-sayap cinta.
Semua perjalanan cinta mulai dari sini: mencintai kehidupan. Makanya
sahabat-sahabat penekun meditasi Vipasana berkonsentrasi pada keluar
masuknya nafas. Tidak saja karena membuat manusia mudah terhubung
dengan hidup, tetapi berpelukan penuh cinta dengan kehidupan.
Dan segelintir penekun Vipasana yang telah berjalan amat jauh,
kemudian mengalami cosmic orgasm. Semacam orgasme kosmik yang
ditandai oleh terlihatnya keindahan di mana-mana. Karena semuanya
terlihat serba indah, tidak ada lagi dorongan untuk mencari jawaban.
Bahkan pertanyaan sekalipun sudah lenyap dari kepala. Ini yang
disebut seorang guru dengan terbang bersama keheningan.
Ada yang menyebut ini dengan emptiness. Sebuah terminologi timur yang
amat susah untuk dijelaskan dengan kata-kata manusia. Namun Dainin
Katagiri dalam Returning to Silence, menyebutkan: "The final goal is
that we should not be obsessed with the result, whether good, bad or
neutral." Keseluruhan upaya untuk tidak terikat dengan hasil. Itulah
keheningan. Sehingga yang tersisa persis seperti hukum alam: kerja,
kerja dan kerja. Dalam kerja seperti ini, manusia seperti matahari.
Ditunggu tidak ditunggu, besok pagi ia terbit. Ada awan tidak ada
awan, matahari tetap bersinar. Disukai atau dibenci, sore hari dimana
pun ia akan terbenam.
Mirip dengan matahari yang tugasnya berbeda dengan awan dan bintang.
Kita manusia juga serupa. Pengusaha bekerja di perusahaan. Penguasa
bekerja di pemerintahan. Pekerja bekerja di tempat masing-masing.
Penulis menulis. Pertapa bertapa. Pencinta yoga beryoga. Pengagum
meditasi bermeditasi. Semuanya ada tempatnya masing-masing.
Ada satu hal yang sama di antara mereka: "Menjadi semakin sempurna di
jalan kerja". Soal hasil, sudah ada kekuatan amat sempurna yang sudah
mengaturnya. Keinginan apalagi kebencian, hanya akan membuatnya jadi
berat dan terlempar ke bawah.
BERAT, itulah kata yang bisa mewakili tantangan hidup kekinian. Orang
miskin dihadang penyakit di sana-sini. Orang kaya alisnya dibikin
berkerut oleh berbagai masalah. Sebagian malah sudah dipenjara,
sebagian lagi menuggu giliran untuk beristirahat di tempat yang sama.
Manusia biasa menggendong berbagai beban ke sana ke mari (dari
mencari nafkah, menyekolahkan anak sampai dengan mempersiapkan hari
tua), pejabat maupun pengusaha juga serupa: senantiasa ditemani
masalah kemanapun ia pergi. Di desa banyak orang mengeluh, luas tanah
tetap namun jumlah manusia senantiasa tambah banyak. Sehingga setiap
tahun memunculkan tantangan penciptaan lapangan kerja. Bila tidak
terselesaikan ia bisa lari kemana-mana. Dari kejahatan sampai dengan
kekerasan.
Digabung menjadi satu, jadilah kehidupan berwajah serba berat di sana-
sini. Tidak saja di negara berkembang, di negara maju sekali pun
tantangannya serupa. Kemajuan ekonomi Jepang yang demikian fantastis
tidak bisa mengerem angka bunuh diri. Kemajuan peradaban Amerika
tidak membuat negara ini berhenti menjadi konsumen obat tidur per
kapita paling tinggi di dunia. Jangankan berbicara negeri Afrika
seperti Botswana. Rata-rata harapan hidup hanya 30-an tahun. Orang
dewasa di sana lebih dari 80 persen positif terjangkit HIV. Sehingga
menimbulkan pertanyaan, "Demikian beratkah beban manusia untuk hidup?"
Ada sahabat yang menghubungkan beratnya hidup manusia dengan hukum
gravitasinya Newton yang berpengaruh itu. Sudah menjadi pengetahuan
publik, kalau Newton menemukan hukum ini ketika duduk di bawah pohon
apel, dan tiba-tiba buahnya jatuh.
Sehingga Newton muda berspekulasi ketika itu, ada serangkaian hukum
berat (baca: gravitasi) yang membuat semua benda jatuh ke bawah.
Sahabat ini bertanya lebih dalam, "kalau gravitasi yang menarik apel
jatuh ke bawah, lantas hukum apa yang membawanya naik ke puncak pohon
apel?" Dengan jernih ia menyebut "The law of levitation" (hukum
penguapan). Kalau gravitasi menarik apel ke bawah, penguapan
menariknya ke arah atas.
Dalam bahasa yang lugas sekaligus cerdas, sahabat ini mengaitkan
kedua hukum fisika ini ke dalam dua hukum kehidupan: "Hate is under
the law of gravity, love is under the law of levitation."
Kebencian berkait erat dengan gravitasi karena mudah sekali membuat
manusia hidup serba berat dan ditarik ke bawah. Cinta berkaitan
dengan gerakan-gerakan ke atas. Karena hanya cinta yang membuat
manusia ringan dan terbang ke atas. Sungguh sebuah bahan renungan
kehidupan yang cerdas dan bernas.
Kembali ke soal hidup manusia yang serba berat, tidak ada manusia
yang bebas sepenuhnya dari masalah. Bahkan ada yang menyederhanakan
kehidupan dengan sebuah kata: penderitaan! Hanya saja kebencian
berlebihan yang membuat semua ini menjadi semakin berat dan semakin
berat lagi. Ada yang benci pada diri sendiri, ada yang membenci orang
tua, suami, istri, teman, tetangga, atasan kerja, sampai dengan ada
yang membenci Tuhan.
Perhatikan wajah-wajah manusia kekinian yang miskin senyum, yang
mudah tersinggung, yang senantiasa minta diperhatikan, penerimaan
bulanan yang serba kurang, dan masih bisa ditambah lagi dengan yang
lain. Semuanya berakar pada yang satu: kebencian! Sehingga mudah
dimengerti kalau perjalanan hidup seperti buah apel, semakin tua
semakin berat dan semakin ditarik ke bawah.
Terinspirasi dari sinilah, kemudian sejumlah guru mengurangi
sesedikit mungkin berjalan dalam hidup dengan beban-beban kebencian.
Dan mencoba menarik kehidupan ke atas menggunakan sayap-sayap cinta.
Semua perjalanan cinta mulai dari sini: mencintai kehidupan. Makanya
sahabat-sahabat penekun meditasi Vipasana berkonsentrasi pada keluar
masuknya nafas. Tidak saja karena membuat manusia mudah terhubung
dengan hidup, tetapi berpelukan penuh cinta dengan kehidupan.
Dan segelintir penekun Vipasana yang telah berjalan amat jauh,
kemudian mengalami cosmic orgasm. Semacam orgasme kosmik yang
ditandai oleh terlihatnya keindahan di mana-mana. Karena semuanya
terlihat serba indah, tidak ada lagi dorongan untuk mencari jawaban.
Bahkan pertanyaan sekalipun sudah lenyap dari kepala. Ini yang
disebut seorang guru dengan terbang bersama keheningan.
Ada yang menyebut ini dengan emptiness. Sebuah terminologi timur yang
amat susah untuk dijelaskan dengan kata-kata manusia. Namun Dainin
Katagiri dalam Returning to Silence, menyebutkan: "The final goal is
that we should not be obsessed with the result, whether good, bad or
neutral." Keseluruhan upaya untuk tidak terikat dengan hasil. Itulah
keheningan. Sehingga yang tersisa persis seperti hukum alam: kerja,
kerja dan kerja. Dalam kerja seperti ini, manusia seperti matahari.
Ditunggu tidak ditunggu, besok pagi ia terbit. Ada awan tidak ada
awan, matahari tetap bersinar. Disukai atau dibenci, sore hari dimana
pun ia akan terbenam.
Mirip dengan matahari yang tugasnya berbeda dengan awan dan bintang.
Kita manusia juga serupa. Pengusaha bekerja di perusahaan. Penguasa
bekerja di pemerintahan. Pekerja bekerja di tempat masing-masing.
Penulis menulis. Pertapa bertapa. Pencinta yoga beryoga. Pengagum
meditasi bermeditasi. Semuanya ada tempatnya masing-masing.
Ada satu hal yang sama di antara mereka: "Menjadi semakin sempurna di
jalan kerja". Soal hasil, sudah ada kekuatan amat sempurna yang sudah
mengaturnya. Keinginan apalagi kebencian, hanya akan membuatnya jadi
berat dan terlempar ke bawah.
Monday, November 3, 2008
SUSAH MAKAN SAAT HAJI? TENTU TIDAK!
(tulisanku, alhamdulillah sudah dimuat di Intisari 2005)
Selama ini, seolah sudah jadi mitos bahwa jika kita berangkat ke Tanah Suci untuk berhaji sama artinya dengan kesulitan mencari makan yang kemudian berujung pada datangnya penyakit. Padahal saat saya dan suami melaksanakannya pada tahun 1998, kendala semacam itu hampir-hampir tidak pernah kami alami.
Sejauh ini, mitos itu masih sangat kuat menancap di benak para calon jamaah haji asal Indonesia. Buktinya, ketika asykar alias polisi yang bertugas di bandara King Abdul Aziz, Jeddah, tampak tak lagi keheranan dengan isi koper jamaah Indonesia yang 'fully-booked' dengan makanan kering (abon, rendang, kering tempe atau kentang) ataupun bahan makanan basah (sayuran atau bahkan terasi!). Jerigen yang sedianya nanti akan diisi dengan air zam-zam untuk oleh-oleh saat pulang ke kampung halaman pun tak luput didayagunakan semaksimal mungkin. Mau tau apa isinya? Beras 5 liter!
Sebenarnya, penempatan para jamaah haji Indonesia oleh pemerintah Arab Saudi sudah diatur sedemikian rupa agar dekat dengan sarana belanja seperti pasar atau minimarket. Saat kami di Mekkah, kami menginap di Misfalah, yang di bagian depan pemondokan kami itu merupakan pasar tradisional. Percaya atau tidak, segala jenis sayuran dan buah ada di sana, dengan kisaran harga buah antara 5 – 6 real sekilonya (meski di tanah Arab sana jarang ada pohon buah kan?). Bayam, kangkung atau sayuran ikat sejenis dijual satu real (cat.: waktu itu sekitar Rp 3000,00), di samping wortel, cabe, tomat segar-bugar. Yang menakjubkan, ada teman seregu kami -- bapak-bapak lagi -- yang berhasil membeli 'sambelan' alias bahan-bahan untuk membuat sambal, yaitu cabe, tomat, dan bawang merah! Kegembiraan itu kemudian langsung diwujudkan dengan membuat sambal terasi (ada teman yang membawa cobek mini soalnya...)!
Selain itu, di seputar pondokan juga bertebaran minimarket, toko/warung kelontong yang menjual segala macam barang, termasuk jus buah botolan 6 liter yang rutin kami beli, juga krupuk mentah asli Sidoarjo. Warung makan juga menyediakan banyak pilihan dan variasi. Ada roti Arab selebar piring, roti Perancis, roti kebab isi daging sapi/unta plus tomat dan seladanya. Tak ketinggalan rumah makan India atau Bangladesh yang selalu penuh antrian (nasi merah 3 real, kari ayam 5 real), juga restoran Turki. Bagi penggemar nasi uduk, dijamin hidangan Turki bisa mengobati rasa rindu Anda, malah nasinya terasa lebih gurih, apalagi ditambah dengan salad dan ayam bakar yang lezzaat! Mata ngantuk seberat apapun bisa terbangun lho....
Di tengah pasar tradisional Madinah, ada satu restoran Bangladesh yang hingga kini selalu jadi tempat makan dambaan. Ayam panggangnya uenaak tenan, karena selain bumbunya sangat meresap hingga ke tulangnya, juga disajikan dalam keadaan baru dipanggang. Diselingi suapan nasi kebuli yang pas bumbunya, harga 13 real (all-in) tidaklah mahal bukan?
Jadi, siapa yang masih ngeyel bilang kalau pergi haji identik dengan kurus kering tidak bisa makan enak? Nah, para calon haji, tersenyumlah :D
Selama ini, seolah sudah jadi mitos bahwa jika kita berangkat ke Tanah Suci untuk berhaji sama artinya dengan kesulitan mencari makan yang kemudian berujung pada datangnya penyakit. Padahal saat saya dan suami melaksanakannya pada tahun 1998, kendala semacam itu hampir-hampir tidak pernah kami alami.
Sejauh ini, mitos itu masih sangat kuat menancap di benak para calon jamaah haji asal Indonesia. Buktinya, ketika asykar alias polisi yang bertugas di bandara King Abdul Aziz, Jeddah, tampak tak lagi keheranan dengan isi koper jamaah Indonesia yang 'fully-booked' dengan makanan kering (abon, rendang, kering tempe atau kentang) ataupun bahan makanan basah (sayuran atau bahkan terasi!). Jerigen yang sedianya nanti akan diisi dengan air zam-zam untuk oleh-oleh saat pulang ke kampung halaman pun tak luput didayagunakan semaksimal mungkin. Mau tau apa isinya? Beras 5 liter!
Sebenarnya, penempatan para jamaah haji Indonesia oleh pemerintah Arab Saudi sudah diatur sedemikian rupa agar dekat dengan sarana belanja seperti pasar atau minimarket. Saat kami di Mekkah, kami menginap di Misfalah, yang di bagian depan pemondokan kami itu merupakan pasar tradisional. Percaya atau tidak, segala jenis sayuran dan buah ada di sana, dengan kisaran harga buah antara 5 – 6 real sekilonya (meski di tanah Arab sana jarang ada pohon buah kan?). Bayam, kangkung atau sayuran ikat sejenis dijual satu real (cat.: waktu itu sekitar Rp 3000,00), di samping wortel, cabe, tomat segar-bugar. Yang menakjubkan, ada teman seregu kami -- bapak-bapak lagi -- yang berhasil membeli 'sambelan' alias bahan-bahan untuk membuat sambal, yaitu cabe, tomat, dan bawang merah! Kegembiraan itu kemudian langsung diwujudkan dengan membuat sambal terasi (ada teman yang membawa cobek mini soalnya...)!
Selain itu, di seputar pondokan juga bertebaran minimarket, toko/warung kelontong yang menjual segala macam barang, termasuk jus buah botolan 6 liter yang rutin kami beli, juga krupuk mentah asli Sidoarjo. Warung makan juga menyediakan banyak pilihan dan variasi. Ada roti Arab selebar piring, roti Perancis, roti kebab isi daging sapi/unta plus tomat dan seladanya. Tak ketinggalan rumah makan India atau Bangladesh yang selalu penuh antrian (nasi merah 3 real, kari ayam 5 real), juga restoran Turki. Bagi penggemar nasi uduk, dijamin hidangan Turki bisa mengobati rasa rindu Anda, malah nasinya terasa lebih gurih, apalagi ditambah dengan salad dan ayam bakar yang lezzaat! Mata ngantuk seberat apapun bisa terbangun lho....
Di tengah pasar tradisional Madinah, ada satu restoran Bangladesh yang hingga kini selalu jadi tempat makan dambaan. Ayam panggangnya uenaak tenan, karena selain bumbunya sangat meresap hingga ke tulangnya, juga disajikan dalam keadaan baru dipanggang. Diselingi suapan nasi kebuli yang pas bumbunya, harga 13 real (all-in) tidaklah mahal bukan?
Jadi, siapa yang masih ngeyel bilang kalau pergi haji identik dengan kurus kering tidak bisa makan enak? Nah, para calon haji, tersenyumlah :D
Saturday, November 1, 2008
CERMIN
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
cermin tak pernah berteriak;
ia pun tak pernah meraung, tersedan, atau terhisak,
meski apa pun jadi terbalik di dalamnya;
barangkali ia hanya bisa bertanya:
mengapa kau seperti kehabisan suara?
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
Sapardi Djoko Damono
cermin tak pernah berteriak;
ia pun tak pernah meraung, tersedan, atau terhisak,
meski apa pun jadi terbalik di dalamnya;
barangkali ia hanya bisa bertanya:
mengapa kau seperti kehabisan suara?
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
Subscribe to:
Posts (Atom)