Monday, February 25, 2008

HARGA-HARGA MELONCAT TINGGI DI TRAMPOLIN

Hari-hari belakangan ini, dikabarkan daging lenyap dari pasaran. Diawali harga yang melambung tinggi, demo solidaritas para penjual daging di pasar tradisional, sampai mogok jualan. Yang bikin trenyuh, tadi pagi sempat kuintip update news di acara "Good Morning" Trans-TV, para penjual merelakan sebagian keuntungannya demi mengikat hati pelanggannya agar tidak lari. Duh...

Khusus untuk keluarga kami, kehilangan daging dari pandangan sesungguhnya tidak terlalu mengganggu. Bukan karena pasti kebeli (halah, sombongnya, ngga lah yaw...) tapi karena jarraaang banget kami mengomsumsi daging. Paling heibat ya ayam, paling sering en favorit adalah telur dengan aneka ragam racikan dan bentuk (dibalado, dadar, ceplok, tahu-telur, en so on...). Pernah suatu ketika suami tersayang terbelalak ketika mengetahui harga ayam kampung 50 ribu! Hah?? Yah, maklumlah bapak-bapak, ngga terpantaulah harga-harga sembako dan kawan-kawannya, kan waktunya sudah habis dengan urusan kantor.

Aku ingat betul, dulu ketika awal menikah, uang belanja rtku sebesar 150 ribu untuk sebulan (catatannya masih ada)! Sedap kan?? Nah sekarang, uang segitu cuma cukup untuk 5 hari, mengerikan ya? So untuk menarik nafas panjang supaya bisa makan dengan sederhana plus lumayan kenyang selama 30 harian, dibutuhkan dana nyaris 10 kali lipat. Oh, man!

Aku pernah bertanya ke tukang sayur langganan soal modalnya berdagang, dia bilang dulu (kayak nostalgia aja, jaman pak Harto almarhum katanya!), modalnya cukup 70 ribu, eh ndilalah sekarang kudu 700 ribu - 1 juta! Dan itupun belum tentu besoknya saat dia kembali berbelanja ke pasara, uang segitu cukup untuk membeli aneka pernak-pernik dagangannya.

Yang unik, komentar ibuku ketika aku ikut mengeluh soal harga yang menguamuk laksana banteng ketaton (hayo, apa artinya mbak Ely/Diah :)), beliau kok ya cuma berpesan pendek (bukan SMS yah, hehe...), "ya udah, beli aja sesuai uangmu, ngga kebeli ya udah, ojo ngedumel tho Nak?" Bener juga sih, artinya kan kita ngga usahlah neko-neko kepingin yang di luar kesanggupan kita, juga berarti belajar mengendalikan nafsu? Sederhana, simpel, tepat sasaran bukan? Jadi kalau memang kita sanggupnya beli telur, ya jangan beli ayam donk, juga kalau uangnya cuma cukup untuk tetelan, ya dilarang keras beli steik, apalagi beli steiknya di Jerman atau Hong Kong. Bukan apa-apa, jauhhhhh en berat diongkos :p

2 comments:

zuki said...

hidup sederhana itu enak dan perlu ... :)

Anonymous said...

banteng ketaton ? ha ha ha
ngendalikan nafsu itu sulit sekali mbak, aku juga lagi belajar nih lewat puasa senin kemis, belajar prihatin ^_^

aku sering mbayangin mbak, ntar kalau liburan lagi ke tanah air pasti kaget dgn barang2 yg selangit harganya, kadang2 malah ada yg lebih mahal harganya di sono daripada di sini :(

*elyswelt*

komentarku nggak bisa masuk mbak, jadi pakai anonymous