Wednesday, December 5, 2007

SEBUNGKUS PECEL PENUH CINTA

Selasa pagi itu, seperti biasa, aku bergegas berangkat menuju kolam renang di komples seberang. Nah, ketika itu biasanya aku selalu berjumpa dengan mbak jamu yang mangkal di sana. Senyumnya selalu merekah di parasnya yang manis dan bersahaja. Yang suka bikin jengah adalah kebiasaannya untuk mencium tanganku. Biasanya sih buru-buru kutepis dengan halus, wong aku bukan siapa-siapanya kok, orang tua juga bukan, hehe...

Sepertinya kebiasaannya itu berawal dari rasa terima kasihnya yang dalam karena kami -- aku dan suami -- pernah memberinya kereta bayi, di saat ia memang sangat membutuhkan agar ia bisa membawa bayinya berjualan jamu.

Kalau mau ge-er, bisa saja sih kami mengklaim bahwa dia memang sudah sepatutnya berperilaku demikian, tapi alhamdulillah, pikiran semacam itu tidak pernah singgah di hati. Aku sempat merenung, mm... tampaknya Allah memang sedemikian pandai meracik segala kejadian yang kita alami, dan insya Allah, semua itu tidak pernah bersifat kebetulan. Siapa nyana saat kami merapikan gudang rumah dan mengeluarkan kereta bayi itu, juga boks bayi serta tempat tidur, ujug-ujug ada orang yang butuh? Kami sempat bingung kereta ini mau dikasih ke siapa ya? Walhasil, aku dimandati untuk kasak-kusuk plus intip-intip orang di sekitar, dan 'terpilihlah' si mbak ini. Haqqul yaqin aku sekarang, Allah sudah merencanakan semua ini dengan indahnya...

Belakangan, setiap selesai renang, ada segelas teh manis hangat dan sebungkus nasi pecel beserta bakwan made in si mbak diletakkannya di sisi tas ranselku. Mau menolak, tapi ngga tega, apalagi saat kulihat binar matanya yang tulus. Ahh, mbak, aku belajar banyak darimu, belajar tentang menghargai orang lain, semangat mengarungi hidup yang begitu keras, belajar ikhlas, bahkan saat kuberi dia uang lebih, dia selalu tak pernah lupa bilang "matur nuwun sanget Dik, aku tabung lho sisanya untuk beli susu Putri dan si kecil".

Si mbak ngga tahu, kalau sebungkus pecel itu selain kumakan, juga sering kuhadiahkan kembali untuk suami yang lelah dan lapar sepulang kerja, juga suatu kali kuhibahkan pada teman yang pas sekali sedang ingin makan pecel (entah ngidam atau tidak, hehe...). Kebetulan? Tentu tidak, Gusti Allah sudah merancang semuanya, Dia tidak pernah tidur. Dan aku belajar banyak dari si mbak yang sederhana ini...

5 comments:

zuki said...

Subhanalloh ... begitu banyak pelajaran dari sekitar ya ...

Vaye said...

"dijerumuskan" :p bapak yg komen di atas buat liat blog ini.
wuih ternyata blognya emang kueren he he (sok akrab bgt neh saya :p)
salam kenal bu, eh ka, eh mbak (weleh bingung manggilnya apa ya??) :)

Diana said...

Buat Babe tercinta (hehe...): makasih, iya, begitu banyak pelajaran yang berserakan di muka bumi ini

Buat mbak Vaye: ahh, aku masih belajar nulis kok. Soal panggilan mah, terserah aja, asal jangan Abang juga ya, hehe...

Fitra Irawan said...

Assalaamualaikum mba Diana...sama kaya Vaye, terjerumus juga hehe...tapi terjerumus yang menyenangkan, karena bisa bersilaturahmi lagi dengan mba Diana....Subhanalloh ya mba...saya juga sangat percaya tidak ada sehelai daun pun jatuh ke muka bumi tanpa ijin gusti Allah...semua skenarioNya adalah yang terindah....terima kasih sharingnya...

Diana said...

Makasih jg u mbak Diaz, mg Allah msh memberi kita waktu untuk menjumput hikmah & memaknai hidup lbh baik lagi, amin