Teman-teman tercinta, bagaimana kabarmu hari ini? Apakah pekan lalu adalah pekan terbaikmu? Atau justru menjadi mimpi burukmu? Anak-anak teramat nakal, susah diurus, rekan kerja menyebalkan, bos otoriter dan tidak mau berempati, atau istri/suami yang enak-enak tidur sementara kita sudah 'bertanduk dan bertaring' menangani pekerjaan rumah tangga seabrek-abrek?
Jujur, dulu aku pun pernah merasakan hal demikian. Seolah dinding rumah menciut, mengecil, mengurungku dalam ruang nyaris hampa udara. Pengap, pekat, ingin berteriak sekuat tenaga tapi tak bisa. Syukurlah, Allah masih teramat sayang kepadaku, dan Dia mengingatkanku dengan cara-Nya yang begitu indah sekaligus dahsyat. Ditegurnya aku dengan peristiwa yang menimpa orang lain, bukan hanya satu, tapi sekaligus tiga! Dahsyat bukan? Dan aku bersyukur juga, nurani ini masih bisa merengkuh hikmah dari kejadian-kejadian itu, untuk kuresapi bagi kehidupanku.
Pagi itu, telpon berdering nyaring di rumahku. Mengagetkan tentu, karena ini perihal suami adik kelasku di Psikologi UI yang tiba-tiba meninggal. Ia hanya mengeluh pusing, tidak sempat dirawat meski sempat dilarikan ke RS, dan berpulang ke rahmatullah malam harinya. Yang menyedihkan, adik kelasku itu tengah menikmati peran barunya sebagai ibu dari bayinya yang baru berusia 2 minggu! Kubayangkan betapa haru-biru hatinya, di satu sisi dia sedang senang-senangnya mendapat anugerah dan amanah tapi di sisi lain, dia ditimpa ujian kehilangan suami tercinta.
Peristiwa kedua, putri teman sejawatku di kampus, juga meninggal dunia akibat demam tinggi. Sejak lahir dia sudah menderita Cerebral Palsy/CP (lumpuh) karena bundanya saat hamil muda terkena virus toksoplasma dan rubella/campak Jerman. Temanku acap bercerita tentang perjuangannya membawa putrinya ke tempat terapi, mengasuhnya, juga tentang kejenuhannya yang kadang menghampiri ketika mengasuhnya. Ada darah dan air mata di situ, hingga detik anaknya menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Kabar terakhir, datang dari tetangga sebelah rumah. Anaknya yang berusia 3 tahun kala itu divonis terkena kanker hidung dan harus segera dioperasi untuk menyelamatkan jiwanya. Hati orang tua mana yang tidak menangis pilu? Apalagi sang dokter tidak menjamin dengan operasi, sel-sel kanker itu akan bisa dienyahkan selamanya. Hidungnya akan cacat sepanjang hayat!
Ketika aku mendengar berita duka ini dalam kurun waktu kurang dari 1 minggu, aku mulai bertanya pada diri sendiri. Ada apa ini ya Allah? Mengapa semua ini seperti datang bertubi-tubi menghampiriku? Apakah Engkau ingin aku sekedar melupakannya, setelah sekedar berduka atas musibah orang lain... atau apa? Rasanya mustahil Allah tidak punya maksud apapun? Apakah DIa hendak menegurku dengan cara-Nya, hai... sesungguhnya masalah yang engkau hadapi sekarang bukanlah apa-apa dibanding masalah yang menimpa orang-orang di sekitarmu. Jadi mengapa pula engkau harus merasa sedemikian sengsara dengan problem hidupmu? Ayo bangkitlah!
Apakah demikian? Wallahu'alam... Hanya Allah jua yang tahu...
Hingga hari ini, kala aku terluka atau hatiku terkoyak oleh persoalan-persoalan yang datang dan pergi, kuyakinkan dalam hati, masalah ini insya Allah masih bisa kutangani, masih belum apa-apa dengan masalah-masalah orang lain, dan sesungguhnya di balik kesulitan selalu ada kemudahan, dan Dia Maha menakar kemampuan hamba-hamba-Nya...
Monday, December 10, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Allahu Akbar ....
Post a Comment