Mendekati musim haji, aku jadi teringat kenangan saat pergi haji berdua dengan suami tercinta pada 1998. Sangat banyak kenangan, dan alhamdulillah, semua tercatat cukup rapi di 'buku gado-gado' alias buku campur-sari segala catatan (malu sih kalau dibaca orang, wong isinya ya segala kejadian yang muncul pada hari H, include catatan detil belanja, menu masak, de el el, hehe...).
Salah satunya adalah realita bahwa sebagai orang Indonesia, kita nyaris tidak bisa berpisah dengan kerupuk! Hah, ngga salah nih, kerupuk?? Iyalah, kerupuk. Waktu di Mekkah, kami sempat-sempatnya sowan ke mini market di seberang pemondokan, dan betapa girangnya menemukan kerupuk mentah Sidoarjo teronggok di tumpukan aneka barang. Senangnya bukan main, dan langsung ngga mikir aneh-aneh, ingin cepat-cepat menggorengnya plus mencicipinya.
Bermodalkan kompor listrik spiral yang dibeli di sana, kami pun antusias mencobanya. Pasang wajan, tuang minyak, tunggu panas, dan sreng... sodet pun mulai bekerja. Kali pertama, krupuk bantat dengan sukses, kali kedua krupuk ok's banget, dan kali ketiga... kerupuk gosong merata!! Haha, ternyata kami tidak memprediksikan hal ini akan terjadi, dan baru setelah melihat karakter sang kompor yang cuma punya 1 setelan nyala api (ngga bisa digedein or dikecilin nyalanya!), yah... terlambat sudah :)) Walhasil, tetap saja kerupuk dengan aneka ragam kondisi (start from bantat to gosyong) itu ludes dan serombongan penyicip tersenyum-senyum puas sudah melampiaskan kerinduannya. EGP lah yaw soal rasa, yang penting kerupuk!!
Lain lagi peristiwa di Madinah. Sesudah melakoni ibadah haji, kami ada di sana untuk mengejar arba'in (shalat 40 waktu), jadi kurang lebih kami menetap sementara selama 8 hari. Antusiasme untuk goreng-menggoreng kok sudah agak loyo akibat stamina sudah lumayan terkuras, sehingga bisa dibayangkan betapa berbinar-binar mata ini tatkala menjumpai pedagang dari Afrika (mungkin dari Mali atau negara Afrika lainnya) yang menawarkan kerupuk. Sigap betul kami setengah berebut membelinya dan dengan ikhlas saling berbagi dengan teman sekamar.
Tapi ups, tunggu dulu! Kok rasanya agak aneh, dan sang lidah mengirim sinyal ke otak untuk mencerna lebih dalam. Eureka, ternyata kerupuk ini asuin sekali, super asin malah. Ya Allah, mata ini sampai kriyek-kriyep menahan asin di lidah! Mulai saat itu, aku dan suami mencanangkan tekad untuk tidak membeli lagi kerupuk itu, ngga ada nikmatnya sama sekali... Hanya sayangnya, tobat itu hanya sekejap, keesokan hari dan keesokannya lagi, selalu adaaa saja yang membeli, dan yah mau tak mau kami ikutan lagi deh mencicipinya. Hehe, kapoooook ni yee!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
tobaaat .... :-P
Hi...hi...kok hobi kita sama? Kapan-kapan berenang bareng dengan snack krupuk yuk...
Post a Comment