Tausiyah Aa Gym, Senin, 28 Juli 2008
HAPUSKAN CITA-CITA DAN HARAPANKU SELAIN KEPADA ALLAH!
Ciri-ciri kemunafikan adalah adanya perbedaan antara perkataan, isi hati, dan perbuatan. Dan ini salah satu hal yang perlu dicermati secara ekstra. Mengapa? Sadarkah kita bahwa saat tiap kali kita mendirikan shalat, sesungguhnya kita tengah berikrar di hadapan Allah, melalui doa "sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, semata-mata karena Allah..." Lantas, apa jadinya bila kita mengingkari janji maha itu, janji yang bukan main-main pertanggungjawabannya??
Kita patut bertanya, hidup kita ini sebenarnya kita abdikan untuk siapa? Sebagai kepala keluarga, seorang laki-laki menafkahi, jadi panutan/suri tauladan, ikhlas melakoninya. Sementara seorang istri, cinta-kasihnya kepada suaminya janganlah berlebihan, karena sama seperti dirinya, diapun lemah, tidak bisa memberi nafkah atau kebahagiaan, namun melalui dia/suami, Allah melimpahkan itu semua.
Lalu, apa sebab kita berbohong dan menjelma menjadi orang munafik?
1. Kesenangan-kesenangan duniawi/nafsu, sangat cinta kepada makhluk.
Maka amat sering kita bertanya tak habis kata, kok orang yang rajin shalat, umroh tiap tahun, rajin ngaji di sana-sini, tapi kok korupsi, punya selingkuhan, atau menyuap orang? Menurut Aa, itu karena ibadahnya masih di ujung lidahnya saja, baru sebatas rangkaian kata-kata, belum meresap ke hati dan perbuatannya.
2. Berusaha mencari karunia melalui jalan yang tidak diridhai-Nya.
Misalnya kita ingin menenangkan diri dengan mabuk-mabukan atau 'clubbing', ya tidak akan pernah ketemu ketenangan itu, karena dicari dengan cara yang salah.
Kenapa yang kita ketahui beda dengan apa yang kita lakukan? Kenapa kelakuan kita tidak serius? Kenapa ngga ngeh juga kalau pebuatan itu salah? Artinya antara teori dan praktek ada gap, kesenjangan, sehingga kita tidak maksimal! Selain itu, kita harus hati-hati bila kita sudah merasa nyaman dengan dunia, CINTA DUNIAWI, hingga terlalu enak dibuai dengan puja-puji makhluk dan terlampau takut dengan hinaan makhluk. Jadi, kata Aa, ilmunya saja tentang Allah, namun hatinya terpaut pada seseorang, dan itu berarti dia gagal mengaitkan cita-cita dan harapannya hanya kepada Allah. Sehingga seperti sia-sia saja, sehebat apapun ceramah, sebanyak apapun ibadah, tapi kesukaan hatinya terlampau condong pada nafsu duniawi...
Tip untuk memperbaiki ini semua adalah dengan menyelidiki hati kita soal kemunafikan ini, yaitu seberapa jauh kita memikirkan penghargaan manusia secara berlebihan. Intinya dengan MUJAHADAH, punahkan makhluk-makhluk yang tidak perlu hadir, kecuali makhluk yang jadi jalan untuk kian dekat dengan Allah SWT, dengan cara proporsional. Dan alangkah baiknya setiap shalat-shalat kita, senantiasa jadi momen untuk membongkar kekurangan-kekurangan kita...
Patrikan di dalam hati untuk taubat dari perbuatan maksiat yang pernah/sedang dilakukan, dan itu adalah sebesar-besar karunia-Nya. Niatkan untuk berbuat yang terbaik, dengan hati bersih, tak mengharap kecuali kepada-Nya, meski shalat kita mungkin tidak banyak, ilmu pun sedikit, tidak riya untuk urusan ibadah, insya Allah nilainya jauh lebih berbobot di mata Allah...
Duh Gusti...
memang sungguh
tak boleh ada setitik pun ujub di kalbu
karena ilmu yang berlimpah
karena ibadah tak kunjung lepas
mana sujud-sujud itu
ke mana larinya penghambaan itu
apakah hanya sebatas 5 menit kulalui
di kala shalat
dan kemudian
kembali kutegakkan maksiat?
istighfarku mungkin takkan pernah cukup
mengusir bulir-bulir dosa dan khilaf ini...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
Sebuah pengingat lagi dari mbak Diana. Hatur nuhun...
mbak diana...
hadeuuuh kebeneran bgt saya 'sakit' dapet 'obatnya' disini
teng kiu berrraattt :)
Alhamdulillah, astaghfirullah... Aku cuma penyambung saja mbak...
Post a Comment