Wednesday, March 26, 2008

DUNIA ITU KECIL TERNYATA...

Sebelum mulai bertutur, perkenankan daku mengucap hamdalah, segala puji hanya untuk-Nya, masih mengizinkanku bernafas hingga hari ini, bersua kembali dengan para sahabatku, dan juga diberi kesempatan menikmati ayat-ayat kauniyahnya di sela libur panjaaaang kemarin... Masya Allah...

Percayakah Anda bahwa dunia kian menciut dan mengecil (bukan perut yah, kalau itu mah horee banget, hehe...)? Kejadian yang kualami membuktikan kata-kata itu, dan kian meyakinkanku bahwa sesuatu yang menurut kita sulit dicerna akal, mustahil, atau apapun jua namanya, mudah bagi Allah, bila Dia berkehendak.

Pandai Sikek, sebuah kota kecil di Sumatera Barat. Dingin, indah dengan gunung-gemunung dan sawah hijau terhampar, masyur dengan sulaman dan tenun songket serta ukiran kayunya yang indah. Ke sanalah kami menuju beberapa waktu lalu, tanpa berpretensi apapun, selain begitu banyak rekomendasi "the must go place/town".

Berlabuhlah kami di sebuah rumah cantik. Coba bayangkan, rumah gadang dipenuhi ukiran kayu khas, warna-warninya ceria menyedot atensi (merah,coklat terang, kuning, de el el), dan di mukanya terbentang kolam yang dihiasi beberapa tangkai bunga teratai 'pinky'. Aaah, seperti di negeri dongeng saja kan?

Adegan belum jeda sampai di situ. Seorang nenek berpakaian sederhana menyambut ramah kedatangan kami, beliau rupanya tengah asyik berkebun. Diajaknya kami ke rumah panggungnya yang indah, dan subhanallah... semua sudut disesaki karya seni tingkat tinggi. Kain-kain songket penuh bersulam benang emas aneka desain, dari yang produk masa kini maupun yang berusia ratusan tahun (warisan nenek buyut sang nenek), juga contoh mini pelaminan minang yang megah-meriah, dan kriya tembaga seperti cangkir, cawan, teko, waah pokoknya seperti museum mini pribadi, melampaui toko suvenir biasa. Dan bisa ditebak ketika aku menanyakan harga segulungan kain songket, ternyata harganya hanya (catet ya hanya, hehe...) 7,5 juta! Wadduh, untung ngga pingsan dah :)) Alih-alih melipur lara dengan mengecek harga sehelai selendang sulam tangan dengan rajut benang perak di ujungnya, malah kian membuat prihatin, 2,5 juta man! Kata sang nenek, itu harga yang pantas dibayar, karena proses pengerjaannya yang sangat memakan waktu, 5 bulan! Wow... Speechless aku, apalagi suami, ngga berani dekat2, takut kenapa-napa katanya, hehe...

Naah, kembali ke laptop, sang nenek ini ternyata adalah ibunda tercinta dari adik kelasku di Psikologi UI, beda 4 angkatan. Gusti Allah... manalah terbetik sedikitpun di benak, Jakarta versus Padang Sikek, kota megapolitan padat penduduk versus desa indah terpencil di Ranah Minang, dipisahkan ribuan kilometer via laut, darat, dan udara, kok ya bisa Kau pertemukan hamba dengan beliau yang punya pertautan darah dengan temanku? Aku yang lalai, alpa, bahwa segalanya mudah bagi-Mu, kun fayakun... Aku seperti digerakkan untuk datang ke rumah itu, meski beberapa showroom dan toko suvenir sudah dilewati. Dan alhamdulilah, beliau tampaknya suka cita menyapa, menutur kenangan, dari memori indah hingga sekejap terlihat air matanya berkaca-kaca... Ah, agaknya beliau merindu dendam dengan ananda tercintanya...

Jadi spesial buat Ocha/Rozamon, ada salam penuh cinta dari ibunda, doa beliau senantiasa mengiringimu, layaknya doa ibunda-ibunda kita semua untuk buah hatinya...

3 comments:

Lili said...

Assallaamualaikum Mbak Diana, iya semoga bisa ikutan mencoba membuat pupuk organik.

Itung2, kita ikutan berbuat sesuatu utk lingkungan, walopun mungkin kecil2an.

zuki said...

ah ... indahnya tutur kata cerita ini ... subhanalloh ...

Anonymous said...

waktu pertama kali datang di negeri ini, aku kaget mbak, denger di jalan beberapa orang ngomong dalam bhs Indonesia, lebih kaget lagi pas belanja di sebuah toko ada yg ngobrol pakai bhs jawa :D