Ada artikel menarik di majalah femina terbitan 2 pekan lalu. Di situ dibahas tentang 'keharusan' zaman sekarang untuk hobi membaca supaya ngga ketinggalan topik terkini, selain juga dikutip jumlah pengeluaran para seleb (bukan lho, bukan saya, hehe... Ada ya orang ge-er dituduh??), kisaran minimalnya dari ratusan ribu hingga tak terbatas! Wow! Buku-bukunya pun canggih-canggih, dari Supernova, Laskar Pelangi, sampai buku berbahasa Inggris.
Tapi bukan itu yang menarik minatku, melainkan pernyataan beberapa orang bahwa mereka membeli buku-buku edisi lux maupun ensiklopedi yang muahal-muahal khusus untuk dipajang di lemari buku mereka yang juga off course muahal-muahal juga. Untuk apa? Ternyata untuk memberi kesan 'well-educated' pada para klien mereka, ini lho mereka yang berpengetahuan luas, tahu segalanya, up date buku-buku teranyar yang beredar di pasaran, de el el.
Ada pikiran iseng nih, coba kalo kuis "Who Wants to Be a Millioner" masih ada dan mereka diadu dengan peserta dari kalangan biasa (ingat ngga sang loper koran pemenang 500 juta?), kira-kira yang menang siapa ya? Hehe, jail bangets yah... Atau jangan-jangan para kalangan 'well-educated' ini menolak dengan elegan, udah kalah sebelum perang...
Terus-terang aku gemes banget baca artikel ini. Bagaimana bisa mereka dengan ringan hati membuang uang segepok hanya untuk tujuan gengsi semata? Padahal di luar sana, mungkin ngga sampai sepelemparan batu, di kampung-kampung kumuh di balik tembok perumahan mewah mereka, banyak anak-anak putus sekolah, juga orang-orang buta huruf. Alangkah lebih berartinya uang mereka, dengan nominal sama, bila dihibahkan atau disumbangkan untuk membangun taman bacaan umum, di mana masyarakat bebas mengaksesnya.
Kalau ada yang komentar ah itu kan uang mereka, terserah mereka dong mau diapain, ya iya benar juga sih... Aku jadi merenungi ucapan guru ngajiku, juga Pak Miftah Farid, yaitu sabar tidak hanya sebatas tatkala kita ditimpa musibah dan kesempitan, tapi juga ketika lapang, baik lapang materi maupun non materi. Godaan untuk renovasi rumah, gonta-ganti mobil atau HP, foya-foya, beli gadget mutakhir, dan sebagainya, itu beberapa contohnya. Hm, bisa ngga ya kita mengubah jendela pikiran kita, saat kita menerima kabar baik akan naik gaji atau dapat gaji ke-13, yang pertama kali dilakukan adalah sujud syukur dan kemudian langsung potong untuk zakat dan sedekah? Mungkin totalitas kita dalam bederma di jalan Allah belumlah sampai seujung kuku Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menyerahkan seluruh hartanya, tapi paling tidak kita senantiasa ingat, ada hak-hak orang lain di setiap keping uang kita.
Monday, March 17, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
Siappppppp!!!!! :)
heran juga aku mbak baca postingan di atas, ada yang sampai segitunya.
tapi memang banyak orang berbuat apa saja agar gengsi tidak turun, contohnya saja, banyak orang gengsi naik sepeda, karena pasti disangka org ndak punya, pernah temanku nolak hadir ke pesta perkawinan teman kerja kami naik sepeda, mending naik becak, kayak yang lain2 yang nggak bisa datang naik motor atau mobil, aku tetap ngoto nggak mau, akhirnya dia ngalah, nggak berani saat kutantang boleh dia naik becak, bayr sendiri, tapi aku tetap naik sepeda , akhirnya memang cuma kami berdua yg naik sepeda di pesta itu
Waah ke pesta naik sepeda? Romantis & pasti seru ya mbak! Jadi inget dulu pernah ke hotel Melia Purosani Yogya mbecak berdua Abang dr sta. Tugu, antik deh & ternyt OB hotel biasa aja tuh mukanya :))
Langsung tanya alamatnya aja Di. Yang hobi beli biar koleksi sebanyak-banyaknya, kita yang hobi baca tinggal dateng ke alamatnya buat baca bareng-bareng. Anggap aja perpustakaan gratis...(jangan-jangan herdernya yang menyambut kita ya...he..he...)
Post a Comment