Wednesday, August 20, 2008

AMAZING RACE ASIA, RAMA, HIDETOSHI, & HEE AH LEE

Sejak pasang Indovision beberapa waktu lalu, anak-anakku makin punya alternatif tontonan. Paling favorit sih pasti "Mr Bean The Animated", hehe... Nah, selain itu, mereka hobi banget nonton kuis atau sejenis lomba, salah satunya adalah "Amazing Race Asia" di mana para pesertanya berasal dari berbagai negara di benua Asia, termasuk Indonesia.

Dalam adu lomba ini, tiap negara diwakili oleh sepasang peserta, boleh sodaraan, pacar, teman karib, tunangan, atau suami-isteri. Total ada 11 tahapan di mana 9 di antaranya merupakan babak eliminasi (itu lho Jeng, kayak di idol-idolan, ada yang tersisih ngono kuwi, asli bengong deh yg bukan wong jerman :D). Nah mohon maaf, peserta Indonesia edisi ini sudah tiwas di babak ketiga. Menyedihkan? Yah, ngga gitu-gitu amat sih, namanya juga lomba, ada yang menang atau kalah kan?

Satu sisi yang kuamati dari "Amazing Race Asia" kali ini adalah munculnya finalis dari kota Singa alias Singapura, selain Malaysia dan Philippina. Halah, apa sih yang dibanggakan dari si singa ini, mungkin ada yang ngerundel dan ngga rela negara lain dipuja-puji, apalagi berhubung sedang gegap-gempitanya ngerayain hari kemerdekaan? Justru itu, peserta Singapura ini salah satunya adalah penyandang tuna-rungu, dengan cara bicara dan pendengaran kurang sempurna! Dan hebatnya, dengan kondisi 'luar biasa'-nya itu, dia sangat mensupport rekannya untuk kemudian menjadi juara! Subhanallah!

Awal menyaksikan acara ini, aku dan anak-anak sempat bingung kok di bawah terjemahan pas Adrian ini bicara, selalu ada teks bahasa Inggris, menegaskan kata-kata yang tengah diucapkannya. Lambat-laun, yang kami simak bukan lagi kata per kata yang terucap olehnya, tapi isinya, bagaimana pola pikirnya yang senantiasa positif, semangatnya yang nyaris tak pernah padam, ingatannya yang kuat melebihi peserta normal lainnya. Ini dibuktikannya saat di babak penentuan, kala Adrian dan Collin, sohib dekatnya di gym, tiba sebagai peserta terakhir di pantai, sementara peserta Philippina -- yang selama lomba hampir selalu juara satu -- dan Malaysia sudah sibuk dengan tugas mengurutkan negara yang pernah dikunjungi selama lomba dengan cara menancapkan bendera di tonggak-tonggaknya. Panik? Tentu saja, mereka berdua ngomooong terus semoga peserta lain belum selesai (persis kita lah, wajar tho?). Dan strategi mereka terbukti jitu, yaitu dengan memutuskan Adrianlah yang bertugas. Di sini tampak nyata bahwa persahabatan mereka sudah tahap melampaui pemahaman mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Collin yang normal mengerti betul bahwa soal daya ingat, adrian justru lebih jago, sehingga dengan legowo dan pedenya dia menyerahkan amanah kepada Adrian, tanpa setitikpun keraguan.

Hasilnya? Kalau nyontek kata-kata peserta Philippina, si Adrian ini ibarat ninja, sap sap sap, yakin aja dia menancapkan bendera demi bendera, ga pake celingak-celinguk coba-coba ngintip atau minta konfirmasi rekannya, dan jadilah ia peserta pertama yang menuntaskan tugas dengan gilang-gemilang, tanpa salah! Dan akhirnya, mereka pun tiba di lokasi penentuan sebagai juara umum!

Banyak pelajaran yang bisa dipetik di sini. Terkadang kita yang dilahirkan normal merasa sempurna dan bisa dengan pongahnya menistakan saudara-saudara kita yang terlahir 'cacat'. Padahal sesungguhnya mungkin saja mereka yang terlahir 'sempurna' dengan segala kelebihan-kelebihan khasnya, sedang kita yang justru tidak mampu dan tidak mau mengoptimalkan potensi yang kita miliki. Serba tanggung, istilahnya. Coba kita lihat Rama, sang blogger kita yang tunanetra, He Ah Lee yang bertangan 'capit udang', Hidetoshi yang tanpa kaki namun jago basket atau sang biduan tunanetra kita (maaf, lupa namanya, pernah dimuat di halaman 16 Kompas) yang hafal 1000 lagu di luar kepala! Artinya, dari mereka yang dicap 'cacat' (oya, makanya di Psikologi mereka bukan disebut anak/orang cacat, tapi anak luar biasa), malah kita belajar banyak sekali, terutama tentang semangat hidup, spirit melawan 'keterbatasan', kasih-sayang, penerimaan diri, dan motivasi yang tak pernah mati...

1 comment:

Diah Utami said...

Subhanallah... Semoga kita yang biasa2 saja (mereka kan 'luar biasa' ya?) bisa belajar lebih banyak dari mereka-mereka itu, juga lebih bersyukur atas kondisi kita, apapun adanya. Amiin.