Thursday, February 26, 2009

HIROTADA OTOTAKE




'MAKA NIKMAT TUHANMU YANG MANAKAH YANG KAU DUSTAKAN?"
(QS AR-RAHMAN, 13)



(berbagai sumber/imam gem sufaat)
sindo



Hirotada Ototake lahir tanpa lengan dan kaki. Orang tuanya memutuskan bahwa Oto – panggilannya -- harus “hidup normal”, dengan tidak memberikan perlakuan khusus di rumah maupun sekolah. Dan Oto sanggup bermain bola basket, pandai memasak dan masuk Universitas Waseda yang tersohor itu.

Meski dilahirkan cacat, namun Ototake tidak menyerah. Dia tetap percaya diri dan melakukan yang terbaik demi meraih cita-citanya.

Pada bulan April 2007, Oto, untuk pertama kalinya, menjalani profesi baru sebagai guru SD full-time.Ototake mendapatkan kepercayaan dari Dinas Pendidikan Tokyo untuk mengajar olahraga dan kesehatan di SD Suginamiku, Tokyo.Sebelumnya,selain menulis buku dan artikel, Ototake adalah pekerja paruh waktu di sekolah itu.

”Saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang sudi memberikan kepercayaan kepada saya untuk mengemban tanggung jawab ini.Saya berharap kehadiran saya di sekolah ini dapat memberikan yang terbaik bagi para murid,”kata Ototake kepada sejumlah wartawan yang meliput hari pertamanya sebagai guru full-time. Ototake mengaku ingin menjadi guru pada awal 2005 lalu. Ototake menilai, dengan profesi itu dia dapat mendidik plus membimbing para murid untuk menghargai setiap potensi yang dimiliki. Ototake yakin dengan kekurangan dan pengalaman yang dimiliki,dirinya dapat lebih meyakinkan anak didiknya tentang arti kemampuan diri.

”Saya ingin semua orang, terutama murid-murid saya dapat mengenali, menggali dan mengembangkan setiap potensi yang mereka miliki.Saya yakin,dengan cara ini,seseorang akan dapat meraih apa yang mereka cita-citakan,”kata Ototake mantap. Guna menguasai ilmu paedagogi (ilmu mengajar), lulusan ilmu komunikasi Waseda University ini rela menempuh studi lanjutan selama dua tahun di Meisei University.Dari sini,Ototake berkesempatan magang di SD Suginamiku pada Oktober lalu Di sini,Ototake dipercaya mengajar siswa kelas dua. Selain dengan metode ceramah, Ototake juga menggunakan bantuan komputer dan proyektor sebagai alat bantu mengajar.

Ototake mengoperasikan alat-alat tersebut dengan pensil yang dijepitkan antara dagu dan pangkal lengan. Ototake pertama kali dikenal publik Jepang pada 1998. Saat itu, dia sukses menulis buku berjudul Gotai Fumanzoku (Nobody’s Perfect). Buku yang mengisahkan perjalanan hidup Ototake sebagai penyandang cacat itu berhasil membuat pembacanya kagum dan bersimpati. Tidak hanya itu,buku tersebut mengilhami Pemerintah Jepang untuk memperlakukan para penyandang cacat dengan semestinya. Banyak fasilitas umum seperti mal, gedung perkantoran, dan sekolahan di Jepang yang awalnya tidak dilengkapi fasilitas khusus penyandang cacat akhirnya membangun fasilitas itu.Tak ayal,buku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Korea,Inggris,dan China itu terjual lebih dari 4 juta kopi.

Dari sini,Ototake mendapat kesempatan untuk menjadi pembicara seminar, lokakarya hingga presenter sebuah televisi.Perlahan namun pasti, sosok Ototake menjelma menjadi seorang individu yang mapan dan karismatik. Meski demikian, Ototake tetap bersahaja dan rendah hati.Terbukti, dia justru terjun ke dunia pendidikan demi memperjuangkan idealismenya. Ototake mengaku ingin melakukan sesuatu yang tak kalah berharganya, yakni menikah dan punya anak. Namun, Ototake belum tahu dengan siapa dirinya akan menikah. Dia hanya mengatakan bahwa seorang wanita cantik saat ini telah ada di dalam lubuk hatinya. ”Seperti halnya laki-laki normal lain, saya juga ingin menikah dan punya anak,”katanya tersenyum.

Pejabat National Federation of Physically Handicapped People (Federasi Nasional Penyandang Cacat) Inagaki Hiroki menyebut keberhasilan Ototake sebagai sesuatu yang patut dibanggakan.Selain berhasil meraih kesuksesan dengan segala keterbatasan, Ototake juga mampu mengubah imej warga Jepang terhadap dua juta penyandang cacat di Negeri Matahari Terbit itu. ”Dia punya cara unik dalam menggalang kepedulian publik tentang nasib para penyandang cacat,” pujinya. Tidak mudah bagi Ototake untuk menjadi seperti sekarang ini. Terlahir sebagai orang cacat (lahir tanpa tangan dan kaki) Ototake harus jatuh bangun demi meraih cita-cita. Namun, semua itu dilakukan Ototake dengan penuh keikhlasan dan semangat yang tinggi.

Tanpa malu, dia melewati semua tahapan untuk sukses, termasuk menempuh pendidikan formal dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Layaknya orang normal, usia lima tahun Ototake masuk sekolah TK. Di sini, Ototake menemukan pengalaman yang tidak pernah dia dapatkan sebelumnya. Jika sebelum masuk sekolah Ototake lebih banyak tinggal di dalam rumah, saat itu Ototake harus berinteraksi dengan anak-anak sebayanya. Tak jarang sebagian teman-teman Ototake mengejeknya karena tidak bisa berjalan. Beruntung orangtua Ototake tahu apa yang harus dilakukan. Ayahnya, yang berprofesi sebagai arsitek, tetap mendukung kemauan anaknya untuk hidup normal dan meraih cita-cita.

Seiring berjalannya waktu, Ototake berhasil mengatasi masalah sosialnya. Bahkan, sewaktu duduk di bangku SD,Ototake menjadi kebanggaan tersendiri bagi teman-temannya.”Mereka senang melihat saya yang ke mana-mana harus menggunakan kursi roda elektrik.Mereka juga kagum karena saya bisa menulis dengan pensil yang dijepitkan antara dagu dan lengan,”kenangnya. ”Kehebatan” Ototake berlanjut hingga jenjang SMP dan SMA. Dia sempat beberapa kali dipercaya menjadi ketua organisasi intrasekolah. Dari sini, Ototake kerap mengadakan peristiwa-peristiwa budaya dan sosial. Karenanya tak heran jika sosok Ototake begitu dibanggakan rekan-rekannya.

***
Catatanku: Bukunya sudah diterjemahkan dan diedarkan Gramedia, insya Allah banyak pelajaran yang bisa kita petik...

Wednesday, February 25, 2009

SPLIT IDENTITY? OR MULTI-ROLES?




Hm, belakangan ini setiap melangkah keluar dari area kampus UI, seusai menangani klien, aku seperti melewati 'time-tunnel'. Ketika di kampus, aku adalah seorang psikolog, profesional, yang sekuat tenaga membantu klien dan orangtuanya untuk mengatasi problemnya. Namun saat melampaui lorong kampusku yang rindang, menuju halaman parkir, terlebih ketika duduk manis di angkot, aku seolah mendadak berubah wujud menjadi ibu rumah tangga lagi, seorang istri lagi. Kenapa bisa begitu? Karena isi pikiranku sudah langsung bercabang pada "hm, bawa oleh-oleh apa ya?", atau "waduh, lauk di rumah kurang deh kayaknya" (nih biasanya kalau pas mau berangkat ngga punya ide alias blank untuk masak apa,hehe...), sampai yang paling parah "kayaknya aku harus mampir ke pasar deh, beli bla-bla-bla...".

Tadi digodain Abang, jangan-jangan aku mengalami multiple-identity dan perlu ditangani temen yang psikolog. Hah, jadi bengong, speechless, hehe... Tapi mikir-mikir, mungkin aku rada telmi aja, dengan begitu banyaknya peran atau role yang kita punya. Ya istri, ya emaknya anak-anak, ya anak dari ibu-bapak, ya menantu, ya tetangga, ya sahabat, dan sekarang nambah atu lagi, jadi psikolog, yang notabene wanita karir. Yang kucermati, semua itu mau ngga mau, suka ngga suka, akan saling terkait satu sama lain, dan tanpa kita sadari, kita senantiasa akan switch atau oper peran dari waktu ke waktu. KAlau menurutku, pertanyaan besarnya adalah seberapa siap kita menanggung dan menjalani semua peran itu dengan maksimal, seoptimal yang kita bisa? Karena apa? Karena itu penting, bukan sekedar jadi ayah atau suami yang 'lewat' aja ngga ngurusin anak-istri, atau wanita karir yang tutup mata dengan problem anaknya yang terlibat narkoba, misalnya.
Hm, jadi inget beberapa waktu lalu ditawarin teman untuk bantu tim penyeleksi peserta Olimpiade Sains se-Indonesia. Tempting memang, ya godaan bisa jalan-jalan gratis (kan dibayarin tiket dan akomodasi dllnya), bisa ganti suasana, macem2 deh. Tapi konsekuensinya lumayan berat, buatku lho (kan kita ngga bisa pukul rata pasti persepsinya sama dengan kita tho?), yaitu kemungkinan besar akan tiba di rumah paling ceat jam 7-8 malam. Waduh, langsung deh kutolak mentah-mentah, ngga deh, haqqul yaqin ngga. Biarpun dibayar sejuta per kepala? Insya Allah, tetep ngga, bukan karena alasan sombong ngga butuh duit. Karena bagaimanapun, prioritasku masih yang utama ya menjalankan peran sebagai ibu dan istri, bukan sebagai wanita karir.

Bagaimana menurut teman-teman? Hm, rada berat ya topiknya...

Tuesday, February 24, 2009

ANTARA GEORGE WUZZ, MICHAEL OMAMA, & NETANYAHO




Ada banyak cara untuk mengenang seseorang yang spesial dalam hidupmu. Salah satu cara yang kami (baca: berdasarkan tekanan dari aku, hihi...) tempuh adalah dengan menamakannya pada sesuatu benda.

Naah, salah seorang yang spesial buat kami adalah George Bush, mantan Presiden AS. Tenang Boy, ngga pake lontaran sepatu (emangnya martil je?) kayak si wartawan Irak itu (lagian mana en kapan nyampenya, jauuuh benerr), tapi cukup menamakannya pada si pussycat cilik yang gemar bertandang hingga menjajah rumah kami. Agak menggok dikit sih namanya, bukan Bush tapi Wuzz (secara gitu kedengeran mirip tho?), dikarenaken si doi ini doyan banget kabur-kaburan dengan gesitnya. Slap dia di sini ciaaat doi udah di ujung sono.

Ni baru satu ekor, laen lagi dengan ulah sodara seibunya (kalo soal bapake, dihapunteun, kagak jelas, auk ah gelap yaw, lagian si emak kucing kagak bisa juga diinterogasi) yang 2 ekor lagi (ni duo kucing lengkap yah say, bukan ekornya doang). Setali tiga uang, senasib sepenanggungan, mereka ini hobiii banget main berantem-beranteman atawa at least manjat pu-un sawo dan mangga yang ada di halaman depan. Semalem aja ni trio miaw-miaw (kalo kwek-kwek kan kagak klop nyak?) merusuhi acara sante2 beduaan pas nonton serial "House" di channel AXN. Aku yang lagi rebahan sempat jadi ajang tomplokan si kurcaci lincah bin centil.

Kalo Michael Omama yah tau ndiri lah, sesungguhnya akibat kesalahan teknis mendeteksi jenis kelamin si pussy, makanya namanya agak error. Naah kalao Netanyaho mah nyerempet namanya ex PM Israel yang duluuu itu. Hm, kalo dipikir-pikir sih, apa si Neta ini punya darah Betawi atawa Sunda ya, jadinya -nyaho bukan -nyahu :D

Yah, maap dah, ngga sempet utak-utik DNAnya, belum ada juga kalee untuk liat DNA kucing? Hehe...

Friday, February 20, 2009

PETIKAN DOA SAAT USIA 40 TAHUN...





QS AL-AHQAAF, 15:

"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".

Thursday, February 19, 2009

SUDAHKAH ANDA MEMBUAT SURAT WASIAT?




Pada pengajian Sabtu kemarin guru ngajiku membahas tentang Perang Palestina yang terakhir. Kita tahu cukup banyak warga dunia yang ingin membantu rakyat Palestina dalam menghadapi gempuran roket dan bom-bom tentara Israel, termasuk di antaranya warga negara Indonesia. Namun yang baru kutahu adalah informasi bahwa Hamas tidak mau menerima begitu saja 'para sukarelawan' ini, atau dengan kata lain, mereka tidak ingin ada orang mati konyol dan nyawa berpulang dengan sia-sia.

Hamas mensyaratkan para jundullah (prajurit Allah) yang ingin membantu pasukan Palestina dengan 5 syarat berat, jika tidak bisa disebut amat sangat berat, yaitu:

1. Harus hafal surah Al-Anfaal
2. Shalat Subuh harus berada di shaf pertama dan tidak ketinggalan takbiratul ihram
3. Hafal hadits-hadits tentang jihad, termasuk sanad-sanad (perawinya)
4. Berasal dari keluarga mujahid, tidak pernah meninggakan shalat 5 waktu
5. Sudah menulis surat wasiat, beserta hutang-hutangnya yang sudah dilunasi

Subahanallah, semua syarat ini membuat merinding, rasanya tiada satupun aku bisa memenuhi syarat ini. Mungkin yang bikin kening kita langsung berkerut adalah syarat membuat surat wasiat. Memangnya kita sudah siap mati? Rasanya meskipun siap daftar dan siap berangkat perang di Palestina, pemikiran untuk syahid di sana jauh dari bayangan. Padahal lain lagi isi benak pikiran orang-orang Hamas, bahwa pertempuran ini bukanlah permainan dan senda-gurau belaka!



Tapi pernahkah terlintas dalam benak betapa tanpa harus pergi ke medan juang pun kita pasti akan dijemput malaikat mautnya, seberapapun tidak siapnya kita? Jadi, kata guru ngajiku, memang alangkah baiknya kita mulai detik ini membuat surat wasiat yang diketahui anggota keluarga, minimal pasangan hidup kita. Hitung-hitung jaga-jaga, kalau Allah sudah berkehendak mencabut nyawa kita, kita tidak meninggalkan anak dan suami/isteri kita dalam kebingungan, misalnya tiba-tiba ada penagih hutang yang tidak tahu rimbanya menyodorkan list hutang kita.

Tahukah bahwa orang sekaliber khalifah Umar pun merevisi surat wasiatnya setiap pekan? Atau ustadzah Yoyoh Yusroh bahkan tiap 2 hari sekali memperbaharuinya, dengan kesibukan seabrek? Lalu bagaimana kita?

Hm, bismillah, insya Allah aku mau bikin draft surat wasiatku, pesan dan mungkin nasehat terakhir untuk suamiku tercinta, imamku, selama hayat dikandung badan, serta putra-putriku terkasih, amanah indah yang Allah sematkan dan titipkan padaku...

Anda mau juga mulai menuliskannya?

Friday, February 13, 2009

LIFE BEGINS FORTY? HM...




hidup
adalah laksana perjalanan
lurus, menanjak
berliku-liku
tak selamanya aman
tak seterusnya nyaman

hidup
juga seperti mengisi perbekalan
agar ketika
menempuh jarak tempuh
tiada kekosongan
tiada dahaga menyertai

dan yang seutama
hidup adalah
menyiapkan jiwa-raga
untuk
pulang ke haribaan-Nya
dengan sepenuh kesiapan...


***
Subhanallah... Hari ini sungguh penuh hikmah. Membangun lagi spirit untuk disiplin olahraga, jadilah kukayuh sepeda menuju kolam renang. Di sana kujumpai senyum terkembang, rindu yang membuncah tulus. Juga ketika makan bersama sambil rapat dengan teman-teman dan pejabat sekolah, tiada sekat. Dan saat teman tercinta mengingatkan soal ayat Qur'an tentang datangnya usia ke-40, dan kaitannya dengan 'birrul walidain', yaitu dengan mengingat seberapa berat perjuangan ibunda kala mengandung kita, aku terhenyak. Kalau banyak orang mengutip tentang "life begins forty", atau puber kedua, subhanallah, buatku, firman Allah ini jauh lebih mengena dan bermakna. Bagaimana kita di usia 40, seperti bayi baru terlahir kembali, dan sekaligus harus semakin berhati-hati dalam melangkah, karena warnanya akan membawa dampak ke usia sisa...

Bagaimana warnamu dan seberapa hati-hati engkau melangkah di usia 40-mu?

Thursday, February 12, 2009

SUKIYAKIKU HAIYYA HALALAN THOYYIBAN




Ini resep racikan dari ibu mertua. Kata beliau, dulu sewaktu tinggal di Ujung Pandang, beberapa tetangga beliau adalah warga negara Jepang, jadilah beliau dapat resep ini. So dilarang protes ya kalo beda-beda tipis sama resep asli lah :) Mungkin bedanya juga yang ini insya Allah halal lho, ga pake mirin atau bumbu khas Jepang yang ngga jelas ingredient-nya...

Ya, mau ngga mau jadi inget pak Miftah Faridl deh, yang di dalam salah satu bukunya, mewanti-wanti banget soal makan makanan yang subhat apalagi yang haram. Sekarang kan buanyak banget rumah makan (lokal maupun luar punya) yang ngga punya atawa nyantumin label HALAL. Atau aku sendiri pernah liat resep sushi di buku resep masakan Jepang terbitan Gramedia, taunya salah satu bahannya adalah mirin alias kecap jepang yang mengandung alkohol! Waduh, kaget en agak syok juga. Bukan apa-apa, kalo kita yang awam ngga tau kan bisa maen beli en pesen aja di resto Jepang internasional atawa masak sendiri di rumah, trus en maen telen aja kan berabe?

Iih, serem ya, kalo itu makanan udah keburu tertelan dan ternyata di dalam kandungan bahan-bahannya ada keselip satu aja bumbu yang ngga jelas kehalalannya? Sementara itu makanan nantinya akan jadi darah dan daging, en kata pak Miftah, pastinya akan mempengaruhi sifat dan perilaku kita. Makanya jangan heran khalifah Umar yang terlanjur makan makanan haram buru-buru muntahin makanannya itu, biarpun dia ngga sengaja dan ngga tahu. Subhanallah, segitunya beliau menjaga betul dirinya? Naaah, kita gimana?

Ah, abis ngelantur ke sana ke mari, marilah kita kembali ke laptop :)

Bahan-bahannya simpel, yaitu:
- margarin secukupnya, untuk menumis
- bawang bombay, iris bulat tipis
- daging sukiyaki (biasanya dijual di supermarket dengan label khusus, bentuknya daging sapi fillet yang lebih tipis dari dendeng), sesuka hati, boleh untuk se-erte atawa buat sendiri
- wortel, iris miring
- tahu cina, potong dadu (biasanya sih tahu cina yang besar, kupotong jadi 8)
- soun
- sawi putih, iris sedang
- daun bawang, iris miring
- kecap asin
- kecap manis
- gula pasir
- air secukupnya

(Parah ya, resepnya kagak dilirik dah, abis pake feeling semua, hehe...)

Caranya? Lagi-lagi gampang aja. Taruh margarin di panci khusus sukiyaki, diamkan sampai mencair. Masukkan bawang bombay, tumis sampai harum, lalu susulkan daging. Aduk sampai berubah warna. Segera tambahkan wortel, aduk lagi, sebelum ditambahkan air sedikit, untuk sekedar mengempukkan wortel tadi. Masukkan sawi, aduk rata, kemudian tahu cina dan daun bawang. Biarkan sebentar sambil ditambah air (airnya terserah selera, kalo putriku mah seneng banjir, agak-agak nyemur penampakannya), baru setelah mendidih, kasih deh duo kecap dan gula pasir. Jangan ditambahin garam ya, kan asinnya udah dari si kecap asin? Cicip deh sampai cukup manis, matikan apinya. Siap disantap panas-panas...

Oya, tip terbaru sih kalo punya kompor portabel, lebih asyik lagi, kita bisa masak di ruang makan, mau di bawah kek ya ngga papa, jadi semua anggota keluarga bisa liat proses pembuatannya en malah mungkin ikut nyemplungin bahan. Syedap deh, sambil masak tambah akrab semua kan??

Monday, February 9, 2009

SANG PEMULUNG




Seringkali abis kondangan, nyesek juga liat kartu undangan teronggok di tempat sampah. Kasian en sayang banget, udah dipesen cantik-cantik en nyang pasti muahal lah (hm, tanya nih, haree genee berapaan sih bikin kartu gituan? Udah kagak lepel kali yah 10 rebuan? Haha, tolong dech,emangnye donat, hehe...). Yah, pokoknya, berawal dari keprihatinan ini, mulai detik itu aku jadi pemulung kartu undangan.

Hah, blogger kok pemulung? Ngaku psikolog pula? Tenang boy (nih, niru si Mahar, temennya Ikal si "Laskar Pelangi"), insya Allah bukan kelas pemulung yang ke mana-mana keliling pake tongkat en ngais-ngais bak sampah (tapi kalo gitu juga gapapa tho, kan teteup halal?). Aku baru sekedar ngumpulin kartu undangan yang masih bisa diselamatkan dengan ngerubah bentuknya jadi pembatas buku kok.

Modalnya dengkul banget deh, cuma gunting (kalo ada gunting zig-zag sih lebih ok), trus duit deh buat laminating (halah, error deh :D). Mula-mula sih seleksi dulu bagian kartu yang masih bisa dipake, biasanya sih aku pilih bagian sisi-sisinya yang kosong dari tulisan, entah ada latar bunga yang diembos atawa kosong sama sekali. Trus gunting deh yang rapi, mo lurus aja, meliuk-liuk, bulat, segitiga, itu mah up to you dah, kagak ada yang salah kok. Paling nimbang-nimbang aja kalo misalnya bentuk segitiga ada kemungkinan ketekuk ngga, kan sayang udah cakep-cakep jadi berkurang keindahannya?

Nah, kalo udah rapi jali, kita kumpulin deh di satu plastik, en tinggal cari mangsa tukang fotokopian yang baek hati mo digerecokin sama proyek pulungan kita ini. Dibilang mangsa, karena udah berapa kali aku bikin manyun tukang fotokopian yang kudatangin, hehe... (tega bener ya, katanya baik hati dan tidak sombong, kok kayak gini seeh??). Sampe sekarang ya aku akhirnya punya 1 langganan untuk ngelaminating kartu-kartu recycle ini, the one and only (couple tepatnya). En mereka lama-lama dengan muke pasrah bin rela kagak rela dah apal deh kalo aku udah boyongan guntingan unik bin antik (emang kan, sebab kerna kagak ada yang jual tho?) ini ke tempatnya, kagak perlu ngobrol lagi, mereka udah otomatis romantis nyusun dengan manis guntingan itu lengkap dengan jarak yang diancer-ancer biar cakep desainnya. Gitu hikayatnya sang pemulung hari ini sodara-sodara...

Yah, kagak ada niat buat jadi pesohor apalagi aktipis global warming (ah, kagak direken kalee...), tapi paling ngga, kita bisa ngurangin sampah yang kita buang. Hm, kalo pada males ngegunting-gunting, sok atuh kirim ke daku saja yah, dengan senang hati binti sumringah kan kuterima...

Saturday, February 7, 2009

CHILDREN LEARN WHAT THEY LIVE...




By Dorothy Law Nolte, Ph.D.

Jika anak dibesarkan dengan celaan,
Ia belajar memaki...... ....

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
Ia belajar berkelahi... .......

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
Ia belajar rendah diri........ ..

Jika anak dibesarkan dengan dengan penghinaan,
Ia belajar menyesali diri........ ..

Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
Ia belajar menahan diri........ ..

Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
Ia belajar percaya diri........ ..

Jika anak dibesarkan dengan perlakuan yang sebaik-baiknya,
Ia belajar keadilan.... ......

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan... .......

Monday, February 2, 2009

SUP IKAN


(sori dori mori, ni poto kagek sinkron ame cerite, maklum dah yee...)

Hm, sebenarnya mpok kagak pede buat sering (baca: sharing atawa bagi-bagi, gitu lah terjemahan bebasnye) resep, lha bise masak aje kagak (lebih banyak gosongnya daripade sukses, hehe...), apelagi pinter, jauuuuuuh... Tapi berdasarken niat tulus (ceile, eh insya Allah gitu...), makenye ane ngeberaniin diri deh cerite-cerite resep turun-temurun dari nenek moyang si ikan (haha, kena dech!), yaitu sup ikan!

Kalau ngintip en nge-browse, taunye beneran buanyak bangets ya resep sup ikan dengan segale macem pariasinye. Yee, tenang deh ane, artinye yang nyimek blog ini dilarang keras en kagak boleh protes kalo resep ini tuh beda bagei bumi ame langit ame resep orang laen ye. Kudu paham, dapurnye beda, tangannye aja beda, ya akhirnye hasil aduk-aduk tuh semen eh bumbu racikan pade akhirnye ye laen-laen dah (sebenenrye ni ngeles kan yee...)

Sup ini awalnye dibuat sebab musabab bosen kalo ketemu ikan di tukang sayur kok nalurinye pingin digoreng atawa dibalado aja, padahal tau ndiri kan itu full kolesterol? Akhirnye pas suatu ketika (cie, kayak mo dongeng aje ye?) makan di resto Bandung sama mertua, trus nyoba-nyoba ngelamunin bumbunya apa aje ye sambil intip resep Food-combiningnya mpok Andang, lahir deh sup ikan ini. Gitu "behind the story"-nya, moge-moge pada ngarti.

Nih resepnya, catet ya sodara-sodara, siape tau kapan taon ane adain kuis berhadiah (tau apaan hadiahnye ye? enaknye apaan? Dih nanya si mpok, emang error, hihi...)

Siapin bahan en peeling (alias perasaan, soalnye bumbunya anti takaran, pake kire-kire aje):

1. 1 ikan gurame, difillet
2. bawang bombay, belah 4
3. jahe, dikeprek (jangan dikarate, entar benyek ye mpok?)
4. daung bawang, mo dikit mo banyak, tersereh situ dah
5. daun seledri, enakan banyak, biar sedep
6. garam
7. merica bubuk
8. tomat, belah empat

Carenye mudah bin simpel. Cuci ikan bersih, lumirin ame jeruk nipis en garam, diemin dah tuh kire-kire 10 menit, cuci bersih. Ambil panci (kalo belum punya, jangan pinjem tetangga ye, beli aje ke pasar, ok?), isi 3/4 nya ame aer, trus cemplungin dah tuh ikan plus semua bumbu kecuali tomat. Abis semua masuk, nyalain kompor en tunggu sampe mendidih, trus kecilin apinye. Kalo udeh 30 menitan, matiin en siap ditaro di meja makan. Disajiinnye biar seger, taro tomat yang udeh dibelah di mangkok, taro supi ikan en kasih irisan alus daun sledri en bawang goreng, en siap deh untuk diserbu! Oya, biasanya sih ane senengnye sup ini ditemenin sambel mentah seger en tempe goreng anget. Kok deh semua resep resto, hehe...