Friday, December 12, 2008

MELACAK TELUR SI BURIK (PART 2)

“Pak, Bapak…”
Koran yang menutupi wajah Bapak perlahan turun. Bapak yang tengah bersantai di teras sambil minum teh, tersenyum manis pada Nana. Dari nadanya, Bapak bisa menebak kalau Nana sedang ada maunya.
“Ada apa, Nak?”
“Ibu sudah cerita belum?”
“Cerita apa ya?”
Nana merajuk, mukanya setengah ditekuk. “Ah, Bapak nih. Pura-pura aja. Itu… soal telur Burik yang hilang. Semuanya, Pak!” Air mata Nana mulai mengambang di sudut matanya.
“O ya? Kapan itu?”
“Tadi pagi Nana baru lihat, tapi mungkin sudah sejak kemarin-kemarin.”
“Hm… hm…,” Bapak tampak berfikir keras, keningnya berkerut-kerut naik turun.
“Nana ingat kapan si Burik bertelur?”
“Ya ingat sekali dong Pak. Tiga minggu lalu, soalnya Nana ingat waktu lihat telur itu pertama kali, Nana senaaang sekali,” Nana menjawab seraya tersenyum dikulum. Bagaimana tidak, saking serunya ia melompat-lompat sampai tidak sadar menabrak sepeda Mas Andika hingga terguling dan ia pun terjatuh di atas sepeda itu!
“Benar tiga minggu lalu? Kamu engga salah hitung kan?”
“Ye Bapak, tentu aja engga salah. Kan habis itu Nana dan Mas Andika terima rapor, trus kita liburan dua minggu ke rumah Mbah Puteri di Magelang?”
Bapak manggut-manggut. Harus diakui bahwa ingatan Nana sangat kuat.
“Nah, lalu waktu kita sudah pulang ke sini, kamu sempat lihat lagi telur si Burik?”
Sekarang giliran muka Nana yang ditekuk.
“Ng… lagi engga sempat Pak. Pas banyak pe-er dan ada tugas kliping pelajaran Sains.”
Tiba-tiba bapak menepuk jidatnya yang lebar itu. Tawanya membahana, sungguh geli melihatnya. Nana cuma bisa terheran-heran. Idih, Bapak kenapa ya? Salah makan?
“Pak… Pak… inget Pak. Bapak baik-baik saja?” Nana bertanya dengan nada cemas.
“Hahahaha. Nana… Nana… Hahahahaha…”, perut gendut Bapak ikut terguncang-guncang mengikuti gelak tawanya itu. Nana tambah tidak mengerti. Kenapa sih Bapak? Digoyang-goyangnya lengan Bapak. Kira-kira perlu waktu dua menit sampai Bapak dapat menghentikan tawanya. Dahsyat, Bapak tertawa hingga menangis, tuh air matanya ikut bercucuran!
“Na, kamu sudah belajar tentang lamanya ayam mengerami telurnya?”
“Ya sudah dong, Pak. Di pelajaran Sains. Bu Guru bilang kalau ayam betina mengerami telur-telurnya sampai menetas selama 3 minggu. Memangnya apa sih hubungannya dengan telur si Burik yang hilang Pak? Nana jadi bingung nih…”
Sambil menggamit lengan Nana, Bapak mengajaknya mendekati kandang.
“Coba kamu dengarkan baik-baik. Kamu bilang, 3 minggu lalu si Burik bertelur, berarti sekarang saatnya…”
“CIAP… CIAP… CIAP!”
Belum sempat Nana membuka mulutnya untuk menjawab pernyataan Bapak yang menggantung, ia sudah diserbu suara-suara anak ayam di depan wajahnya.
“ALHAMDULILLAAH! WAAH, LUCU-LUCU SEKALI. ADA ENAM, PAK! Semuanya cantik deh! Makasih ya Pak,“ Nana memeluk erat Bapak seraya berteriak kegirangan menyaksikan anak-anak si Burik satu-persatu muncul dengan bulu kuningnya yang masih lembab. Benar-benar baru hadir di dunia setelah keluar dari cangkang telurnya.
Ibu – sekali lagi – melompat gesit ke teras, sementara Bi Imah tak mau kalah gesit menyambar sapu ijuk.
“Eeeh… lucu eh culun. Addduh Neng Nana lagi, kapok deh Bibi.”
Tanpa mempedulikan omelan Bi Imah, Nana menarik-narik lengan baju Bibi sambil menunjuk anak-anak si Burik,”tuh Bi, lucu kan? Lucu kan?”
Ibu dan bapak ikut tersenyum melihat tingkah polah Nana.
“Ehem… artinya, ada yang harus minta maaf nih sama Bibi, Mas Andika, juga Tono, karena sudah main tuduh saja,” begitu bisik Ibu ke telinga Nana. Agak malu-malu, Nana mendekati Bi Imah dan juga Mas Andika yang kebetulan baru pulang bermain bola.
“Maafin Nana ya Bi, ya Mas? Nana janji deh engga akan mengulangi lagi…”
Mas Andika mengayunkan tangannya ke udara, “Maaf diterima Bos.Tos, Nana!”
“Eeeeh Tos, plontos! Dduhh Mas Andika, teriak jangan di kuping nape? Udeh ah Bibi maapin, mendingan sekarang Bibi ke dapur aje…”
Ahhh, lega sekali perasaan Nana. Burik … Burik… kamu sudah membuatku panik seharian ini.

1 comment:

Ayik dan Ernut said...

(ernut)
wah si burik...punya ciap-ciap ndak bilang-bilang..