Tuesday, June 30, 2009

KUCING AJA SHAMPO-AN BOY...



Once upon the time, our ABG's cat coming with body yang dekhiiiil bangets. Ni ngapain aja sih boy, kamana wae? Ckckck... nih cewek geulis kumisan kok ya ngga bisa ngerawat bodi sih?? Ngga pake rundingan batas kuorum segala dah, diputuskan dalam waktu sesingkat mungkin besok kudu wajib musti harus dimandiin, tidak bisa tidak!!!

Naah, mengingat karakter kucing yang always senantiasa ngabur kalo kena aer, maka disusunlah rencana matang untuk memandikannya di halaman belakang, dengan sudah mempersiapkan segala sesuatunya, ya seember penuh air, gayung, shampoo dove, plus handuk bekas yang bersih. Sesudah si Neta dibujuk rayu dengan breakfast ala hotel miaw (hehe, ngarang!), pintu belakangpun kututup, maksudnya supaya dia ngga bisa melarikan diri di luar radar. Diapun mulai kugiring ke dekat keran air, kubasuh dengan shampoo. Mulai mengeong lirih, en lama-lama heiboh, hihi... Hm, adu tabah en tega deh, mulaikuciduk air segayung, en dia juga mulai meronta-ronta, berupaya kabur. Alhasil, 5 menitan lah, sukses deh mandiin dia. En penonton yang ngintip dari balik jendela di dalam, cekikikan, ngetawain bulunya yang kuyup. Aneh deh, kayak anak kucing baru lahir kali ya, masih peliket, lengket banget. Tapi ngga lama kok, karena dia rajin menjilat-jilat bulunya. Makanya triknya mandiin kucing ya pagi-pagi, sesudah mencermati ramalan cuaca kalo hari itu tuh cerah ceria, baru deh basuh-basuh dia, oche??

* waduh, sori yaaa... entah kenapa, image pussycatnya gatot dipasang :(

Monday, June 29, 2009

SPEECHLLESS...

bila anda mengetahui orang yang anda kasihi hanya memiliki satu hari lagi sebelum dia meninggalkan kehidupan ini, apakah yang akan anda lakukan untuknya sekarang?

Bagi siapapun, kutipan kata bijak dari pak Mario Teguh ini, pasti membuat terhenyak, termangu, speechless. Seperti juga aku...

Bagaimana teman-teman, kira-kira apa yang akan engkau persembahkan?

Thursday, June 25, 2009

MUNAJAT INDAH

Allahumma baariklanaa fii Rajaba wa sya'ban wa ballighnaa Ramadhan...
Ya Allah...
Berkahi kami di bulan Rajab dan Sya'ban
dan sampaikanlah kami
di bulan Ramadhan...
Aamiin...


Dianjurkan oleh Rasulullah, junjungan kita, untuk mulai berpuasa di bulan Rajab dan Sya'ban, membiasakan diri mengurangi makan, juga mengendalikan nafsu-nafsu duniawi, agar tidak kaget saat memulai episode shaum di bulan Ramadhan...
Selamat menjemput berkah-Nya, mengais bulir-bulir ampunan atas khilaf kita yang begitu menggunung, semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang bertakwa dengan sesungguh takwa, insyaAllah, aamiin... :)

Wednesday, June 24, 2009

INSENSITIVE


(BY LETTO)


a silent move that we make
when we awake
oh no
my conscience
come and going come and go
a troubled mind and twisted hand
we use everytime this everytime
all the sentimental feeling
that sometimes makes our heart burning
we surrender to a strong desire
ignorant to the needs of other
.. little whisper of little voices
that calls when we make desperate choices
are we that oblivious?
so insensitive
so many choices to be made
so little time to decide
so little guilt on our side

Tuesday, June 23, 2009

KINI, LALU, DAN MASA DEPAN..



bila Anda ingin mengetahui masa lalu Anda
kenalilah keadaan Anda sekarang
bila Anda ingin mengetahui masa depan Anda
perhatikanlah yang sedang Anda kerjakan sekarang...

(mario teguh)

Friday, June 19, 2009

SURAT CINTA BUAT DINDA



(cerpenku ini ada dalam buku antologi cerpen FLP Depok ini, mangga atuh dibeli & dikritik ya...)

Dinda, tanah ini masih bersemu merah jambu. Wana kesukaanmu. Dengan tenaganya yang dahsyat, ia membungkus tubuh mungilmu, dan... terbentanglah jarak di antara kita. Duhai, tak henti-hentinya Bunda sesali, andai saja dini hari tadi Bunda ada di sisimu, sekejap setelah jam tua di pondok kita berdentang dua kali, mungkin cerita tak berujung pilu begini.
Kalau saja tak ada batas waktu membuat proposal penelitian itu, rasanya tak ingin Bunda beranjak meninggalkan kehangatan pembaringanmu. Jika saja mata ini bisa digertak untuk terus terbuka lebar, biarlah tatapnya Bunda hibahkan untuk menelusuri wajah tirus serta tubuh ringkihmu. Raut muka yang menghibakan, namun sesungguhnya menyimpan semangat juang yang besar. Selalu ada yang menakjubkan darimu; tiap hari ada saja yang ingin kau pelajari.
Andai saja.... Ah, anakku. Penyesalan memang senantiasa datang terlambat, tapi kali ini bagai tak berakhir. Air mata Bunda rasanya takkan kunjung kering. Tak adakah, Dinda cintaku, Allah memberi peluang pada Bunda untuk melakoni ulang detik-detik sarat makna bersamamu, hingga Bunda bisa menghambat kepergian abadimu ini. Bisakah? Bolehkah, Rabb...?

*********
Semua sudah pergi, pulang ke rumah masing-masing. Mereka yang berpakaian dan berparas muram. Namun... tak ingin rasanya kaki ini beranjak menjauhimu, dan membiarkanmu terbaring sendirian di tengah tanah pekuburan yang sunyi sepi ini. Bunda tak sudi, tak mau!
Ah, itu Ayah perlahan mendekat ke arah kita, menggamit tangan Bunda.
“Mari, Sayang. Sudah mulai gelap, akan hujan rupanya...”
Bunda mencoba menggeleng kuat-kuat. Tidak! TIDAK! Biarkan hujan mengguyur tubuh Bunda. Apalah artinya dibandingkan dengan kedinginan dan kesenyapan yang kau rasakan di dalam sana. Dingin yang menggigit sampai ke sumsum tulang. Oh, tidak, tidak..., biarkan Bunda terus di sini. Bersamamu.
Ayah turut bersimpuh di samping Bunda. Ia terpekur sejenak. Matanya sembab, rautnya nyaris ungu menahan isak. Bunda melihat masih ada galau di sana, meski sudah agak mereda. Ah, Ayah masih lebih tabah daripada Bunda, Dinda. Ia berkata,”Bunda, ingatkah apa yang tadi dikatakan Pak Ustadz? Hubungan ini, bagaimanapun hanyalah terputus secara fisik. Tidak ikut memutuskan hubungan jiwa. Dinda tetaplah anak kita, belahan jiwa kita, meski kini ia tertidur panjang di sini. Ya, kan?”
Bunda hanya sanggup mengangguk.
“Dinda tentu lebih bahagia bila mengetahui Bundanya terus mengennagnya dalam doa dan keikhlasan, bukan dengan menyiksa diri seperti ini...”
“Biar! Biarkan Bunda, Ayah! Tolong izinkan Bunda tetap di sini...”
“Sst... Sayang. Apakah menurut Bunda, rasa bersalah itu bisa pupus dengan cara begini? Ayah kira tidak, Bunda. Dinda pastilah tidak menyukai cara ini, cara yang menyakiti diri Bunda. Ya kan? Ayo, marilah kita pulang. Maghrib sudah menjelang...”
Pecah tangis Bunda, luruh sudah pertahanan ini. Kekeraskepalaan Bunda bagai kena tohok dengan telak. Duh, Dinda, Bunda terpaksa harus pamit dulu. Permata hatiku, insya Allah wangi surgawi segera menyambutmu di sana....

**********
Boneka, sepatu, dan baju-baju merah jambumu baru saja Bunda rapikan. Hari terasa begitu lambat beringsut, seolah enggan beranjak dari detik ke detik. Baru pukul sepuluh pagi, namun kepala ini sungguh penat.
Sepekan sudah engkau pergi, tapi bagi Bunda, seolah engkau masih berkelebat di sini. Di ranjang mungilmu, di kursi malasmu, saat engkau berbagi keceriaan dengan sang mentari, di mana-mana. Denyut hadirmu masih terasa bergelora, memenuhi aura kehidupan Bunda, meski wujudmu sudah menyatu di surga dengan-Nya.
Entah mengapa, tangan Bunda refleks meraih boneka Lalamu yang cantik. Matanya yang besar membelalak lucu. Masih terekam jelas dalam benak Bunda, kala pertama kali Bunda perlihatkan Lala padamu. Tangan kurusmu bergerak teramat lambat, coba menggapai mata besarnya, ingin menggoyang-goyangkan tubuh montoknya agar matanya bergerak-gerak naik turun, membuka dan menutup.
Allah... tak pernah jua sebelumnya Bunda menyaksikan upayamu yang sedemikian gigih, berusaha melawan kelumpuhan totalmu. Dinda lihat? Tahu-tahu Bunda sudah menangis lagi. Bunda kini duduk di kursi goyangmu, tempat kita biasa berbagi suka-duka, merajut cerita. Pahit sekali bila Bunda mengingatnya lagi, betapa kisah-kisah kita makin mendekati titik nol kala Bunda memutuskan untuk bekerja sebagai staf pengajar di kampus itu.
Mulai tampak bayang kekecewaan di matamu, ketika sejak itu makin sering Bunda ingkar janji, Maafkan Bunda, Manis. Bunda harus ke kampus, harus memeriksa kertas ujian, harus, harus.... Tapi, makin hari makin kerap Bunda harus ke sana, harus ke sini.
Duh, Dinda.... Bunda tak bisa mencegah ketika memori ini berlabuh jauh, terhempas keras ke masa empat tahun yang lalu. Saat itu Bunda sedang terserang demam, sulit sekali rasanya menelan. Kelu lidah ini bukan buatan. Bunda memaksa diri untuk makan sesuatu, tapi penyakit itu begitu bandel. Sudah seminggu tak kunjung sembuh, meski berbutir-butir parasetamol telah Bunda minum. Akhirnya Bunda pun pergi ke dokter Milna, dokter spesialis kandungan teman Bunda. Duh, Dinda... reaksinya bagai menampar keras pipi Bunda.
“Ya Allah, Ranti! Kok baru sekarang kemari? Padahal demammu sudah menjelang seminggu. Sebaiknya kamu periksa darah. Ini baru minggu ke delapan kan?”
“Kok sampai harus tes darah segala? Memangnya kenapa, Dok?”
“Ini lho, ruam-ruam merah di kulitmu ini kan masih tanda tanya. Berdoa saja semoga bukan...”
Mendadak sunyi. Bunda jadi curiga.
“Semoga bukan apa, Dok?”
“Saya sangat berharap bukan rubella. Terus-terang, virus itu agak berbahaya untuk janin yang sedang di kandungmu. Kita berharap hanya demam biasa.”
Duh, sayangku! Harapan tinggal harapan. Meski kami berdoa siang-malam, akhirnya Bunda divonis positif terkena rubella. Rasanya dunia sudah kiamat buat Bunda. Apa dosa yang telah kami perbuat? Ataukah ini sekedar ujian hidup? Tapi... mengapa sedemikian berat?
Dengan mengucap basmallah, Bunda mencoba mengayun langkah, menapaki hari-hari dengan sikap tegar, meski tak ayal, ada masa penuh isak tangis di malam kelam, kala Bunda mengadu kepada-Nya. Tiada, tak ada yang mampu menyelami kepediahn jiwa Bunda selain Dia....
Amboi, cantiknya dirimu. Kulit kuning langsat, bersih-bercahaya, persis seperti malaikat kecil yang langsung mencuri hati Ayah dan Bunda. Timbul setitik harapan, semoga tak ada efek rubella pada pertumbuhanmu. Semoga...
Tapi, luapan suka cita itu tidaklah lama. Sedikit demi sedikit engkau mulai tertinggal dari bayi seusiamu. Engkau masih saja terbaring tanpa mampu memutar tubuhmu untuk tengkurap dan duduk, bahkan hingga usiamu dua tahun. Meski Bunda kerap menggodamu dengan mainan favoritmu, gemingmu sangatlah minim, hanya mata indahmu yang antusias mengikutinya.
Tamparan kedua pun datang, cerebral palsy, lumpuh motorik, stadium terberat pula. Syaraf motorikmu akan mengalami kelambatan, dikau takkan bisa berjalan selamanya, apalagi berlari lincah. Ya Rabbi, mengapa beban ini begitu berat? Rasanya saat itu, nyawa Bunda sudah separuh terbang....
Bolak-balik ke YPAC, demam tinggi yang setia datang, teriakan kesakitanmu yang memilukan disertai kejang-kejang. Itulah pemandangan yang harus Bunda hadapi setiap hari, dari waktu ke waktu. Membuat Bunda sangat lelah, fisik dan mental. Makin lama mental Bunda kian labil, karena emosi teraduk-aduk selalu. Sampai pada suatu titik, Bunda haus suasana baru. Bunda dan Ayah berdiskusi, panjang lebar, hingga larut malam. Bunda ingin, ingin sekali bekerja.
“Tetapi bagaimana dengan Dinda?”
“Kita bisa cari baby-sitter untuk anak penyandang cacat. 'Kan terapisnya rutin datang, jadi bisa memberi pengarahan. Lagipula Bunda janji tidak akan lepas tangan.”
Dan Ayah pun terpaksa mengalah.
Duh, Dinda... Ternyata janji Bunda hanya sebatas janji. Lambat laun, suasana baru itu lebih menantang, lebih harum semerbak bagi Bunda. Apalagi baby-sitter-mu sangat cekatan dan sabar, dan terapismu melaporkan kemajuan pesat darimu.
Makin terbuailah Bunda, dan makin jauh jua hubungan kita. Bunda kian sering pulang malam, ketika kau sudah lelap tertidur di tengah bonekamu. Entah menguap ke mana nostalgia manis saat kita melewatkan hari-hari selama dua puluh empat jam bersama-sama. Hari-hari engkau bebas dari demam dan kejang; hari-hari hanya ada tawa ceriamu, kala Bunda menggoda dan membopongmu mngitari taman, seraya memperkenalkanmu pada sang kupu yang tengah menghisap madu bunga.
Indahnya kenangan itu, mengawang-awang di langit biru. Saat itu ingin rasanya Bunda persembahkan segala yang engkau inginkan. Meski tak ada ucap yang terlontar, karena bicaramu pun ikut terhambat, namun binar matamu bicara banyak. Ya, Sayang, Bunda tahu, betapa banyak cerita yang ingin kau bagi pada Bunda. Tawa, tangis, dan isak pilumu kerap jadi satu kesatuan...
Tapi, dunia baru Bunda begitu memabukkan, hingga kenangan manis itu makin lama makin kabur dari benak Bunda. Padahal, masih rutin sebulan sekali engkau demam tinggi disertai igauan dan kejang-kejang di sekujur tubuh.
Baby-sitter-lah yang setia mendampingimu, meski Bunda bukannya tak tahu, Bundalah sebenarnya yang kau butuhkan. Sementara Bunda sendiri semakin sering menghilang dari sisimu, lenyap di tengah rimba pekerjaan mengajar, membuat penelitian, dan pelatihan di sana-sini. Nyaris tak ada tanya simpati dari rekan sejawat Buna, menanyakan perihal dirimu. Dulu, dulu sekali, memang ada teman Bunda, seorang psikolog anak, mengingatkan agar Bunda behenti mengajar saja.
Bunda langsung meradang. No way! NO WAY!! Bagaimana dengan dunia baru ini? Haruskah Bunda selamanya berkutat dalam gerak terbatas di antara dinding sempit rumah kita? Dan hanya berputar-putar di pusaran deritamu? Apakah Bunda tak boleh sedikit menarik napas dan melepaskan tekanan emosional di rumah? Tidak! Tidak! Batin Bunda langsung memberontak. Bunda butuh udara segar di luar rumah, sama seperti ayahmu. Kenapa hanya Bunda yang harus berkorban? Duhai, Sayang, kelak Bunda amat menyesali kepongahan ini.

**********
Berdiri di atas alasan 'demi engkau”, Bunda melanjutkan perjalanan karir ini. Begitu melenakan dan membius, sehingga begitu mudah Bunda mengalihkan tugas menenangkan amukan protesmu pada Mbak Yuni, baby-sitter-mu. Walaupun kian kentara sikap gundahmu, kecewamu, tugas yang bertumpuk memupus kepekaan Bunda atas perasaanmu. Paper, koreksi ujian, soal-soal ujian, draft penelitian, semuanya bagai mengepung, sekaligus menantang. Tak ada lagi ruang untukmu, hingga jerit tangismu kala Bunda berangkat kerja, menguap lepas di udara.
Pagi itu, tiba-tiba saja engkau demam tinggi, tersengal-sengal napasmu. Ini tak biasanya, Bunda panik. Baru menjelang tengah malam, engkau mulai tertidur tenang, setelah tiga kali meminum obat dari dokter Rizal. Bergegas Bunda bergerak, langsung meraih draft penelitian yang batas waktunya tinggal dua hari lagi. Tidak sempat lagi Bunda menatap kepolosan wajahmu, dan... memang takkan ada waktu berulang.
Subuh menjelang, menggugah kesadaran Bunda kalau tubuhmu sudah sedingin es. Meski Bunda menjerit histeris, memanggil-manggil namamu, kau tak pernah bangun lagi. Kau hanya diam berbaring, dengan senyum lembut membayang di bibirmu yang mulai membiru. Dan engkau tinggalkan Bunda dalam sunyi. Sunyi, seolah berjalan dalam gulita.

**************
Tanah peristirahatan terakhirmu sudah mulai kecokelatan, tidak lagi merah jambu seperti kemarin. Tapi air mata Bunda belumlah kering, terutama saat teringat angan-angan Bunda untuk membelikanmu kursi roda serta menyekolahkanmu di SLB D di Pasar Minggu.
Maafkan Bunda, anakku. Biarlah rasa sesal ini Bunda hayati sendiri. Hanya satu hal Bunda pinta darimu, jangan biarkan jiwamu ikut menjauhi Bunda. Selamat jalan putri kecilku, bidadari hatiku. Antarkan wangi surgawi ke hati Bunda.

Cimanggis, April 2000


*************************

Wednesday, June 17, 2009

HARGA ATAS WAKTU..




tidak ada harga atas waktu,
tapi waktu sangat berharga
memiliki waktu tidak menjadikan kita kaya
tetapi menggunakannya dengan baik
adalah sumber dari segala kekayaan...
(mario teguh)

Tuesday, June 16, 2009

BURJO MADURA, SYEDAP TAIYE..



Malam mingguan, empat orang mengendap-endap di tengah remang cuaca. Hehe, ngga ding, just a walking-walking around Cipayung, Megamendung. Secara ngga jelas bener target en sasaran, sekedar nyari udara segar jelang petang, begitulah...

Sepelemparan batu berjalan, bersitatap mata dengan tenda bertuliskan "Bubur Kacang Ijo Madura". Jadi inget gosip ramai kala mengaji bahwasanya sang burjo ini punya kekhasan tersendiri yang jujur, waktu itu aku ngga nyimak! (Heisya, piye tho mbake?? Ndak nyimak kok penasaran? Opo penasaran sebab kerna ndak nyimak? Walah, mutre-mutre je). Namun dengan keluguanku, misua mau aja diajak nyoba, yuuuuk...

Nah, kali ini, kami berdua nyimak baek-baek deh. Si tukang burjo mula-mula menyendok segumpalan ketan item kering di dalam pancinya, ambil 1 sendok, lalu beliau meraih roti tawar tipis, en terakhir mengguyur keduanya dengan sesendok burjo yang udah 1 set dengan santannya, ngefull panasss... Rasanya? Hm, yummy memang, beda dengan burjo biasa, yang ketan itemnya basah, dan santannya lebih encer. Pokoke mak nyuss deh... Penasaran? Dah nyimak blom?

Monday, June 15, 2009

SHALAT SUBUH...




Seorang pria bangun pagi-pagi buta utk sholat subuh di Masjid.
Dia berpakaian, berwudhu dan berjalan menuju masjid.
Di tengah jalan menuju masjid, pria tersebut jatuh dan pakaiannya kotor. Dia bangkit, membersihkan bajunya, dan pulang kembali kerumah. Di rumah, dia berganti baju, berwudhu, dan, LAGI, berjalan menuju masjid .

Dlm perjalanan kembali ke masjid, dia jatuh lagi di tempat yg sama! Dia, sekali lagi, bangkit, membersihkan dirinya dan kembali kerumah.

Dirumah, dia, sekali lagi, berganti baju, berwudhu dan berjalan menuju masjid .

Di tengah jalan menuju masjid , dia bertemu seorang pria yg memegang lampu.

Dia menanyakan identitas pria tsb, dan pria itu menjawab "Saya melihat anda jatuh 2 kali di perjalanan menuju masjid, jadi saya bawakan lampu untuk menerangi jalan anda."

Pria pertama mengucapkan terima kasih dan mereka berdua berjalan ke masjid. Saat sampai di masjid , pria pertama bertanya kepada pria yang membawa lampu untuk masuk dan sholat subuh bersamanya.

Pria kedua menolak.
Pria pertama mengajak lagi hingga berkali-kali dan, lagi, jawabannya sama.
Pria pertama bertanya, kenapa menolak untuk masuk dan sholat.

Pria kedua menjawab, "Aku adalah Setan."

Pria itu terkejut dengan jawaban pria kedua.
Setan kemudian menjelaskan, "Saya melihat kamu berjalan ke masjid, dan sayalah yg membuat kamu terjatuh. Ketika kamu pulang ke rumah, membersihkan badan dan kembali ke masjid, Allah memaafkan semua dosa-dosamu. Saya membuatmu jatuh kedua kalinya, dan bahkan itupun tidak membuatmu merubah pikiran untuk tinggal dirumah saja, kamu tetap memutuskan kembali masjid. Karena hal itu, Allah memaafkan dosa2 seluruh anggota keluargamu. Saya KHAWATIR jika saya membuat mu jatuh utk ketiga kalinya, jangan-jangan Allah akan memaafkan dosa-dosa seluruh penduduk desamu, jadi saya harus memastikan bahwa anda sampai dimasjid dengan selamat..."

Jadi, jangan pernah biarkan Setan mendapatkan keuntungan dari setiap aksinya.

Jangan melepaskan sebuah niat baik yg hendak kamu lakukan karena kamu tidak pernah tau ganjaran yg akan kamu dapatkan dari segala kesulitan yang kamu temui dalam usahamu untuk melaksanakan niat baik tersebut.

sumber: NN

Friday, June 12, 2009

JUS MANGGA-JERUK




Panas-panas begini, paling uenaks ya nyeruput minuman dingin, segerr bin sehat. Apalagi kalo bukan jus buah? Nah, ini salah satu resep favorit kesukaan pasukan en bapake anak-anak, mangga dipersilaken untuk nyoba bikin. Jangan protes kalo enak en nagih ya, tenang aja bozz, ga bikin sakaw, malah langsing, singset, plus bugar! Bundaku aja seneng banget, en sempet jualan ini, ngisi waktu luangnya...

BAHAN:
2 buah mangga ukuran sedang, kupas bersih, potong-potong
1 buah jeruk manis, ambil airnya (jangan pake bijinya yah, apalagi kulitnya)
1 buah jeruk nipis, idem
gula, sesukanya deh, boleh pake atawa nihil
air 1500 ml

CARA:
Semua bahan taruh di dalam blender, kemudian blender sebentar hingga tercampur. Sajikan segera, dengan ditambah es batu.

Dijamin lebih syedap dari jus di resto deh, hihi narsis!

Thursday, June 11, 2009

HAMBA TERBAIK ALLAH...




Ciri dan identitasnya:

1. Tidak kenal sikap palsu, kamuflase, banyak tingkah, dan takabur (QS 25:63)

2. Ruang jiwanya dipenuhi perhatian dan kepedulian besar nan sungguh dalammencapai tujuan mulia mereka (QS 28:55)

3. Detik-detik malammereka teramat sangat berharga, diisi dengan ibadah muraqabatullah (QS 25:64; 17:79; 76:26)

4. Sangat risau dan amat takut akan azab neraka jahanam (QS 25:65-66; 2:3-4)

5. Mempunyai ukuran-ukurab yang jelas atas kebenaran dalam kehidupannya (QS 25:67; 17:29)

6. Tidak menyekutukan Allah, tidak menantang atau menyalahi-Nya (QS 25: 68-71)

7. Tidak menyia-nyiakan hak orang lain dan tidak menzalimi seorangpun (QS 25:72)

8. Hati mereka hidup subur dengan iman yang benar (QS 25:73; 8:2)

9. Mereka ingin kebaikan yang dilakukannya menjamah dan berlanjut untuk tiap generasi (QS 25: 74-76)

Wednesday, June 10, 2009

DOKTER HEWAN DADAKAN


Beberapa hari lalu, si Neta, kucing yang rajin nyambangi rumah, kelihatan ngga sehat dan lesu. Dia yang biasanya pagi-pagi cerah ceria dengan meongnya yang super ruame dech, kok ya cuma duduk manis di singgasana bantal lantai lorek-lorek, caari PW alias posisi wuenakhs, en lho... kok bobo? Anak-anak dah pada ribut aja, ngejar-ngejar untuk segera ambil tindakan ACT (aksi cepat tanggap), cemas betul kucing kesayangannya kenapa-napa. Kayaknya mereka masih kebayang sama kematian si Miu deh, setahun lalu, yang wafat di depan mata kepala mereka sendiri.

Yusuf tak suruh tuang madu arab, dopping emak-bapake, ke mangkuk kue apem. Nah pas mereka dah berangkat en kerusuhan tinggal jadi saksi bisu (ceile...), segera kupangku Neta, kucelup ujung jariku ke mangkuk kecil itu, dan sengaja kutempel ke ujung bibirnya. Eh alhamdulillah bolak-balik dia gesit menjilat-jilat ujung jariku, ngga pake dipaksa-paksa pula. Kasih breakfast yang banyak en full gizi, ngga lama siangnya dia sudah jauh lebih segerr (buah kalee...). Ah, senangnya...

Monday, June 8, 2009

MEMBIJAKKAH KITA?




waktu mengubah semua hal,
kecuali kita
kita mungkin menua dengan berjalannya waktu,
tetapi belum tentu membijak
kitalah yang harus mengubah diri kita sendiri

(mario teguh)

Wednesday, June 3, 2009

PUISI TAUFIQ ISMAIL




Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya....
Bukan besar kecilnya tugas
yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu

Jadilah saja dirimu....
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri

Tuesday, June 2, 2009

PUISI CINTA TUK ANANDA..




tiada terasa
anakku sudah remaja
ah Gusti Allah
waktu betapa cepat bergegas
meninggalkan beribu jejak

ah, acapkali kami alpa
anak ini hanya 12 tahun
hatinya sanggup didekap
sepenuh pelukan
sedang sesudahnya
hatinya sudah tertambat
pada teman sebayanya

kadangkala kumerenung
sudah berapa banyak bekalan
yang tlah kami siapkan
untuknya
sanggup menghadapi badai kehidupan
dengan setotal keyakinan
kepada Tuhannya
melawannya dengan
seutuh keberanian
akan tegaknya kebenaran
kebenaran hakiki Illahi

terus-terang
nyaris aku tak pernah yakin
makanya doa selalu teriring
untuknya
mohon perlindungan
Rabbnya
untuk selalu menjaga
melindunginya
karena Ia
sebaik-baik
penjaga dan penolong...

Monday, June 1, 2009

PETUALANGAN KE BAMBU APUS




Di luar jadwal rutinku, Rabu lalu aku menjelajah wilayah Bambu Apus, Jakarta Timur, dalam rangka membantu menyeleksi calon siswa SMA Unggulan. Duluuu sekali pernah sih waktu masih nguli ke Panti Sosial, nanganin klien remaja. Nah, itu kan udah jadul banget, secara peta di kepala masih agak samar-samar sih, hehe... Cuman masalahnya dulu arahnya kan dari terminal Cililitan (yang sekarang dah disulap jadi PGC), so it will be wasting my time, karena aku kini dari Depok! So kasak-kusuk sana-sini, en nge-google map (nih bahasa apaan yah??) malah bikin bingung, en tambah berkuadrat-kuadrat soal berapa waktu tempuh en naek apa. Mau naik taksi ya itu jalannya mblusak-mblusuk kagak jelas, akhirnya bismillah deh, ambil amannya, berangkat mendahului para pasukanku, 1,5 jam sebelum waktunya.

Ngojek dulu sampe pasar, nyambung angkot dengan tujuan Pasar Rebo. Di angkot ini, alhamdulillah, pertolongan Allah memang dekat. Ibu muda berjilbab yang kutanyai dengan ramah memberi petunjuk cukup jelas, demikian juga dengan pak polisi tinggi besar (gimana engga, aku yang semampai ini sampe mendongak, halah ngaku-ngaku semampai tho Jeng??), yang dengan tegas nyuruh aku nyambung mikrolet 40 untuk turun di depan TMII. Siap, laksanakan!

Nyebrang, nunggu T01 (nih beneran angkot kawan lamaku dulu, the one & only route), barengan dengan sama nenek-nenek dan ibu-ibu yang baru pulang belanja di pasar Cililitan. Awalnya mereka asyik ngobrol sendiri, tapi pas aku nanya pak sopir soal lokasi TKP, mereka spontan saling menyahut. Wah masih jauh Neng, sabar aja ya?Itu mah udah hampir ujung, bla bla bla... Pokoknya seru banget mereka ngasih juklak, kali trenyuh ngeliat wajah memelasku (hehe, kayaknya ngga pernah jual tampang begitu, bengong en bingung iya, ups!)

Pelajaran hari itu adalah dari orang-orang kecil ini, yang secara psikologis ngga kenal sama aku, adalah betapa mereka tulus, mungkin jauh lebih tulus dari mereka yang ngaku-ngaku orang besar. Polisi di jalan, nenek dan ibu sederhana yang notabene 'cuma' jualan sayur di warungnya yang sesak dan pengap, supir yang ramah, ah ketulusan yang tidak terbeli oleh uang dan kekayaan berlimpah... Subhanallah, Allahlah penulis skenario dan sutradara kehidupan terbaik!


---
bukan hal-hal besar yang menjadikan orang besar
tetapi hal-hal yang lebih kecil
yang dikerjakan dengan kekuatan impian-impian besar
dan pengabdian yang setia...

(mario teguh)