Tak terasa putri sulungku mendekati detik-detik terakhir kebersamaannya dengan lingkungan sekolah dasarnya, teman-teman, dan juga gurunya. Sabtu lalu adalah hari perpisahannya, dilangsungkan secara resmi di FH UI. Sudah diatur Allah aku pada akhirnya harus sukarela jadi bu-nitia perpisahannya, meski sudah berjibaku menghindar sedemikian rupa (bukan bersalin rupa jadi itik buruk rupa lho, hehe...). Tapi alhamdulillah, niat baik untuk membantu insya Allah selalu jadi jalan untuk amal bukan? Ya gimana ngga amal, kudu merenung bikin narasi untuk slide kenangan dari kelas 1 sampe 6, terus melatih MC-MCnya sampe diledekin udah kayak iklan "ekspresinya manna??" (ngga sih, alhamdulillah ngga pake molotot :D) di sela-sela jadwal menerima konsultasi, senam/renang en setor hafalan surat qur'an. Belum lagi pas mau GR, instruksiin tukang ojek untuk ngedrop anak keduaku ke UI, titip kunci garasi, en besoknya kudu duduk manis menyambut tetamu dan sekaligus jadi among tamu berhubung para petugasnya yang ngga kalah manis telat dateng!). Ups sori yah, bukan mau nyap-nyap, just make an illustrations about any tetek-bengeks aja... (hah, ini mah beneran bisa dimarahin guru Bahasa Indonesia nih, ngawur pisan!)
Alhamdulillah, anyway busway, acara berjalan cukup khidmat. Dibuka dengan tasmi' bersama (hafalan qur'an anak-anak, paling ujungnya surah Al Qiyamah), ngga terasa air mata menetes, haru tak terkatakan, dan kalbu juga bergetar hebat. Aah anak-anakku, betapa sungguh engkau harus mengucap beribu terima kasih, dan itupun takkan pernah cukup, atas tiap bulir jasa para guru-gurumu, mengajarkan segala hal, bersinergi dengan kami, orangtua yang awwam dan dhaif ini, hingga berhasil mencetakmu hingga insya Allah jadi generasi rabbani yang shalih/ah dan tawadhu dengan ilmumu... Subhanallaaaaah...
Ketika selesai, ada seorang guru mendekatiku, memelukku, menuturkan terima kasih atas bantuanku seraya terisak, ah aku jadi malu hati. Sepatutnya akulah yang berucap itu, karena selama ini kugayutkan kepercayaanku kepadamu, duhai ibu, tuk mendidik putriku, dan aku seolah tinggal memuluskan jalanmu saja. Masya Allah, benar-benar pahlawan tanpa tanda jasa, apalagi jika mengingat kunjungan kami beberapa kali ke rumah kontrakanmu yang begitu sederhana, curhat-curhatmu tak berkesudahan, bukan bermaksud mengeluh, tentang orang tua yang terlalu mencampuri, tentang anak yang bergantian jatuh sakit hingga harus dirawat, aah... rasanya masalah kami belum seujung kuku masalah yang menderamu. Namun yang mencuat adalah sikap sabar senantiasa, senyum selalu tersungging, totalitas dan dedikasi tak berujung.
Tak ada doa lebih indah yang mampu kupanjatkan saat perpisahan ini kecuali "kiranya Allah senantiasa memlihara keikhlasanmu, menjagai sabarmu, melindungi diri dan keluargamu dari penyakit dan marabahaya yang menimpamu... Ya Rabb, kabulkan doa-doa yang dipanjatkannya di malam buta, aamiin..."
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Subhanallah... subhanallah... Semoga Allah memudahkan jalan para anak bangsa, ibu bangsa, bapak bangsa, dan guru bangsa. Pokoknya, semua yang berjuang untuk menjadi mujahid Allah. (Lha mbak, saya yang 'cuma' mbaca kisah ini aja juga terharu lho.
amiiin ... suasananya memang sangat haru-biru ... subhanalloh ...
Post a Comment