(hasil obrak-abrik, eh ada tulisan esai ke Femina, baca yaa...)
1998, bisa dibilang tahun hiruk-pikuk dalam hidupku. Sedih dan senang berbaur jadi satu. Kala itu, aku dan suami bersiap menunaikan ibadah haji., namun saat bersamaan, aku harus rela melepas karir yang susah-payah kubangun, sebagai dosen muda di Universitas Indonesia. Sebuah pilihan teramat sulit, karena sesungguhnya, karir inilah yang kudambakan sejak lama, namun di sisi lain, aku harus berkonsentrasi penuh untuk mengasuh putri kecilku yang baru berusia 2 tahun.
Untunglah suami tercinta sudah menyiapkan segalanya untukku mengisi waktu-waktu sempit yang mungkin terluang saat menemani buah hati kami. Dia bersengaja membeli seperangkat komputer lengkap dengan modem untuk riset maupun browsing, serta printer. Kelihatannya dia mencermati ketrampilanku merangkai kata dalam laporan-laporan penelitianku yang kerap dibacanya.
Awalnya, aku sama sekali tidak punya ide untuk menulis. Menulis apa? Kok aneh saja bila menulis artikel ilmiah, lagi pula, mau dikirim ke mana? Namun entah mengapa, tiba-tiba saja aku teringat denganmu, Fem. Dulu, ketika Ibu masih bekerja kantoran dan sering membeli Femina, aku paling senang membaca rubrik Dari Hati ke Hati-nya Bu Kar. Bayangkan, aku yang ‘piyik’ alias masih SD sudah melototi rubrik begituan, rubriknya orang dewasa, hehe… Maklumlah, aku suka dengan gaya tutur bu Kar yang mengalir tanpa mengurui (klop sekali dengan cita-citaku menjadi psikolog!). Belakangan, aku gemar membaca sumbangan tulisan pembaca di “Gado-gado” yang superkocak ataupun konyol.
Nah, jadilah aku memulai kiprah baruku dengan menulis untuk “Gado-gado”. Isinya tentang pengalaman wisata kuliner kami ketika berhaji. Mencoba nasi para TKW, nasi Padang, nasi uduk Turki, juga kebab Arab dan martabak full kapulaga-adas versi India.
Percaya tidak Fem, tulisan pertamaku itu dimuat pada edisi Maret 1999, hampir bertepatan dengan kelahiran anak keduaku! Jadilah aku mendapat 2 kado terindah dalam hidupku!
Yang bikin kalap, surat pemberitahuan dari Femina terlambat kuketahui karena saat melahirkan, aku mengungsi ke rumah Ibu. Pontang-panting kami berburu ke tetangga-tetangga Ibu, karena sia-sia mencari ke loper-loper majalah (edisinya sudah lewat beberapa nomor). Alhamdulillah, akhirnya kami berhasil mendapatkannya pada anak tetangga Ibu yang merupakan pelanggan setiamu, dan dengan setengah merengek plus mengancam, kamipun berhasil memilikinya, hahaha…
Wah, bangganya tak terkatakan, malah mungkin setengah norak, aku selalu menunjukkan karya perdanaku pada setiap kenalan. Boleh dong bangga ya Fem, baru pertama menulis, eh kok langsung dimuat? Kan tidak semua orang bisa dan punya kesempatan selangka ini?
Sejak itu, semangatku melambung tinggi, apalagi suami selalu jadi suporter sekaligus kritikus sejati. Femina menyadarkanku bahwa aku ternyata punya potensi terpendam dari-Nya yang tak boleh kusia-siakan. Kucoba membuat cerpen dan tak tanggung-tanggung, langsung kuikutsertakan pada Sayembara Cerpen Femina tahun 2000. Tidak menang sih, tapi Femina lagi-lagi bikin kejutan. Tanpa babibu, sahabat kuliah menelponku dan… langsung minta komisi! Setengah bengong tidak faham, barulah dia menjelaskan bahwa cerpenku dimuat di Femina edisi November. Bayangkan, itu merupakan cerpen kedua yang kubuat dan yang pertama kukirimkan ke media, dan seolah menjawab kesungguhan doaku, Femina memuatnya!! Aku curiga, jangan-jangan redaktur fiksimu punya kemampuan telepati, hehehe…
Penerimaan Femina terhadap karya-karya perdanaku membuat decak-kagum teman-teman penulis di mana aku bergabung. Bagi mereka, dan tentu juga aku, ini merupakan sebuah pencapaian luar biasa, untuk seseorang yang baru mencoba menapaki karir kepenulisan. Nembus Femina? Wow… kereeenn benerr!!
Sejauh ini aku sudah memenangkan lomba non-fiksi di media maya, Ayahbunda, juara II Lomba Menulis Cerpen Majalah Ummi (2004) serta membuat 4 buku kumcer keroyokan. Aku juga sempat membuat buletin di lingkungan RT dalam kurun waktu 3 tahun, berisikan info-info ulang tahun, kegiatan teranyar di RT, berita duka cita, juga resep favorit keluarga.
Meski ada masanya pasang-surut, terlebih kini kesibukan baru menderaku dan menyisihkan hobi menulisku, mimpi terbesarku tak pernah pupus. Cita-citaku selanjutnya adalah membuat kumcer sendiri dan memenangkan sayembara cerpenmu. Dengan dukungan tulus suami dan Femina, aku yakin suatu hari impianku akan terukir indah. Doakan ya Fem…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 comments:
Wow... 'nembus' Femina? Beberapa cerpen saya sudah lolos seleksi redaksi di beberapa media lain, tapi ke Femina belum sukses nih. Saya masih penasaran ke media yang satu itu. Masih menyimpan obsesi. Selain juga obsesi untuk bikin buku kumcer sendiri, seperti mbak Diana juga. Saling doakan ya mbak...! Siapa tahu bisa diterbitkan bareng. ;)
Yuk ayuk, siapa takut, hehe... Pa kbr Mbak, moga2 sehat ya?
ayo nulis ... ayo buka biro konsultasi .. ayo ... gubrak kecapean ... :-P
tetap semangat! :)
Kalau mbak Diana kecapean, kan ada pasukan ceria yang bersedia mijitin. ;)
Horee, seratus utk mbak Diah :D Ah, manusia, cita-citanya banyaaaaaaak sekalee ya?
Post a Comment