Berkisah tentang Sumatera Barat, ternyata masih menerbitkan imajinasi akan keelokannya. Subhanallah ya, mata seolah dibuka lebar-lebar, panorama alam negeri kita sungguh tidak kalah dengan negara tetangga, bahkan mungkin Singapura dan Malaysia bertekuk lutut! Tetirah lalu sekaligus jadi sarana pembelajaran bagi kami, orang tua dan anak-anak, untuk senantiasa memanjat syukur atas karunia tak ternilai ini sekaligus tidak mudah silau oleh gemerlap promo negeri jiran dengan rayuan mautnya tuk beranjangsana ke sana...
Hari ini tanpa sengaja, terbaca olehku catatan unik di secarik kertas, tentang seluk-beluk tanah kelahiran Siti Nurbaya dan Malin Kundang ini. Beberapa di antaranya adalah nama kota yang sempat terpampang di papan jalan, kota Lubuk Mata Kucing. Aha, kontan dan spontan mata-mata indah para penggemar kucing langsung berbinar-binar. Sayang seribu sayang, tak ada kerumunan kucing di sana, sama sekali tak melibatkan kucing seekorpun, karena kata pak supir, di sana hanya ada kolam renang/pemandian dan pesantren. Atau sang kucing-kucing itu mesantren dan sigap berenang? wallahu'alam :)
Kali lain, berlabuhlah kami di Masjid Raya Bayur, di tepi jalan saat ingin istirah menuju Danau Maninjau. Terpacak pandangan, antik nian masjid besar ini, akulturasi menawan antara pagoda dan rumah gadang. Di mukanya ada air mancur gemulai memancar, di bagian belakang tersedia kolam ikan, dengan tempat wudhu resik. Bagian dalamnya pun tak kalah unik, tiang-tiang kayu coklat tua terpancang kokoh menyangga atap, meski menurut suami tercinta, agak timpang dengan kegemilangan arsitektur luarnya.
Kontras dengan masjid di atas, Masjid Jihad di kota Padang panjang cabang Koto Baru, justru membetot atensi dengan kebersahajaannya. Ciri atap rumah gadang tak ditinggalkan, semburat warna merah marun. Kekhasannya terpatri pada letaknya yang jauh menjorok di bawah jalan raya, layaknya sang pengunjung harus hati-hati berakrobat menuruni jalan semen yang cukup terjal. Juga kolam-kolam besar di sisi kiri-kanan bagian muka, mengurangi terik serta menghadirkan kesejukan.
Taman Makam Pahlawan Bahagia, Batu Sangkar. Itu jadi bahan diskuasi tak berkesudahan di antara kami, dijejali pikiran iseng. Siapakah yang bahagia, apakah sang pahlawan yang terbaring bersemayam di sana sempat merasakan bahagia itu, kenapa pula dinamakan demikian, atau apakah pihak kerabatnya yang justru berbahagia telah menunaikan baktinya menguburkan sang pahlawan bangsa di TMP tersebut? Lagi-lagi wallahu'alam... Tingallah pak supir yang senyum-senyum kecut menyeringai, ini keluarga tak kalah unik bin antik dengan kota yang dikunjunginya, mungkin... :D
Wednesday, April 16, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
kurang fotonya niiiih ... :-P
Naah, lupa dah, ada yg janji mau ngajarin, hehe... Week-end yah?
setujuh nih sama Pak Zuki, lebih lengkap ceritanya kalau ada fotonya :)
Post a Comment