Friday, May 29, 2009

RENUNGAN...

kita harus pandai bersyukur dan ikhlas menerima pemberian
dan tidak mengeluh setelah menerima
tetapi
pastikanlah
Anda berdiri di mana pemberian itu besar...

(mario teguh)

Wednesday, May 27, 2009

MENGEJAR KEBAHAGIAAN HAKIKI*

(buat sodara-sodara yang penasaran, ini ada tulisan lamaku, mudah-mudahan bermanfaat ya, untuk kita semua :D)

Tanggal:7.05.2003
Alhikmah.com



Kamu serius mau berhenti kerja? Suamimu sudah kaya ya?

Degg! Kaget, heran, sedih, terhenyak, semua perasaanku bercampur baur. Tak
menyangka ucapan kasar itu muncul dari mulut kolega kerjaku, mbak X (sebut
saja demikian) yang selama ini boleh dikata merupakan dosen yang khusus
kubantu dalam penanganan tes massal di kampusku. Kata tak santun dari
mulut seseorang yang berpendidikan tinggi, kaum terpelajar!

Dengan muka ungu menahan amarah yang coba kupendam, kutelusuri wajah
ayunya. Sama sekali tak bergeming dari rautnya yang tegang. Kami sama-sama
membara. Sedetik berlalu, kutinggalkan ia. 'Time-out'sekaligus menurunkan
ketegangan emosi yang memenuhi dada masing-masing.

Hari ini seolah memang bukan hari indahku. Bagaimana tidak, tiba-tiba saja
segala problema yang selama ini berusaha sekuat tenaga aku pendam,
termuntahkan, dan ditambah dengan ucapan spontanku untuk mengundurkan diri dari pekerjaanku sebagai dosen fakultas psikologi. Aku lelah, lelah mental
terutama. Ibarat aku menetap di dalam rumah tanpa jendela dan cahaya,
pemberontakanku mencapai titik klimaks. Aku ingin bebas dari situasi
ini. Bebas, BEBAS! Biarlah orang bicara apa saja, asalkan aku bebas....



*******

Menjadi dosen adalah pilihan karirku, cita-citaku. Mungkin karena aku
dibesarkan dalam keluarga guru, dan budaya membaca demikian kental dan
mengasyikkan. Dedikasi tinggi dari bapak dan ibu terhadap pekerjaannya,
begitu memukau pesona. Bahwa ilmu yang diajarkan insya Allah takkan
berhenti di satu terminal, namun akan terus mengalir dan mengalir beserta
pahalanya. Jadilah aku menggapai asaku, memenuhi harapan orang tuaku,
sekaligus menobatkan predikat psikolog di bahuku.

Semula segalanya berjalan baik-baik saja. Menikah, dan kemudian lahirlah
putri sulungku. Kami pindah ke daerah Cimanggis, dengan memboyong
serta Yu Ri'ah. Masalah mulai muncul ketika ia ternyata tidak kembali lagi
dari kampungnya setelah lebaran usai. Aku tak kunjung mendapatkan
penggantinya yang memadai. Jujur saja, mungkin standar dan tuntutan
terhadap calon khadimat terlalu tinggi dan ideal. Bagaimana tidak, dia
haruslah seorang yang sabar dan ngemong terhadap anakku. Terus-terang,
agaknya ini dipicu oleh pengalaman mengamati anak-anak tetangga baruku di
perumahan itu yang kebanyakan nakal dan diasuh oleh pembantu, sementara
sang ibu bekerja seharian penuh di kantor. Tentu sulit mencari khadimat
yang sempurna sesuai gambaranku kala itu. Beberapa kali aku mendapat
khadimat baru, hanya bertahan sebentar, dengan beraneka ragam kendala dan
hambatan.

Begitulah, akhirnya aku tidak punya pilihan lain kecuali selalu membawa
anakku ke kampus. Ia yang saat itu baru berusia satu tahun selama hampir
setahun lamanya kubawa-bawa selama aku mengajar. Ia ikut ke kelas, ikut
membaca di perpustakaan bagian, atau bahkan ikut rapat rutin seminggu
sekali setiap hari Kamis. Yang sering terjadi adalah ia kelelahan menanti
mamanya bekerja, hingga kadang-kadang tertidur di bilik shalat. Sementara
aku terpaksa tidak dapat lagi ikut terlibat dalam kegiatan pelatihan siswa
SMU/STM yang rutin diadakan Bagianku. Kucoba menutup telinga atas komentar
teman-teman dosenku, namun lama-kelamaan aku menyadari bahwa itu sangatlah
tidak adil buat mereka. Perlahan-lahan keadaan ini membuka celah mata
hatiku. Meresahkanku, mengusik hati nuraniku. Ya Rabb, apa yang sebenarnya
kucari selama ini? Mencari materi alias uang sebanyak-banyaknya? Mempertahankan gengsi karena berhasil menjadi dosen di kampus negeri yang ternama seantero Indonesia dalam usia muda? Setimpalkah semua itu dengan pengorbanan anakku yang masih belia? Bukankah seharusnya terbalik, akulah yang semestinya berkorban untuknya, unuk kehidupannya,
demi kebahagiannnya? Bukankah itu esensi terindah dari seorang ibu? Bukan, atau iya? Bagaimana dengan sabda Rasulullah SAW bahwa surga di bawah telapak kaki ibu? Namun telapak kaki ibu yang bagaimana? Rasanya aku bukan kategori ibu demikian. Astaghfirullah, astaghfirullah....

Sejuta pertanyaan bertalu-talu, sama layaknya sejuta jawab beterbangan di
isi kepalaku. Pusing, bingung, frustrasi, seolah kaki tak tahu harus
melangkah ke mana. Sungguh suatu ironi seorang psikolog tak mampu mencari
jawab atas problema hidupnya sendiri. Setiap bertanya kepada teman
sejawat, fokus mereka selalu berlabuh pada karir dan karir. Anak bisa
dititipkan kepada ibu atau mertua, carilah pembantu dari yayasan, kalau
perlu dua orang, kamu harus bisa menyiasati keadaan, dan bla bla,
bla.... Semua itu bagiku tidak memberi jalan keluar karena bertentangan
dengan prinsip hidupku dan suamiku. Bagi kami, anak identik dengan amanah
yang perlu dan harus dipertanggungjawabkan. Lalu di mana tanggung jawab
kami bila amanah itu dengan seenaknya dititipkan, terlebih pada ibu dan
ibu mertua yang kebetulan masih aktif bekerja? Apakah itu justru bukan
saat yang tepat untuk berisitirahat bagi ibu-ibu kami yang sudah berusia
paruh baya?

Saat itu kuteringat dengan firman-Nya dalam Al Qur'an surat Al Baqarah,
286, Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan
kesanggupannya....
Apakah ini menyiratkan agar aku bersegera bertindak
atas lingkaran setan problemku? Namun jauh di permukaan, entah mengapa,
aku masih saja terjebak dalam dilema, hati ini masih berbolak-balik,
antara keinginan untuk mencoba bertahan atas karirku yang susah payah
kubangun semenjak masih kuliah, berhasil menjadi lulusan terbaik, bahkan
menjadi wakil teman-teman saat menerima ucapan selamat dari Bapak Rektor,
kesadaran akan potensi diri yang begitu besar, dengan beratnya hati untuk
berkonsentrasi penuh menjadi ibu rumah tangga. Keraguan itu masih saja
mendera-dera kalbu dan menjebak dalam situasi tak pasti.

Ketika hati ini masih digayuti pertanyaan-pertanyaan itu, seorang teman
datang menghampiri. Ia dosen muda dari Bagian/Jurusan yang
berbeda. Kebetulan ia beragama nasrani. Meski begitu, selama ini kami
cukup dekat berkawan. Setelah mendengar keluh-kesahku, tuturannya yang
bernas masih segar terngiang-ngiang di telingaku.

Din, aku ikut prihatin dengan problemmu. Tapi cobalah tanya pada hati
nuranimu sendiri, apa yang menjadi kebahagiaan hakikimu? Kebahagiaanmu
yang sebenar-benarnya? Orang tentu boleh bicara atau berpendapat apa saja,
itu hak mereka. Tapi kamulah yang mengambil keputusan, bukan mereka.


Saat itu, ucapannya benar-benar meruapkan pencerahan bagiku. Tak peduli ia
seorang nasrani, tapi tutur katanya seolah air dingin yang menyejukkan
hati dan menyadarkanku bahwa selama ini aku buta, dibutakan oleh segala
sesuatu yang maya dan hanya fatamorgana semata. Alangkah nista,
cita-citaku begitu duniawi, sementara aku, seorang wanita yang telah
menikah, berkeluarga, dan mempunyai anak, telah nyata-nyata menyisihkan
kebahagiaan hakiki itu. Aku lupa menyandarkan dan memasrahkan segala yang
kumiliki pada-Nya. Tentu saja Dia tidak meridhoi jalanku, karena aku telah
buta arah.

Ketika kemudian di rumah aku merenung dalam malam yang tenang seusai
shalat istikharah, fragmen-fragmen kehidupanku seolah berputar ulang. Saat
aku tergopoh-gopoh pergi bersiap ke kampus, sementara anakku justru dibuai
kantuk; saat hujan meluluhlantakkan jemuran bajuku; saat aku tergesa
memasak dan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga dan bahkan sering
marah kepada putri kecilku; atau tatkala aku setengah memaksa mengerjakan
tugas mengoreksi laporan tes mahasiswa di malam buta, sementara mata dan
tubuhku ingin sekali terpejam dan berbaring. Ah, semua sama sekali tidak
terfokus, tidak maksimal. Tak satupun yang 100% bisa dipenuhi dengan
gemilang. Benar-benar mengecewakan! Dan akhirnya, shalat dan ibadah
kepada-Nya hanyalah sebatas ritual saja. Entah sudah berapa lama kuabaikan
hak-hak Sang Khalik, hak-hak orang tercinta di sekelilingku. Oh Gusti, aku
sudah menzhalimi mereka. Aku menangis dan terus beristighfar menyebut
asma-Nya.

Kusadari sepenuhnya, aku tidak bisa bertahan pada situasi buruk ini. Dan
kuyakin sudah digariskan oleh Allah SWT pada tahun berikutnya kami (aku
dan suami) pergi haji. Kelihatannya Dia ingin memberi waktu lapang untukku
merenungkan kembali dan introspeksi atas segala perbuatanku, komitmenku
terhadap-Nya. Alhamdulillah, meski sempat dibujukrayu dengan iming-iming
dari pihak fakultas, sepulang dari perjalanan ibadah itu, justru tekadku
untuk mengundurkan diri dan total berkarir di rumah sebagai ibu rumah
tangga semakin bulat dan mantap. Meski hingga detik ini aku masih belajar
dan terus belajar menjadi ibu dan istri yang baik dan jauh dari sempurna,
kesempatan itu selalu terbuka luas untukku. Dan aku tidak mau
menyia-nyiakan peluang yang mungkin hanya sekali terbentang seumur
hidupku.



Cimanggis, 16 April 2003



Demi masa

Sesungguhnya manusia kerugian...

Ingat lima perkara sebelum lima perkara...

Hidup sebelum mati

(petikan syair lagu Raihan, 'DEMI MASA')


*) terbaik keenam lomba karya tulis alhikmah.com

Tuesday, May 26, 2009

DORAYAKI ASIMILASI INDONESIA - JEPANG - ARAB





Hasil perenungan ngawur sama pasukan ceria dalam rangka mengisi akhir pekan en pas Papanya anak-anak lagi lembur ke Jatiluhur, menyimpulkan usulan untuk sowan ke Daiso Blok M. Stujulah! Diaturlah strategi detil kapan berangkat, kapan pulang, ngapain aja, de el el, secara nyoba disiplin kayak sang boss nih bala pandawa (ogah kurawa ah, abis jahat, hihi...). Mengingat jarak tempuh rumah nun di ujung dunia belahan Depok menuju target sasaran Blok M lumejen jauuuuuh, so kudu dipantes-pantes uenaknya jam berapa melarikan diri dengan damai? Oke, jam 10 ya? He-eh deh...

Alhamdulillah petualangan kali ini lancar en dimudahkan Gusti Allah, meski secara sempet deg-degan karena sang Deborah yang ditunggu (ini bis besar ya sodara-sodara, bukan cewek cantik apalagi bahenol, hehe...) ngga keliatan bodynya pas turunan dari jalan layang UI. Yo wis, bismillah, terus aja deh naek angkotnya, sampe deket pasar LA, kok ada gerak-gerik mencurigakan dari Deborah di depan mikrolet. Clingak-clinguk sambil berdebar-debar menunggu judul en nomer yang terpampang, ah alhamdulillah, ternyata ini Debby yang kita tuju. Sukses turun, langsung naek lagi deh, mpe blok M, tareeek mang!

Namun apa mau dikata, stok barang di Daiso sedang tidak ramah konsumen Depok, nyaris kagak ada yang nyantol. Untuk mengobati kuciwanya pasukan, sisan mo beli nori, jeruk lemon en daun mint, kuajak tetirah ke Papaya minimarket, ni swalayan untuk melayani para ekspat Jepang yang tinggal di Indonesia.

Rapi, banyak barang aneh-aneh, takjub en agak norce pas melototin aneka sushi (juga harganya bo, lumayan membuat sesak napas eh kantong ding, hihi...). Sayang sejuta sayang, nori untuk bikin sushi sedang kosong, sementara pasukanku dengan kreatipnya ngeluarin jurus rayuan mautnya untuk beli snack. Beruntung emaknye ini agak teges soal anggaran perjajanan, so pas disuruh cek barang yang sama di swalayan lokal, keingetan kalo harga dah lumayan berlipat-lipat. Alahamdulillah wajah manyun mereka cepet kesapu usulan untuk beli kue dorayaki. Meski di lubuk ati sempet ai ai, atu biji harganya 9 rebu, kagak salah?Ya udahlah, barokahlah bikin ati anak-anak seneng tho?

Digigit dikit-dikit di bis Deborah (percaya ngga, pulangnya pake bis yang sama lho, ada tulisannya "Restu Ibu" di kaca belakang tempat duduk supirnya, en gubraxnya, si kenek ngenalin kite!), beneran dinikmatin banget, en komen waah enak yah, pantesan Doraemon doyan. Besoknya langsung ada request untuk bikin dorayaki deh... en baru terlaksana minggu depannya, hasil ngulik-ngulik resep di google, ketemu yang ala mbak Evida, mak Ida Arimurti, dll. finally, dicoba en klopnya sama yang pake madu, berhubung di rumah adanya madu arab yah sudahlah dipake deh. Enak juga kok, narsis abiss!!

Friday, May 22, 2009

QUOTE OF THE DAY...




perubahan tidak menjamin tercapainya perbaikan,
tetapi tidak ada perbaikan yang bisa dicapai tanpa perubahan
maka
bersikap ramahlah kepada perubahan...

(mario teguh)

Thursday, May 21, 2009

KAPAN NULIS LAGI?




Hm, aku kayak disentil deh kalo ada yang nanya, kapan nulis lagi nih? Kapan bukunya terbit lagi?

Sempet sih pas nyari-nyari sponsor untuk acara lomba di SD, ketemuan sama temen penulis. Dia tanya kegiatanku sekarang, en dia malah ngasih ide untuk menuangkan kisah para klien yang datang padaku, baik yang konsul ke kampus atawa ke rumah. Hm, banyak mikir en nimbang sih, secara etis boleh-ngga, meskipun aku ngga nyebut nama atawa identitas laennya, tetap aja kudu dipikir masak-masak. Oke dari segi ibroh atawa pelajaran, mungkin bisa banyak yang ditimba oleh para pembaca, tapi morally sreg-ngga mereka, kudu merenung dulu yah, en diskusi intens dengan rekan psikolog en senior-seniorita. So sabaaaarrr yaa?

Wednesday, May 20, 2009

14 TIP PERKAWINAN HARMONIS



(sumber: Ita Dekritawati, Psi.)

1. Komunikasi Berkualitas

Komunikasi yang berkualitas tak dihitung dari seberapa sering kita berbicara dengan pasangan tetapi seberapa kuat komunikasi itu dapat memecahkan masalah yang terjadi. Contoh, ada persoalan dengan perilaku anak yang sering tantrum. Nah, suami dan istri perlu berkomunikasi dan bekerja sama untuk mencari solusinya. Intinya suami istri merasa bertanggung jawab terhadap persoalan yang terjadi.

2. Pacaran Setelah Menikah

Akan sangat menyenangkan bila kita berkunjung ke tempat-tempat yang pernah kita datangi saat berpacaran, baik itu restoran, bioskop, tempat wisata, dan sebagainya. Kunjungilah berdua saja sambil sejenak melupakan masalah di rumah.

3. Hubungan Jasmani dan Bulan Madu Kedua

Hubungan jasmani merupakan ekspresi cinta yang sangat dalam. Lakukanlah kesepakatan bagaimana melakukan hubungan yang terbaik lewat pembicaraan tentang hasrat dan fantasi seksual yang kita inginkan. Tapi ingat, kepuasan seks tak tergantung seberapa sering kita melakukannya tetapi bagaimana kita berusaha memberikan yang terbaik bagi pasangan. Intinya, kedua pasangan menikmati betul hubungan ini dengan baik, bukan semata-mata memenuhi kewajiban.

Sangat baik bila di waktu tertentu kita merancang hubungan jasmani ini dengan lebih spesial. Misal, melakukannya tidak di rumah melainkan di lokasi-lokasi spesial seperti hotel atau di tempat indah lain. Ambillah cuti 2-3 hari kemudian jadikan momen ini sebagai bulan madu kedua. Dengan suasana yang sangat spesial ini bisa menggelorakan kembali cinta pertama seperti saat belum ada anak-anak.

4. Saling Memaafkan

Cobaan terkadang membuat pasangan khilaf dan melakukan kesalahan. Diperlukan keluasan hati untuk bisa memaafkan kesalahan yang dilakukannya. Mungkin saja, karena tak kuat cobaan, dia berselingkuh. Bila kemudian dia mengakui kesalahan dan sungguh-sungguh berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, tak salah bila kita memberinya maaf.

Begitu pun dengan kesalahan-kesalahan kecil yang dia perbuat, harus dibukakan pintu maaf. Umpama, pasangan tak menepati janji untuk makan malam di rumah; jangan langsung kesal dan memarahinya tetapi lihat dahulu alasan kenapa dia mengingkarinya. Bila memang alasannya bisa diterima, segera berikan maaf. Penelitian menunjukkan, kemarahan dan kebencian merupakan pemicu hancurnya sebuah perkawinan. Dengan maaf, kebencian akan sirna dan membuat pasangan tidak saling menyakiti.

5. Saling Percaya dan Terbuka

Istri memberikan kepercayaan sepenuhnya terhadap aktivitas yang dilakukan suami bahwa dia tidak melakukan hal-hal negatif di kantor, misal. Begitu pun sebaliknya. Tentu harus dibarengi dengan kesungguhan masing-masing untuk tidak merusak keharmonisan lewat tindakan-tindakan negatif, seperti berselingkuh. Seandainya ada ganjalan atau pasangan punya pandangan berbeda, sebaiknya bicarakan secara terbuka. Istri maupun suami tak boleh egois untuk memaksakan kehendaknya, melainkan negosiasikan dan cari titik temunya agar aktivitas yang dilakukan berjalan nyaman dan tidak saling menyakiti.

Keterbukaan masing-masing terhadap aktivitasnya pun sangat penting terhadap tumbuhnya kepercayaan. Jangan menggunakan "topeng" untuk menutupi sesuatu, tetapi kembangkan kejujuran supaya setiap pasangan dapat mengenal watak, sifat, dan karakter masing-masing dengan baik.

6. Saling Menghargai

Bila kebetulan jabatan istri lebih tinggi dari suami tak harus membuatnya lebih tinggi hati sehingga menyepelekan suami. Begitu pula sebaliknya. Ketika keduanya beradu pendapat tentang suatu hal, maka masing-masing harus menghargai pendapat pasangannya. Penghargaan yang terkadang membuat pasangan begitu bahagia adalah kejutan-kejutan yang kita berikan. Saat ulang tahun misalnya, berikan hadiah-hadiah unik yang sangat disenangi pasangan. Tentu dia akan merasa sangat dihargai.

7. Memandang Positif Persoalan

Sangat wajar bila dalam rumah tangga muncul persoalan yang begitu pelik dan sulit dipecahkan bersama. Umpama, siapa yang harus mengurus anak di rumah dan siapa yang bekerja. Memang, umumnya suamilah yang bekerja dan istri menjaga anak. Namun bila gaji suami tak mencukupi atau istri punya karir yang bagus, tentu hal ini perlu dipecahkan. Untuk itu,setiap pasangan harus memandang positif persoalannya dengan mencari apa yang sebenarnya menjadi perhatian masing-masing.

Alasan istri bekerja karena ingin memenuhi kebutuhan hidup memang sesuatu yang perlu dilakukan. Demikian pula dengan karier. Nah, pengurusan anak bisa dicarikan solusi bersama, apakah mencarikan pengasuh, mengatur jadwal bersama anak, memanfaatkan waktu libur lebih berkualitas, dan sebagainya. Terkadang, pendapat masing-masing sangat bertolak belakang, untuk itu atur waktu dan carilah tempat yang nyaman guna membicarakan masalah ini. Kesabaran dan kebijaksanaan sangat diperlukan supaya pernikahan tetap harmonis.

8. Menepati Komitmen Pernikahan

Saat menikah, tentu kita punya komitmen dengan pasangan. Misal, menerima pasangan apa adanya, suami bekerja sedangkan istri mengurus anak atau sebaliknya, kedua-duanya bekerja, memberi kebebasan suami atau istri berkarier, dan sebagainya. Nah komitmen-komitmen ini harus terus dipegang. Bila suatu saat terjadi konflik yang diakibatkan oleh pelanggaran pasangan terhadap komitmen yang sudah dibuat, berusahalah kembali mengingat komitmen-komitmen yang pernah dibuat saat menikah.

9. Saling Bergantung

Tak hanya istri yang harus bergantung pada suami atau suami yang bergantung pada istri tetapi keduanya harus saling bergantung. Hal ini sebagai wujud kalau kita dan pasangan merupakan pribadi yang menyatu. Dengan begitu bila ada kekurangan di masing-masing pihak bisa saling mengisi. Contoh, gaji suami yang tak cukup untuk membiayai kebutuhan rumah tangga bisa tercukupi oleh gaji istri. Karena kesibukannya, istri tak bisa mengantar anak ke sekolah, tak salah bila suami yang menggantikan perannya. Begitu seterusnya. Saling bergantung ini pun membuat kita tidak saling berlomba untuk menunjukkan peran yang terkadang menjadi salah satu pemicu pertengkaran.

10. Berbagi dalam Suka dan Duka

Pernikahan ibarat mengarungi lautan dengan perahu, maka kita harus saling bahu-membahu supaya perahu tidak terbalik atau karam hingga dapat menyeberangi lautan. Bila dalam pernikahan ada suka maka setiap pasangan harus merasakannya. Begitu pun bila ada duka, pasangan harus mengempatinya. Kemampuan berbagi rasa ini menjadi salah satu hal penting untuk mewujudkan perkawinan yang langgeng. Jangan sampai, bila pasangan punya masalah, kita bersikap tidak mau tahu. Sebaiknya, suami dan istri harus menjadi teman untuk berbagi sekaligus memberikan jalan keluar dan pemberi semangat.

11. Tidak Menjadi Pengatur

Mengatur supaya hubungan perkawinan menjadi harmonis dan berjalan dengan baik tak masalah. Namun bila mengaturnya sudah mendikte tentu akan menuai masalah. Umpama, suami selalu diatur oleh istri berapa rupiah harus menjatahkannya beli baju, jam berapa suami harus pulang kerja dan tidak boleh telat, dengan siapa saja suami/istri boleh bergaul. Tentu pendiktean ini akan membuat pasangan kesal sehingga memunculkan bom waktu yang terpendam. Bila memang ingin mengatur cobalah dengan cara yang bijaksana, dengan kata-kata halus, sambil memberi masukan yang disertai berbagai pertimbangan sehingga tanpa kesan mendikte.

12. Menjaga Kemesraan

Kemesraan hubungan tak hanya saat pacaran. Ketika sudah menikah pun harus terus dijaga supaya keharmonisan tetap terwujud. Mencium tangan atau pipi suami/istri saat akan berangkat kerja bisa menjadi sangat penting untuk keharmonisan. Tak hanya itu, kita juga bisa mewujudkannya lewat kata-kata halus, memberikan hadiah saat ulang tahun, berkata mesra, memberikan perhatian tulus saat pasangan sakit, dan sebagainya. Dengan kemesraan ini akan terus menggelorakan perasaan cinta sehingga tidak padam.

13. Tampil Menawan

Bayangkan, apa respons suami bila sepulang kerja mendapati istrinya berpakaian lusuh dan bau? Atau sebaliknya. Meskipun dia sangat mencitai pasangannya namun responsnya tidak sebaik bila istri maupun suami berpenampilan menawan. Berpenampilan menawan tak harus dengan baju bagus dan berbedak tebal tetapi bisa dengan berpakaian sederhana, rambut tidak acak-acakan, mandi, sangat baik bila memakai parfum. Dengan penampilan seperti ini tentu pasangan akan lebih senang tinggal di rumah.

14. Mencukupi Nafkah

Semua hal di atas mustahil berjalan dengan baik bila tak ada yang mencukupi kebutuhan rumah tangga. Umumnya, di masyarakat kita yang bertugas memberi nafkah adalah suami, maka suami harus berusaha untuk mencukupi segala kebutuhan rumah tangganya. Namun tak berarti istri terbebas dari tanggung jawab ini. Bila ternyata gaji suami kurang dan tak dapat memenuhi kebutuhan, tentu istri perlu membantu. Setidaknya, istri mengatur pengeluaran biaya rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

Tuesday, May 19, 2009

NETA OH NETA...



Setelah 2 kucing lain dah ilang ditelan rimba, si Neta become the only one alias atu-atunya yang masih rajin wara-wiri betandang ke rumah. Tingkah polahnya bergradasi bener, dari kutub positip ampe paling ekstrim negatip. Lutunya, so kiut, pas misalnya tuh dia lagi error ngejar2 cicak, kewalahan waktu dijailin anak-anakku (didandanin pake taplak kecil yang lambat-laun dipasrahin eksistensinya oleh sang mami, hehe...), pipis di sofa (whuaduh, kalapnya pasukanku, secara aku lagi ada urusan di luar rumah!), en ga kalah hebohnya adalah waktu dia bertarung dengan gagah berani melawan kadal mekar!

Mula-mula Yusuf yang liat, dia baru aja pulang sekolah. Mulanya dia pikir, Neta cuma berhadapan sama kadal biasa, tapi wajahnya berubah takjub ketika tau itu kadal ajaib, pas liat ada yg mekar di bagian lehernya. Wuih keren, begitu katanya. En kerennya lagi, si kadal pantang menyerah melawan betina tangguh kita, ada kali 20 menitan dia mlototin si Neta dengan garangnya. Siapa takut?? Mentang-mentang kecil, seenaknya aja diremehn, kali begitu isi pikiran si kadal (hm, baca lewat telepati nih ;p)... Jadi biarpun akhirnya dia harus meregang nyawa dan menghembuskan napas terakhirnya di atas sendal jepit, tetep aja adegan film pertempurannya yang perkasa terpatri di hati (cieee...). Gimana ngga? Yusuf langsung nyari identitas si kadal di Ensiklopedi Bocah Muslim, en ketemu!

Subhanallah, dari binatang aja, kita bisa masukin nilai-nilai baik kepada anak kita lho, soal konsistensi, persistensi, berjuang sampai titik darah penghabisan, strategi tempur, pantang putus asa, dan sebagainya. Siiip kan?

Monday, May 18, 2009

WISDOM WORDS...




semakin banyak yang Anda inginkan,
akan semakin banyak yang hanya tinggal jadi keinginan.
fokus pada satu keinginan
memungkinkan pencapaian banyak keinginan...

(mario teguh)

Wednesday, May 13, 2009

BECAUSE WE BELIEVE...


(ANDREA BOCELLI)



terjemah dalam bahasa Inggris

Look outside: its morning
This is a day you'll remember
Hurry, get up and go
There are those who believe in you
Don't give up

Once in every life
There comes a time
We walk out all alone
And into the light
The moment won't last but then,
We remember it again
When we close our eyes.

Like stars across the sky
And in order to shine
You will have to win
We were born to shine
All of us here because we believe

Look ahead and never turn your back
On the caress of your dreams,
Your hopes and then,
Turn towards the day that will be
There is a finish line there.

Like stars across the sky
And in order to shine
You will have to win
Like stars across the sky

Don't give up
Someone is with you

Like stars across the sky
We were born to shine
And in order to shine
You will have to win

Tuesday, May 12, 2009

(SOK) SIBUK LAGI...



Pa kabar semua? maaf ya, lama tak bersua, kabar-kabari, kangeeeeen... (iih, siapa sih, centil dech :p)

Alhamdulillah, tuntas sudah tugas jadi panitia lomba "Threelingual Competition" di SD anakku secara marathon (rapat nyaris tiap hari en total jenderal 3 hari kudu nongkrong di sekolah mpe sore). Ngga kepikiran dah untuk pembubaran panitia, mo ada rencana makan-makan apa engga, au ah gelap, nyang penting dah rebes, hehe... Banyak pelajaran, banyak hikmah, soal mis-mis (ya inpo, komunikasi, de el el, bukan mis uniperse palagi mis world, haha...). Anyway busway, kerja sosial gini mah bedaaaaa banget sama kerja kantoran, yang job-descnya seterang matahari, gajinya bederet nul-nulnya (sosial?Ah mana ada, yanag ada juga banyak nombok pake uang ndiri khan??), secara diomelin en dinyap-nyapin bisa abis-abisan... So perlu banget napas panjang, hati segedhe lapangan bola untuk menerima kritik en nyap-nyapan or pelototan dari segala penjuru, juga mungkin protes dari anggota keluarga yang merasa dibengkalaikan (halah, ini basa apaan sich?)

Yuuks, rebonding tuh si kribo (kecuali mbak ernut-ayik kalee), en sekejap mata, dah sibuk nyang laen lagi, klien dah menunggu dihandel secara prof, secara kemaren kasus klienku bikin bengong, speechless, so complicated case...

Ah Rabb, tunggu ya curhatku nti malem ya,
biar lapaaaaang dada dan legaaa isi kepala ini...
Sungguh, tiada tempat sandaran, tempat curhat sebaik-Mu...
Tiada tuhan selain Engkau...

Thursday, May 7, 2009

MY WIFE MY PRINCESS...





Istriku...
Kau adalah permaisuriku
Wanita tercantik dan terbaik yang kumiliki
Bidadari bermata indah
yang Allah anugerahkan untukku
Untuk kusayangi. Untuk kucintai.
Untuk kujaga
hati,
cinta,
dan kehormatannya
untuk mendapat
cinta,
kasih,
dan kesetiaanku.
Bagiku,
mencintaimu
adalah mudah dan indah
Terima kasih cinta,
untuk segenap cintamu padaku.


I love you
just the way you are...

(Petikan mutiara kata IRFAN HIDAYATULLAH, dalam bukunya "MY WIFE MY PRINCESS")


Subhanallah... Kala perselingkuhan begitu merajalela dan terasa biasa, buku karya Ketua Umum FLP Pusat, Kang Irfan, ini begitu indah dan menyentuh. Seolah mengingatkan kita, yang telah (dan akan) menjalani kehidupan rumah tangga, untuk senantiasa mencintai pasangan kita apa adanya. Meski 'rumput tetangga' kelihatan lebih hijau, apalah artinya rumput tetangga, itu toh punya tetangga kan?

Friday, May 1, 2009

SEBETULNYA HIDUP ITU SANGAT SEDERHANA




Sebetulnya hiudp itu sangat sederhana;
tetapi kita merumitkannya
dengan rencana
yang tidak kita laksanakan,
dengan janji
yang tidak kita penuhi,
dengan kewajiban
yang kita lalaikan,
dan dengan larangan
yang kita langgar

(mario teguh)